Tauhid Nur Azhar

Menggunakan Design Thinking Berbasis Fungsi Triple Network Model Otak Untuk Mengelola Persoalan Judi Online

Guru saya dari program studi Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Surakarta, Ibu Dr. Dhian Lestari Hastuti, S.Sn., M.Sn, kerap menerapkan konsep yang sangat inovatif dalam memupuk minat belajar dari para mahasiswanya. Salah satu pendekatan Dr Dhian adalah melakukan kuliah on site di situs seperti Puro Mangkunegaran untuk memperkenalkan filsafat desain sejalan dengan ruh dari ruang dan kebutuhan manusia-manusia yang bernaung di dalamnya.

Tak hanya mengajarkan, sejatinya Dr Dhian bahkan ngelakoni konsep holistic experiental learning yang dilakukannya langsung pada saat menjalankan proyek penelitian untuk disertasi doktoralnya di ITB. Dr Dhian sedemikian dalam menjalankan peran seorang peneliti yang kaffah untuk larut dalam in depth study di lingkungan Puro Mangkunegaran, sehingga hasilnya ia menjadi sangat fasih dalam menelaah dan menelisik setiap desain dan peristiwa yang melambari proses kelahirannya. Dr Dhian menurut saya, bahkan telah mampu menyelami alur pikiran para Empu dan Sesepuh terdahulu yang juga didapuk sebagai pemimpin rakyat dalam konteks kultural dan spiritual yang kelak melahirkan simbol-simbol dalam tata letak, warna, fasad, dan struktur bangunan yang menjadi episentrum budaya Jawa.

Kreativitas Dr Dhian pasca diraihnya strata akademik tertinggi tentulah semakin memuncak dan mempengaruhi cara beliau berinteraksi dengan mahasiswanya. Belakangan melalui unggahan beliau di media sosial, saya melihat beliau menerapkan konsep Design Thinking secara inovatif pada kelasnya.

Konsep Design Thinking juga yang kerap diterapkan oleh Pak Khemal Andrias, seorang antropolog jebolan Universitas Pajajaran, yang saat ini menjabat sebagai managing director di suatu lembaga industri kreatif, di saat mengisi program-program pelatihan community empowerment di berbagai daerah, mayoritasnya terkait literasi digital.

Karena pajanan dan paparan kedua beliau itu, sayapun menjadi penasaran dengan kesaktian konsep design thinking ini. Malah pikiran saya jadi “liar”, eh maksudnya lieur dalam bahasa Sunda. Karena lieur itu muncul pertanyaan tak terduga, “dapatkah design thinking digunakan dalam proses merancang program pengendalian judi online ?” Tentu saya akan coba bahas konsep ini dari perspektif yang saya sangat suka, neurosains.

Design Thinking adalah pendekatan inovatif untuk menyelesaikan masalah yang berpusat pada manusia, dengan menggabungkan empati, kreativitas, dan analisis logis. Berasal dari dunia desain, pendekatan ini kini diterapkan dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan, bisnis, dan teknologi. Dari perspektif neurosains, Design Thinking melibatkan interaksi kompleks antar jaringan otak, seperti Default Mode Network (DMN), Salience Network (SN), dan Executive Control Network (ECN), yang masing-masing memainkan peran penting di setiap tahap proses.

Konsep Design Thinking atau DT berakar pada pemikiran Herbert A. Simon dalam The Sciences of the Artificial (1969), di mana desain didefinisikan sebagai proses perubahan situasi saat ini menjadi kondisi yang diinginkan. Istilah ini dikembangkan lebih lanjut oleh Rolf Faste di Stanford University dan dipopulerkan oleh David Kelley, pendiri IDEO, yang mengintegrasikan pendekatan ini ke dunia bisnis dan pendidikan melalui Stanford d.school model.

Proses iteratif Design Thinking umumnya terdiri dari lima tahap: Empathize, Define, Ideate, Prototype, dan Test. Kelima proses atau tahapan dalam DT di atas, tak lain dan tak bukan adalah produk dari otak.

Adapun bagian dari otak yang terlibat secara fungsional antara lain adalah kompartemen Default Mode Network atau DMN, dengan fungsi utama menghasilkan kreativitas, refleksi, dan pemikiran imajinatif.
Komponen PFC sendiri antara lain adalah medial prefrontal cortex (mPFC), posterior cingulate cortex (PCC), precuneus, dan lobus parietal inferior.

