Tauhid Nur Azhar

Belajar dari Soto

Salah satu puncak kebahagiaan menjadi manusia Indonesia yang hidup di zona khatulistiwa adalah menikmati pagi yang bersimbah cahaya matahari, sembari menikmati semangkuk soto ayam lengkap dengan ubo rampe rempelo ati.

Itulah ritual pagi yang kerap saya lakukan secara berulang dan telah menjadi konstruksi dari repetisi ekobioritmik sebagai manusia yang bertempat tinggal di sebuah perkampungan kaki bukit di tepian kota bandar raya Samarang yang denyut nadi kehidupannya berpusar di stasiun dan pelabuhan.

Tepat pukul 6 lewat 10 menit, Pak Di kumis sang tukang soto akan mendenting-dentingkan mangkoknya seolah sedang mewarta suatu hal yang teramat penting. Dan sangat penting memang, karena saya yang seusai sholat Subuh sudah mandi dan berganti pakaian untuk bertugas ke FK Undip/RS dr Karyadi, dengan sabar dan sama sekali tak bergeming, telah menantinya dengan sepenuh keriaan hati.

Semangkuk soto yang ting kemepul dengan uap beraroma rempah dan kaldu yang mengepul segera saja Pak Di hantarkan di atas sepiring nampan. Lengkap dengan sambel cabe rawit, kecap, dan 2 tusuk sate yang terdiri dari rempelo ati dan usus ayam. Ibadah kuliner pagi pun saya mulai dengan khusyu’nya.

Jaman mungkin telah berganti seiring dengan waktu yang terus melaju dengan bingkai-bingkai kenangan yang terus berlalu bagaikan frame-frame film yang berlarian, dan kadang berlompatan sejalan dengan semakin banyaknya kenangan dan pengalaman. Tapi soto tetaplah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari banyak fragmen yang terjalin sebagai suatu kisah kehidupan.

Makanan berkuah kaldu, baik ayam ataupun lembu, bisa juga kambing ataupun kerbau, tak tabu pula jika udang dan kerang serta ikan menjadi kaldunya; dapat disebut soto atau sop, karena batas di antara keduanya menurut saya juga tak begitu jelas. Kalau di kampung saya Pak Di adalah urat nadi, maka di kepulauan Riau, Batam tepatnya, ada suatu masa dimana ngopi pagi tak terpisahkan dengan sarapan sop ikan, dan Yongki alias Yong Kee lah salah satu pilihannya.

Bagi yang kangen sop ikan ala Yongki tapi sudah lama belum sempat ke Kepri, izinkan saya melakukan sedikit inovasi dengan mencoba membuat resep kreasi, ala-ala sop ikan yang sudah tersohor ke seantero negeri.

Mari kita mulai dengan berjalan kaki ke pasar, dan carilah serta beli bahan-bahan berikut ini;

200 gr ikan tuna/kakap/ikan tenggiri/ lemadang yang kita minta bersihkan dan potong menjadi fillet oleh pedagangnya,
200 gr cumi-cumi (Loligo vulgaris), minta bersihkan dan buang tintanya , lalu iris melintang.
100 gr udang vanamea
1 ikat sawi. Bersihkan dan buang batangnya, potong-potong pendek.
4 buah tomat hijau belah 2
1 liter air.
1 sendok makan teri medan
1 sendok makan ebi
4 butir kemiri
4 bawang putih
3 sendok makan minyak kelapa.
Siapkan juga,
2 sendok teh kecap ikan
1/2 sendok teh merica/lada bubuk
2 buku jahe
1 sendok teh garam
2 sendok teh gula
1/2 sendok teh kaldu jamur bubuk,
1 sendok teh saus tiram, dan
1/4 sendok teh minyak wijen.

Siapkan wok, isi dengan air, rebus kepala & kulit udang sampai mendidih, tambahkan saus tiram dan bumbu jamur secukupnya. Saring kaldu, dan siapkan bumbu-bumbu yang perlu ditumis terlebih dahulu.
Untuk itu panaskan wajan. Beri minyak, goreng kemiri, bawang putih, ebi dan teri Medan hingga kuning. Angkat lalu haluskan dengan ulekan.

Masukkan bumbu ulek dan cumi, masak 5 menit di atas api sedang bersama larutan kaldu kepala udang yang sudah kita siapkan, lalu masukkanlah ikan, garam, gula, lada, kaldu jamur bubuk, kecap ikan, dan saos tiram, serta jahe yang telah dimemarkan. Masak hingga potongan daging ikan dan cumi matang, lalu masukkan udang, yang diikuti daun Sawi, dan terakhir setelah api dimatikan, bubuhi minyak wijen sebanyak 1/4 sendok teh.

Demikianlah resep modifikasi yang kalau dimasak dan disruput di saat-saat musim hujan seperti sekarang ini, rasanya selain hangat tentu saja lezat, dan juga nikmat, serta semoga sehat. Mungkin besok kita berbagi juga soal resep soto santan ya, hari ini sop seafood dulu. Dan soal soto yang akan kita bahas adalah sejarah dan jenis-jenisnya ya.

Soto adalah salah satu kuliner khas Indonesia yang memiliki akar sejarah panjang. Soto diyakini merupakan adaptasi kuliner lokal dari tradisi Tionghoa, yang kemudian disesuaikan dengan cita rasa Nusantara. Kata soto sendiri, kemungkinan berasal dari istilah Tionghoa caudo (早頭) yang merujuk pada makanan berkuah.

Soto pertama kali muncul di wilayah pesisir seperti Semarang dan Surabaya, tempat interaksi budaya Tionghoa, Melayu, Arab, dan Jawa berkembang pesat pada abad ke-19, dan menurut ahli gastronomi Fadly Rahman (2016), soto awalnya adalah hidangan rakyat yang merakyat dan mudah diakses oleh kelas pekerja. Seiring waktu, setiap daerah mengembangkan variasi soto dengan bahan lokal dan bumbu khas, mencerminkan keragaman budaya Indonesia.

Soto merupakan representasi teori kuliner terroir, yaitu bagaimana hidangan mencerminkan lingkungan geografis, budaya, dan sejarah suatu tempat. Variasi soto mencerminkan adaptasi lokal terhadap bahan, teknik memasak, dan preferensi rasa. Ahli kuliner seperti Massimo Montanari (2012) menekankan bahwa makanan adalah identitas budaya yang terus berkembang.

Maka tak heran jika di Indonesia kita dapat menjumpai beraneka jenis soto, seperti antara lain; soto Betawi, Soto Banjar, Soto Lamongan, Soto Bandung, Soto Padang, dan Coto Makassar. Hidangan seperti Kaledo di Palu atau Pallubasa di Sulawesi Selatan, sebenarnya juga bisa terkategori sebagai soto atau sop juga ya.

Dari aspek kandungan nutrisi kita ambil contoh soto Betawi ya, yang kerap ditakuti karena punya kandungan kolesterol dan purin yang tinggi; selain dari jeroan juga dari emping yang merupakan makanan pendampingnya.

Kandungan nutrisi dalam semangkuk Soto Betawi juga ditentukan dengan pilihan materi kuahnya, mau santan atau susu ?

Santan memiliki kandungan kalori 57 kkal/30 ml, dengan lemak jenuh dominan (4-5 g/30 ml), vitamin E, zat besi, dan magnesium. Sedangkan susu kandungan kalorinya berkisar antara 60-80 kkal/100 ml, tergantung jenis susunya. Kandungan protein pada susu adalah 3-4 g/100 ml.

Sementara analisis isi atau kandungan nutrisi dari komponen utama Soto Betawi adalah sebagai berikut; daging sapi (opsional) dengan kalori 250 kkal/100 g (tergantung jenis potongan dagingnya), protein 26 g/100 g (yang merupakansumber asam amino esensial), lemak 15-20 g (tergantung kandungan lemak dalam potongan daging atau jeroan), zat besi/Fe yang mendukung pembentukan hemoglobin, vitamin B; terutama B12 yang penting untuk fungsi syaraf dan produksi energi.

Sedangkan jika Soto Betawi kita dalam satu mangkuk lebih didominasi oleh jeroan maka kandungan nutrisinya dalam satu mangkuk, kurang lebih sebagaimana berikut; kalori: 100-150 kkal/100 g (bergantung jenis jeroan, misalnya hati, paru, atau babat), kolesterol: 200-300 mg/100 g, penting untuk proses sintesis hormon tetapi juga beberapa implikasi jika berlebihan dikonsumsi.

Bahan penyerta seperti kentang juga memiliki kontribusi dalam orkestrasi komposisi nutrisi Soto Betawi, Kentang memberi kalori: 77 kkal/100 g, karbohidrat: 17 g/100 g (sumber energi), serat: 2.2 g/100 g (untuk mendukung kesehatan dan optimasi ekosistem pencernaan), vitamin C dan Kalium yang mendukung sistem imun dan keseimbangan cairan tubuh.