DMN aktif ketika individu melamun atau terlibat dalam pemikiran non-linier. Perannya dalam DT antara lain pada fase pembentukan Empathize, di mana mPFC dapat membantu memahami perspektif pengguna. Lalu pada tahap Ideate, PCC dan precuneus akan memfasilitasi imajinasi kreatif, dan memungkinkan penggalian ide-ide kreatif dan inovatif. Sedangkan pada tahap P prototype, DMN mendukung visualisasi solusi, menghubungkan ide abstrak dengan kebutuhan nyata.

Kompartemen fungsional berikutnya adalah Salience Network/ SN yang memiliki fungsi utama mengidentifikasi dan memprioritaskan informasi relevan. Adapun komponen dari SN, antara lain adalah Anterior insula (AI) dan anterior cingulate cortex (ACC).

SN berfungsi sebagai pengatur perhatian, membantu transisi antara kreativitas DMN dan evaluasi rasional oleh executive control network/ECN. Dalam DT khususnya pada tahap Define, AI (anterior insula) memungkinkan otak berfokus pada pola utama dari data yang diperoleh. Sedangkan pada tahap Ideate, ACC (anterior cingulate cortex) menyaring ide-ide yang muncul, dan memilih yang paling relevan untuk kebutuhan pengguna. Di tahap test, SN dapat mendeteksi umpan balik penting dari pengguna selama evaluasi solusi.

Komponen ketiga adalah Executive Control Network atau ECN dengan fungsi utama sebagai regulator fungsi eksekutif, seperti pengambilan keputusan dan perencanaan.
Komponennya antara lain adalah dorsolateral prefrontal cortex (dlPFC) dan posterior parietal cortex (PPC). ECN memastikan solusi kreatif dapat diimplementasikan secara praktis. Dalam DT, khususnya di tahap define, dlPFC membantu mengolah data untuk mendefinisikan masalah utama. Di tahap prototiping, PPC mengintegrasikan informasi spasial dan visual untuk membuat model yang relevan. Lalu dlPFC akan mengevaluasi kelayakan solusi berdasarkan umpan balik pengguna, di tahap pengujian (test).

Proses Design Thinking melibatkan koordinasi antara DMN, SN, dan ECN atau Triple Network Model, di mana SN berfungsi sebagai penghubung, mengalihkan perhatian dari eksplorasi kreatif DMN ke evaluasi rasional ECN. Studi oleh Beaty et al. (2018) menunjukkan bahwa kreativitas terbaik muncul saat ketiga jaringan ini bekerja secara sinergis. Interaksi ini memastikan bahwa ide-ide inovatif dapat diubah menjadi solusi yang logis dan dapat diterapkan.

Apakah Design Thinking dapat diterapkan untuk mengatasi persoalan judi online?

Judi online kini menjadi salah satu tantangan sosial yang semakin kompleks di Indonesia. Dengan iming-iming keuntungan cepat dan akses mudah melalui teknologi, banyak individu terjebak dalam lingkaran kecanduan yang merusak. Data Kementerian Komunikasi dan Digital, menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, ratusan ribu situs judi telah diblokir, namun jumlah pemain terus meningkat. Mengapa? Masalahnya tidak hanya terletak pada teknologi atau hukum, tetapi pada perilaku manusia yang terdorong oleh mekanisme otak.

Dari kajian Teori Behavioral Addiction diketahui bahwa judi online dapat memicu sistem reward dopamin di otak, terutama pada nucleus accumbens, yang mengaitkan aktivitas tersebut dengan rasa kepuasan instan.

Dari aspek Cognitive Biases, bias seperti illusion of control membuat pemain percaya bahwa mereka dapat memengaruhi hasil judi, meskipun tidak rasional.

Di sinilah Design Thinking, sebagai sebuah metode inovatif dapat menawarkan solusi. Berpijak pada pemahaman mendalam tentang perilaku pengguna dan didukung oleh ilmu neurosains, pendekatan ini tidak hanya mencari solusi teknis, tetapi juga menargetkan akar masalah psikologis dan neurobiologis.

Masalah utama pada kasus judi online dan terus meningkatnya partisipannya antara lain ditengarai bersumber dari beberapa kondisi berikut:

Psikologis: Pemain judol biasanya terjebak dalam pola reward-seeking behavior.

Sosial: Judi online sering kali dipandang sebagai jalan pintas untuk mengatasi masalah ekonomi.

Ekonomi: Iming-iming kemenangan besar membuat individu dengan tekanan finansial lebih rentan untuk tergoda bermain judi online.

Pengentasannya dapat mengacu kepada Teori Motivasi Maslow, di mana banyak pemain judi mencari aktualisasi ekonomi, yang sebenarnya dapat diarahkan ke jalur positif melalui alternatif yang produktif.