Lalu masih di dalam Soto Betawi juga, kita bisa temukan potongan tomat, dengan komposisi nutrisi sebagai berikut; kalori 18 kkal/100 g, zat aktif Likopen yang merupakan antioksidan kuat dan dapat melindungi dari kerusakan oksidatif, vitamin A, C, dan K yang penting untuk kesehatan mata, sistem imunitas, dan pembekuan darah. Total serat dalam tomat adalah 1.2 g/100 g.

Bumbu dan rempah-rempah dalam Soto Betawi memiliki kandungan dari beberapa jenis rimpang dan rempah seperti kunyit yang kaya akan Kurkumin dengan sifat anti inflamasi dan antioksidannya, bawang putih dengan kandungan Allicin yang punya efek antimikroba, dan memiliki dampak konstruktif pada sistem kardiovaskuler. Lalu ada Jahe dengan kangingero gingerol nya yang dapat meningkatkan efektivitas fungsi pencernaan, anti mual. Juga ada Lada dan kayu manis yang memiliki kandungan antioksidan dan sangat baik bagi metabolisme tubuh.

Pertanyaan utama yang menjadi inti tesis tulisan ini adalah mengapa proses makan itu menjadi penting. Terlepas dari apa yang menjadi pilihan makanan ya, bisa sop ikan, Soto, ataupun mungkin sejenis jajanan seperti klepon, onde-onde dan berbagai jenis penganan ringan yang tak ringan sebenarnya, karena mengandung karbohidrat cukup tinggi dari bahan utamanya (tepung beras).

Makan dan energi juga karbohidrat dan kalori adalah suatu petualangan siklikal yang melibatkan banyak proses dan tahapan serta komponen dan elemen sert reaksi biokimia yang seru sekali. Bicara soal energi, kita mulai dari soal proses glikolisis yang segera terjadi setelah semangkuk Soto Betawi dan sepiring nasi kita konsumsi ya.

Glikolisis adalah proses metabolisme utama yang terjadi di sitoplasma sel, di mana satu molekul glukosa (C₆H₁₂O₆) dipecah menjadi dua molekul asam piruvat (C₃H₄O₃). Proses ini tidak membutuhkan oksigen (anaerob) dan menghasilkan ATP serta NADH. Glikolisis terdiri dari 10 langkah enzimatik yang dapat dibagi menjadi dua fase utama, yaitu; Fase Investasi Energi, di mana pada fase ini, energi dalam bentuk ATP diinvestasikan untuk mempersiapkan glukosa dipecah menjadi dua molekul 3-karbon, yang dimulai dari;

Fosforilasi Glukosa (Langkah 1)

Enzim: Heksokinase
Reaksi: Glukosa + ATP → Glukosa-6-fosfat (G6P) + ADP

Tujuan: Menjebak glukosa dalam sel melalui penambahan fosfat.

Isomerisasi (Langkah 2)

Enzim: Fosfoglukoisomerase
Reaksi: Glukosa-6-fosfat → Fruktosa-6-fosfat (F6P)

Tujuan: Mengubah bentuk glukosa menjadi fruktosa untuk memudahkan reaksi berikutnya.

Fosforilasi Kedua (Langkah 3)

Enzim: Fosfofruktokinase-1 (PFK-1)

Reaksi: Fruktosa-6-fosfat + ATP → Fruktosa-1,6-bifosfat (F1,6BP) + ADP

Tujuan: Menambahkan fosfat kedua, menjadikan molekul lebih reaktif.

Pemecahan (Langkah 4)

Enzim: Aldolase
Reaksi: Fruktosa-1,6-bifosfat → Dihidroksiaseton Fosfat (DHAP) + Gliseraldehida-3-fosfat (G3P)

Tujuan: Memecah molekul 6-karbon menjadi dua molekul 3-karbon.

Isomerisasi DHAP (Langkah 5)

Enzim: Triosa Fosfat Isomerase
Reaksi: DHAP → Gliseraldehida-3-fosfat (G3P)

Tujuan: Mengonversi DHAP menjadi bentuk yang dapat diproses lebih lanjut.

Fase Pembayaran Energi

Fase ini menghasilkan ATP dan NADH melalui oksidasi G3P. Setiap molekul glukosa menghasilkan dua molekul G3P, sehingga setiap reaksi diulang dua kali. Berikut tahapan reaksinya;

Oksidasi dan Fosforilasi (Langkah 6)

Enzim: Gliseraldehida-3-fosfat Dehidrogenase
Reaksi: G3P + NAD⁺ + Pi → 1,3-bifosfogliserat (1,3BPG) + NADH

Tujuan: Menghasilkan NADH sebagai molekul pembawa elektron.

Sintesis ATP Pertama (Langkah 7)

Enzim: Fosfogliserat Kinase
Reaksi: 1,3BPG + ADP → 3-fosfogliserat (3PG) + ATP

Tujuan: Transfer fosfat menghasilkan ATP pertama melalui fosforilasi tingkat substrat.

Isomerisasi (Langkah 8)

Enzim: Fosfogliserat Mutase
Reaksi: 3PG → 2-fosfogliserat (2PG)

Tujuan: Menyiapkan molekul untuk tahap dehidrasi.

Dehidrasi (Langkah 9)

Enzim: Enolase
Reaksi: 2PG → Fosfoenolpiruvat (PEP) + H₂O

Tujuan: Menghasilkan molekul berenergi tinggi (PEP).

Sintesis ATP Kedua (Langkah 10)

Enzim: Piruvat Kinase
Reaksi: PEP + ADP → Piruvat + ATP

Tujuan: Menghasilkan ATP kedua melalui fosforilasi tingkat substrat.

Dari satu molekul glukosa, glikolisis menghasilkan 2 molekul ATP:

> Catatan: Glikolisis menggunakan 2 ATP di fase awal, tetapi menghasilkan 4 ATP di fase akhir, sehingga ATP netto adalah 2 molekul.

Fate of Pyruvate (Lanjutan Glikolisis)

Setelah glikolisis, piruvat dapat memasuki jalur metabolisme yang berbeda, tergantung pada ketersediaan oksigen:

1. Kondisi Aerobik: Piruvat dioksidasi menjadi asetil-KoA, memasuki siklus Krebs untuk menghasilkan lebih banyak energi.

2. Kondisi Anaerobik: Piruvat diubah menjadi laktat (fermentasi laktat) atau etanol (fermentasi alkohol).

ATP yang dihasilkan digunakan oleh sel untuk mendukung fungsi vital seperti kontraksi otot, transpor aktif ion, dan sintesis biomolekul. Glikolisis adalah langkah awal esensial dalam metabolisme energi untuk semua makhluk hidup.

Mekanisme lanjutan di organela Mitokondria pasca proses glikolisis dikenal sebagai Siklus Kreb. Di mana siklus Krebs, yang juga dikenal sebagai siklus asam sitrat atau siklus TCA (Tricarboxylic Acid Cycle), adalah jalur metabolisme yang terjadi di mitokondria sel eukariotik. Siklus ini berperan dalam menghasilkan molekul energi (ATP, NADH, dan FADH₂) dari oksidasi asetil-KoA.

Siklus ini merupakan langkah lanjutan dari glikolisis (melalui asetil-KoA) dan merupakan bagian dari respirasi sel aerobik.
Langkah-langkah siklikal fungsionalnya dimulai dari;

Persiapan: Pembentukan Asetil-KoA

Sebelum memasuki siklus Krebs, piruvat (hasil glikolisis) diubah menjadi asetil-KoA melalui proses dekarboksilasi oksidatif.

Enzim: Kompleks Piruvat Dehidrogenase.
Reaksi:
Piruvat + NAD⁺ + KoA → Asetil-KoA + NADH + CO₂.

Asetil-KoA kemudian memasuki siklus Krebs.

Tahapan Siklus Krebs

Siklus Krebs terdiri dari 8 langkah enzimatik. Satu putaran siklus dimulai dengan penggabungan asetil-KoA (2 karbon) dengan oksaloasetat (4 karbon) untuk membentuk sitrat (6 karbon).

Langkah 1: Kondensasi

Reaksi:
Asetil-KoA + Oksaloasetat → Sitrat (6C).
Enzim: Sitrat Sintase.

Tujuan: Membentuk molekul pertama, yaitu sitrat.

Langkah 2: Isomerisasi

Reaksi:
Sitrat → Isositrat.
Enzim: Aconitase.

Tujuan: Mengubah struktur molekul untuk reaksi berikutnya.

Langkah 3: Dekarboksilasi Oksidatif Pertama

Reaksi:
Isositrat + NAD⁺ → α-Ketoglutarat + NADH + CO₂.
Enzim: Isositrat Dehidrogenase.