Juga dengan pendekatan Self-Determination Theory (SDT), dengan memotivasi individu untuk menggantikan judi dengan aktivitas yang memenuhi kebutuhan otonomi, kompetensi, dan keterhubungan sosial.

Izinkan saya untuk lebih dalam mengelaborasi hal-hal terkait motif pemain senang melakukan judi onlie, atau bahkan judi pada umumnya. Ketika seseorang berjudi, otaknya memproduksi dopamin, zat kimia yang memunculkan rasa puas. Aktivitas ini melibatkan nucleus accumbens dan ventral tegmental area, 2 bagian otak yang bertanggung jawab atas sistem penghargaan. Ketika kemenangan (atau bahkan harapan menang) muncul, otak memperkuat perilaku tersebut, membuat individu terus-menerus kembali untuk mencari kepuasan yang sama.

Namun, seiring waktu, otak membangun toleransi terhadap dopamin, membuat individu membutuhkan dosis yang lebih besar; dalam hal ini, lebih banyak taruhan untuk mendapatkan sensasi yang sama. Hal ini menjelaskan mengapa judi online dapat berkembang menjadi kecanduan atau adiksi. Peran dopamin dan gen DRD4 yang mengatur ekspresi reseptornya jadi berperan penting.

Neurosains juga mengungkapkan peran default mode network (DMN), salience network (SN), dan executive control network (ECN) dalam perilaku perjudian. DMN memicu lamunan dan harapan tentang kemenangan besar, SN memprioritaskan informasi yang menggiurkan (selected intention), sementara ECN, yang seharusnya membantu menahan dorongan impulsif, sering kali menjadi kurang aktif pada individu yang kecanduan/adiksi.

Dengan wawasan dari neurosains, Design Thinking dapat dirancang untuk menargetkan fungsi otak yang terlibat dalam kecanduan judi online. Berikut adalah bagaimana setiap tahap dapat diterapkan:

1. Empathize: Memahami Motivasi Pengguna

Tahap ini melibatkan wawancara mendalam dan observasi untuk memahami alasan orang berjudi. Neurosains menunjukkan bahwa VTA dan nucleus accumbens memainkan peran besar dalam mendorong perilaku pencari penghargaan. Oleh karena itu, memahami pengalaman emosional pengguna, euforia saat menang atau frustrasi saat kalah, dapat menjadi langkah awal untuk merancang program pengendaliannya.

Pendekatan ini juga mencakup analisis sosial, seperti tekanan ekonomi atau isolasi sosial, yang dapat meningkatkan risiko perjudian. Dengan memahami konteks psikososial ini, solusi dapat lebih tepat sasaran.

2. Define: Mengidentifikasi Masalah Inti

Masalah judi online bukan hanya soal akses, tetapi juga ketidakseimbangan neurobiologis. Pada tahap ini, salience network membantu mengidentifikasi pola utama dari data yang dikumpulkan. Masalah inti dapat didefinisikan sebagai:

Kebutuhan akan kepuasan instan (berbasis dopamin).

Minimnya kesadaran akan resiko judi.

Kurangnya akses ke kegiatan alternatif yang produktif.

3. Ideate: Menghasilkan Solusi

Dengan pemahaman ini, tim dapat menghasilkan ide-ide yang menargetkan otak pada level neurobiologis. Beberapa ide mencakup antara lain:

Aplikasi Edukatif, menggunakan gamifikasi untuk menggantikan sensasi kemenangan dari judi dengan aktivitas yang positif.

Kampanye Kesadaran Emosional: Melibatkan narasi pribadi dari mantan penjudi untuk memengaruhi default mode network individu lain, mendorong refleksi terhadap risiko.

Alternatif Rekreasi: Program berbasis komunitas untuk memenuhi kebutuhan sosial dan emosional tanpa melibatkan perjudian.

4. Prototiping: Menciptakan Model Solusi

Pengembangan fitur aplikasi digital: Deteksi Dini Judol, aplikasi yang dapat menganalisis kebiasaan online untuk mendeteksi perilaku beresiko.

Alternatif hiburan seperti game edukasi atau pelatihan keterampilan dan edukasi tentang manajemen keuangan pribadi.

Akses ke layanan konseling gratis bagi individu yang membutuhkan.

Kampanye Sosial dengan menggunakan video pendek emosional dengan narasi dari mantan pemain judi untuk meningkatkan kesadaran tentang dampak buruk judi online.

Program berbasis komunitas untuk memberikan pelatihan kerja bagi individu yang terjebak dalam judi online karena alasan finansial.

Model solusi ini dapat mengoptimalkan peran executive control network dalam hal kemampuan pengguna untuk membuat keputusan rasional.