Tujuan: Menghasilkan NADH dan membuang satu atom karbon sebagai CO₂.

Langkah 4: Dekarboksilasi Oksidatif Kedua

Reaksi:
α-Ketoglutarat + NAD⁺ + KoA → Succinil-KoA + NADH + CO₂.
Enzim: α-Ketoglutarat Dehidrogenase.

Tujuan: Menghasilkan NADH kedua dan membuang karbon terakhir dari asetil-KoA sebagai CO₂.

Langkah 5: Fosforilasi Tingkat Substrat

Reaksi:
Succinil-KoA + GDP + Pi → Suksinat + GTP + KoA.
(GTP dapat dikonversi menjadi ATP.)
Enzim: Succinil-KoA Synthetase.

Tujuan: Menghasilkan molekul energi GTP (yang setara dengan ATP).

Langkah 6: Oksidasi

Reaksi:
Suksinat + FAD → Fumarat + FADH₂.
Enzim: Suksinat Dehidrogenase.

Tujuan: Menghasilkan FADH₂ yang akan digunakan dalam rantai transport elektron.

Langkah 7: Hidrasi

Reaksi:
Fumarat + H₂O → Malat.
Enzim: Fumarase.

Tujuan: Menambahkan molekul air untuk membentuk malat.

Langkah 8: Oksidasi Malat

Reaksi:
Malat + NAD⁺ → Oksaloasetat + NADH.
Enzim: Malat Dehidrogenase.

Tujuan: Menghasilkan NADH terakhir dan meregenerasi oksaloasetat untuk memulai siklus baru.

Dari satu molekul asetil-KoA, siklus Krebs menghasilkan:

> Karena satu molekul glukosa menghasilkan dua molekul asetil-KoA, hasil total per molekul glukosa adalah dua kali lipat NADH.

Peran Siklus Krebs dalam netabolisme sangat penting, yaitu sebagai;

1. Produksi Energi: NADH dan FADH₂ mengalirkan elektron ke rantai transport elektron, menghasilkan ATP melalui fosforilasi oksidatif.

2. Biosintesis: Intermediat siklus seperti α-ketoglutarat dan oksaloasetat digunakan untuk sintesis asam amino dan nukleotida.

3. Hubungan Antar Metabolisme: Siklus Krebs mengintegrasikan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.

Hubungan dengan Rantai Transport Elektron

NADH dan FADH₂ yang dihasilkan dari siklus Krebs memberikan elektron ke rantai transport elektron di membran dalam mitokondria. Proses ini menghasilkan potensi elektrokimia yang digunakan untuk mensintesis ATP secara efisien.

Siklus Krebs adalah inti dari metabolisme energi yang mendukung kehidupan seluler, dengan efisiensi tinggi dalam mengubah molekul organik menjadi energi kimia.

Energi selain dari glikolisis dan siklus Krebs, juga dapat dihasilkan dari metabolisme lemak dan protein. Tapi setelah kita bahas di atas tentang glikolisis dan siklus Krebs yang berangkat dari semangkuk Soto Betawi, tampaknya kita perlu mengetahui terlebih dahulu konsep dasar metabolisme ya.

Metabolisme adalah rangkaian proses biokimia yang terjadi di dalam organisme hidup untuk menghasilkan energi dan membangun molekul penting bagi kehidupan. Metabolisme terdiri dari dua jalur utama;

1. Katabolisme: Proses pemecahan molekul kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana, disertai pelepasan energi.

2. Anabolisme: Proses penyusunan molekul kompleks dari molekul sederhana, membutuhkan energi.

Katabolisme adalah proses degradasi molekul besar, seperti karbohidrat, lemak, dan protein, menjadi molekul kecil yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Proses ini menghasilkan energi dalam bentuk ATP dan senyawa energi tinggi lain, seperti NADH dan FADH₂.

Contoh mekanisme Katabolisme antara lain adalah;

1. Katabolisme Karbohidrat:

Glikolisis: Glukosa dipecah menjadi asam piruvat, menghasilkan ATP dan NADH.

Siklus Krebs: Asetil-KoA dioksidasi menjadi CO₂, menghasilkan NADH dan FADH₂.

Fosforilasi Oksidatif: NADH dan FADH₂ diubah menjadi ATP di rantai transport elektron.

2. Katabolisme Lemak:

Lipolisis: Trigliserida dipecah menjadi asam lemak bebas dan gliserol.

Beta-oksidasi: Asam lemak dipecah menjadi asetil-KoA, menghasilkan NADH dan FADH₂.

3. Katabolisme Protein:

Protein dipecah menjadi asam amino. Asam amino dapat dimetabolisme melalui deaminasi dan diubah menjadi piruvat, asetil-KoA, atau senyawa lain dalam siklus Krebs.

Hasil akhir katabolisme adalah energi (ATP) yang digunakan untuk aktivitas sel, dan produknya adalah CO₂, H₂O, dan NH₃ (dari protein).

Sedangkan Anabolisme adalah proses sintesis molekul besar dan kompleks dari molekul kecil, yang membutuhkan energi. Energi ini biasanya berasal dari ATP yang dihasilkan selama katabolisme.

Contoh mekanisme anabolisme antara lain adalah sebagai berikut;

1. Sintesis Karbohidrat (Gluconeogenesis):

Proses pembentukan glukosa dari prekursor non-karbohidrat seperti asam laktat, gliserol, atau asam amino.

Contoh: Glukosa disintesis di hati untuk menjaga kadar gula darah.

2. Sintesis Lemak (Lipogenesis):

Asam lemak disintesis dari asetil-KoA dan digabungkan dengan gliserol menjadi trigliserida untuk disimpan di jaringan adiposa.

3. Sintesis Protein:

Asam amino digunakan untuk membentuk protein baru melalui proses translasi di ribosom.

4. Sintesis Nukleotida:

Nukleotida purin dan pirimidin disintesis dari prekursor sederhana seperti ribosa-5-fosfat.

Hasil akhir dari proses anabolisme antara lain adalah beberapa jenis nolekul kompleks seperti protein, lipid, glikogen, DNA, RNA, yang berfungsi sebagai penyimpanan energi, pemeliharaan struktur tubuh, dan regenerasi sel.

Metabolisme katabolik dan anabolik saling terhubung melalui penggunaan dan produksi energi. Proses jatabolisme menghasilkan ATP dengan memecah molekul kompleks. Sedangkan proses anabolisme menggunakan ATP untuk membangun molekul kompleks.

Pada Koenzim (NADH/FADH₂/NADPH), katabolisme menghasilkan NADH dan FADH₂ sebagai pembawa elektron. Sedangkan anabolisme menggunakan NADPH untuk reduksi dalam biosintesis. Molekul seperti piruvat, asetil-KoA, dan oksaloasetat digunakan dalam kedua jalur.

Regulasi metabolisme memastikan keseimbangan antara katabolisme dan anabolisme, tergantung pada kebutuhan energi organisme. Regulasi dilakukan melalui aktivitas
Hormonal, seperti peran insulin yang dapat merangsang anabolisme (sintesis glikogen, lipid, dan protein). Lalu ada glukagon dan Epinefrin yang dapat menstimulus katabolisme (pemecahan glikogen dan lemak).

Peran enzim dalam proses metabolisme, baik katabolisme maupun anabolisme, sangat penting. Aktivitas enzim dapat diatur melalui modifikasi kovalen (fosforilasi) atau alosterik. Konsentrasi molekul seperti glukosa dan asam lemak menentukan jalur metabolik yang aktif. Dimana pera katabolisme akan dapat memastikan bahwa tubuh memiliki energi yang cukup untuk aktivitas seluler, dan juga menyediakan prekursor metabolik untuk anabolisme.

Sedangkan jalur anabolisme bertujuan untuk memastikan bahwa tubuh memiliki molekul struktural dan fungsional yang diperlukan untuk pertumbuhan, perbaikan, dan reproduksi.

Kembali ke persoalan Soto Betawi, kita kerap khawatir dengan 2 hal: kandungan lemak yang dapat memicu kenaikan kadar kolesterol total, trigliserida, dan fraksi LDL darah, serta kandungan purin yang dapat memantik kasus Gout atau asam urat. Maka elok kiranya jika kita pelajari sekalian, metabolisme lemak dan purin ya.

Metabolisme lemak melibatkan proses pencernaan, penyerapan, transportasi, dan penggunaan lemak untuk menghasilkan energi atau disimpan dalam tubuh. Lemak dari makanan, yang sebagian besar berupa trigliserida, mengalami pemecahan enzimatik sebelum dapat dimanfaatkan tubuh. Berikut adalah tahapan metabolisme lemak secara rinci;

1. *Pencernaan Lemak*

a. Pencernaan di Mulut dan Lambung

Enzim: Lipase lingual (mulut) dan lipase lambung (lambung).
Fungsi: Memulai hidrolisis trigliserida menjadi asam lemak rantai pendek dan diasilgliserol.

b. Pencernaan di Usus Halus

Lemak mencapai usus halus sebagai globul besar yang tidak larut dalam air.