5. Test: Mengevaluasi Solusi

Solusi diuji pada komunitas kecil yang rentan terhadap judi online. Selama tahap ini, umpan balik dari pengguna dianalisis, dan iterasi dilakukan berdasarkan hasil. Neurosains membantu mengevaluasi keberhasilan solusi melalui perubahan perilaku, misalnya, penurunan frekuensi judi atau peningkatan partisipasi dalam aktivitas alternatif.

Sebenarnya alternatif model solusi yang dapat dikembangkan melalui program DT berbasis neurosains cukup banyak, antara lain:

1. Modulasi pesan subliminal melalui berbagai media sosial
2. Pendekatan nutrigenomik dan epigenetik yang bertujuan untuk menghasilkan jalur pemantik dopamine pathway baru dan memotong mekanisme adiksi yang dipantik oleh judol.
3. Gamifikasi dan membangun model insentif kreatif yang dapat memantik jalur reward otak, dengan model rewardnfinansial yang bersifat produktif seperti fenomena Joget Ayam Sadbor yang viral di TikTok. Banyak hal edukatif, informatif, dan produktif yang dapat dikembangkan dari konsep sejenis joget ayam tersebut. Memajukan produk UMKM dengan model marketing viral ala Sadbor misalnya. Adanya insentif dan unsur kompetisi di berbagai kegiatan kreatif seperti di atas dapat memantik dopamin di jalur yang konstrukrif. Berlomba dagang online dengan produk unggulan lokal misalnya, akan mendorong kompetisi sehat dan bermanfaat.

Akhirul kata, tanpa berpanjang kata pula, kita nantikan apakah Ibu Menteri Komdigi akan berkenan untuk meminta Dr Dhian Hastuti Lestari dan Kang Khemal Andrian turun gunung dan urun rembug untuk mengembangkan model Design Thinking berbasis Neurosains dalam upaya konstruktif untuk mengentaskan permasalah pelik nan rumit perjudian online di tanah air tercinta πŸ™πŸΎπŸ‡²πŸ‡¨πŸ©΅

Daftar Bacaan Lanjut

– Beaty, R. E., Silvia, P. J., & Seli, P. (2018). Creative cognition and brain networks. Trends in Cognitive Sciences, 22(10), 879–890. https://doi.org/10.1016/j.tics.2018.06.009

– Brown, T. (2009). Change by Design: How Design Thinking Creates New Alternatives for Business and Society. HarperBusiness.

– Buckner, R. L., Andrews-Hanna, J. R., & Schacter, D. L. (2008). The brain’s default network: Anatomy, function, and relevance to disease. Annals of the New York Academy of Sciences, 1124(1), 1–38. https://doi.org/10.1196/annals.1440.011

– Cross, N. (2011). Design Thinking: Understanding How Designers Think and Work. Berg.

– Howard-Jones, P. A., Blakemore, S. J., Samuel, E. A., Summers, I. R., & Claxton, G. (2011). The neuroscience of creativity: A review of evidence and applications. Psychological Bulletin, 137(4), 589–617. https://doi.org/10.1037/a0021536

– Kelley, D., & Kelley, T. (2013). Creative Confidence: Unleashing the Creative Potential Within Us All. Crown Business.

– Menon, V., & Uddin, L. Q. (2010). Saliency, switching, attention, and control: A network model of insula function. Brain Structure and Function, 214(5-6), 655–667. https://doi.org/10.1007/s00429-010-0262-0

– Niendam, T. A., Laird, A. R., Ray, K. L., Dean, Y. M., Glahn, D. C., & Carter, C. S. (2012). Meta-analytic evidence for a superordinate cognitive control network subserving diverse executive functions. Cognitive, Affective, & Behavioral Neuroscience, 12(2), 241–268. https://doi.org/10.3758/s13415-011-0083-5

– Raichle, M. E. (2015). The brain’s default mode network. Annual Review of Neuroscience, 38, 433–447. https://doi.org/10.1146/annurev-neuro-071013-014030

– Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2000). Self-determination theory and the facilitation of intrinsic motivation, social development, and well-being. American Psychologist, 55(1), 68–78. https://doi.org/10.1037/0003-066X.55.1.68

– Simon, H. A. (1969). The Sciences of the Artificial. MIT Press.

– Skinner, B. F. (1953). Science and Human Behavior. Macmillan.

– Spreng, R. N., Mar, R. A., & Kim, A. S. (2010). The common neural basis of autobiographical memory, prospection, navigation, theory of mind, and the default mode: A quantitative meta-analysis. Journal of Cognitive Neuroscience, 21(3), 489–510. https://doi.org/10.1162/jocn.2008.21029

Kamu suka? Yuk bagikan tulisan ini.

Similar Posts