Proses Emulsifikasi:

Empedu: Diproduksi oleh hati dan disekresikan ke usus halus. Garam empedu memecah globul lemak menjadi misel yang lebih kecil.

Tujuan: Memperluas area permukaan lemak agar lebih mudah dihidrolisis enzim.
Enzim Utama: Lipase pankreas yang menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas monogliserida.

2. Penyerapan Lemak

Setelah dicerna, produk lemak diserap di usus halus:

Proses Penyerapan:

Monogliserida dan asam lemak bebas masuk ke enterosit (sel usus) melalui difusi pasif atau transport protein. Di dalam enterosit, trigliserida disintesis ulang. Trigliserida digabungkan dengan kolesterol, fosfolipid, dan protein untuk membentuk kilomikron.

Kilomikron adalah lipoprotein besar yang berfungsi sebagai pengangkut trigliserida dalam darah dan getah bening.

3. Transportasi Lemak

Kilomikron dilepaskan ke sistem limfatik dan kemudian ke aliran darah. Kilomikron melepaskan trigliserida ke jaringan adiposa, otot, dan hati melalui aksi enzim lipoprotein lipase (LPL). Setelah kilomikron habis trigliseridanya, lemak dibawa oleh lipoprotein lain seperti VLDL (Very Low-Density Lipoprotein) yang bertugas engangkut trigliserida dari hati ke jaringan. LDL (Low-Density Lipoprotein) membawa kolesterol ke jaringan, dan HDL (High-Density Lipoprotein): mengangkut kolesterol dari jaringan kembali ke hati.

4. Penggunaan Lemak untuk Energi

Lemak yang telah mencapai jaringan dapat digunakan untuk energi melalui proses berikut:

a. Lipolisis

Pemecahan trigliserida yang disimpan di jaringan adiposa menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi dikatalis oleh enzim Lipase hormon-sensitif (HSL). Lipolisis reaksinya dipantik oleh Epinefrin, norepinefrin, glukagon serta diinhibisi (dihambat) oleh InsuliOksidas

b. Beta-Oksidasi

Asam lemak bebas dioksidasi di mitokondria menjadi asetil-KoA oleh enzim asil-KoA sintetase. Asil-KoA masuk ke mitokondria dengan bantuan karnitin (karnitin shuttle). Kemudian Asil-KoA dipecah menjadi asetil-KoA melalui siklus beta-oksidasi, menghasilkan NADH dan FADH₂. Asetil-KoA memasuki siklus Krebs untuk menghasilkan energi lebih lanjut, dimana NADH dan FADH₂ menghasilkan ATP melalui rantai transport elektron.

Setiap molekul asam lemak menghasilkan NADH dan FADH₂ dari mekanisme beta oksidasi, dan menghasilkan ATP dari asetil-koA di siklus Krebs.

Lemak memberikan energi lebih besar (9 kkal/g) dibandingkan karbohidrat (4 kkal/g). Lemak yang tidak digunakan langsung untuk energi disimpan di jaringan adiposa dalam bentuk trigliserida. Sementara hormon Insulin dapat meningkatkan sintesis trigliserida dari glukosa dan asam lemak bebas.

Ketika kebutuhan energi meningkat (sakit atau olahraga), asam lemak bebas dari lipolisis di jaringan adiposa digunakan sebagai sumber energi utama.

Saat kadar glukosa rendah, asetil-KoA dari beta-oksidasi digunakan untuk sintesis badan keton di hati. Badan keton digunakan oleh otak, otot, dan organ lain sebagai sumber energi alternatif.

Mari kita bahas soal purin yang biasa didapatkan dari asupan nutrisi seperti jeroan dan juga emping yang ada di Soto Betawi, juga karena kerusakan sel-sel di seluruh tubuh yang mengalami peradangan/inflamasi dapat mendorong terjadinya sintesis purin secara *de novo*. Metabolisme purin adalah serangkaian proses biokimia yang mengatur sintesis, penggunaan, dan degradasi nukleotida purin seperti adenosin (A) dan guanin (G). Nukleotida purin adalah komponen penting dari DNA, RNA, ATP, GTP, NAD⁺, FAD, dan koenzim lainnya. Metabolisme purin terdiri dari tiga aspek utama; Sintesis Purin de Novo, dimana proses ini terjadi di sitoplasma dan menghasilkan nukleotida purin dari prekursor molekuler sederhana seperti asam amino, karbon dioksida, dan fosfat. Langkah-langkah dal *lSintesis de Novo:

1. Pembentukan PRPP (5-Phosphoribosyl-1-pyrophosphate):

Enzim: PRPP Synthetase.
Reaksi: Ribosa-5-fosfat + ATP → PRPP + AMP.

Tujuan: PRPP adalah substrat utama untuk sintesis purin.

2. Pembentukan Inosin Monofosfat (IMP):

PRPP bergabung dengan glutamin untuk membentuk fosforibosilamina. Reaksi ini melibatkan banyak langkah dengan kontribusi dari glisin, aspartat, formil THF (tetrahidrofolat), dan CO₂.

IMP adalah purin pertama yang terbentuk dan merupakan prekursor untuk adenosin monofosfat (AMP) dan guanosin monofosfat (GMP).

3. Sintesis AMP dan GMP dari IMP:

AMP: IMP → Adenilosuksinat → AMP (menggunakan GTP).
GMP: IMP → Xantosin monofosfat (XMP) → GMP (menggunakan ATP).

Enzim PRPP Synthetase dan Amidofosforibosil Transferase sdalah langkah yang dikontrol secara ketat oleh umpan balik negatif dari AMP, GMP, dan IMP.

Salvage Pathway

Salvage patahnya memungkinkan sel untuk menghemat energi dengan mendaur ulang purin dari degradasi DNA/RNA atau dari sumber makanan. Proses ini menggunakan basa purin bebas (adenin, guanin, hipoksantin) untuk membentuk kembali nukleotida purin. Reaksi utama dari Salvage Pathway adalah ;

1. Hipoksantin dan Guanin → IMP dan GMP
Enzim: Hypoxanthine-Guanine Phosphoribosyltransferase (HGPRT).
Reaksi:
Hipoksantin + PRPP → IMP
Guanin + PRPP → GMP.

2. Adenin → AMP*l
Enzim: Adenine Phosphoribosyltransferase (APRT).
Reaksi:
Adenin + PRPP → AMP.

Gangguan pada Salvage Pathway:

Defisiensi enzim HGPRT menyebabkan sindrom Lesch-Nyhan, ditandai dengan akumulasi asam urat, gout, dan gangguan neurologis.

Degradasi Purin

Proses ini memecah purin menjadi asam urat, yang kemudian diekskresikan melalui urin. Langkah-langkah dalam proses degradasi purin antara lain adalah;

1. Adenosin dan Guanosin
AMP → Adenosin → Inosin → Hipoksantin.
GMP → Guanosin → Guanin → Xantin.

2. Pembentukan Asam Urat:
Hipoksantin → Xantin → Asam Urat.
Enzim: Xantin Oksidase.

Ekskresi Asam Urat:

Pada manusia, asam urat adalah produk akhir dari degradasi purin karena kekurangan enzim urikase (yang mengubah asam urat menjadi allantoin pada hewan).

Gangguan pada Degradasi Purin antara lain dapat mengakibatkan Hiperurisemia (Asam Urat Tinggi), dimana terjadi akumulasi asam urat di darah, menyebabkan gout (radang sendi akibat kristal asam urat). Sementara Defisiensi Adenosin Deaminase (ADA) dapat menghambat degradasi adenosin, menyebabkan gangguan imun seperti SCID (Severe Combined Immunodeficiency).

Maka dari persoalan soto dan sop ikan di atas ternyata dapat membuat kita belajar banyak dan melihat bahwa mekanisme fisiologi dan biokimia di dalam tubuh kita itu sedemikian kompleksnya, sekaligus juga memiliki korelasi dan asosiasi nan harmonis dengan berbagai elemen yang berasal dari lingkungan atau habitat kita, termasuk bahan pangan dan makanan tentu saja. Maka setiap elemen di alam ini sepertinya memang memiliki pola dan sistem dengan tingkat keteraturan yang presisi selaras dengan setiap fungsi yang akan mengelola dan menanganinya agar segenap potensi dapat teroptimasi bukan?

Mari bersama kita renungkan sambil menyeruput Soto Betawi kuah santan panas yang terasa pas di saat dingin dan hujan datang menuntas rindu dengan ikhlas.

🙏🏾🇲🇨🩵

Kamu suka? Yuk bagikan tulisan ini.

Similar Posts