Berkenalan dengan Sate Ambal dan Rasa Umami
Pada suatu perjalanan kereta api, seingat saya Lodaya Pagi yang berangkat dari stasiun Bandung menuju stasiun akhir Solo Balapan, seperti biasa saya yang langsung memelototi deretan menu Rail Food di aplikasi Access, tak sengaja bersirobok pandang dengan satu menu yang baru pernah saya lihat.
Menu yang tak pernah ada dalam perjalanan kereta saya sebelumnya, menu itu bernama unik: Sate Ambal khas Keboemen, demikian tertulis di daftar menu pagi itu. Saya bahkan tak menambahkan atau menguranginya, ejaan Kebumennya pun masih menggunakan ejaan lama.
Tentu saja saya langsung memesannya dong, bersama dengan Mangut Lele Girli alias pinggir kali Kutoarjo dan Bakmie Kadin Jogjakarta. Andai perjalanan KA ini adalah Argo Wilis yang bertujuan akhir stasiun Surabaya Gubeng, maka saya akan memesan juga nasi Pecel Madiun Yu Gembrot yang akan diangkut dari stasiun Madiun.
Sate Ambal khas Keboemen semula diperkenalkan oleh Bapak Sabar Wiryo Taruno dari desa Ambalresmi Kabupaten Kebumen. Pada awalnya sate itu dijual dengan cara berkeliling menggunakan pikulan. Sampai saat ini telah menjadi ikon Kebumen, mirip dengan sejarah Nasi Gandul Pati yahh berasal dari desa Gajah Mati Pati kota.
Sate Ambal punya keistimewaan karena dagingnya dimarinasi dengan menggunakan 12 rempah dasar masakan Jawa. Bumbu cair hasil marinasi yang telah bercampur dengan cairan daging yang direndam dan mengalami sitolisis, digunakan sebagai campuran bumbu dressing nya, yaitu tempe yang diulek.
Tak heran capaian kadar kelezatan sate ini sangat tinggi, karena kandungan molekul atau asam amino umami di tempe dan saripati daging dan bumbu yang kaya glutamat, terpadu sempurna dalam orkestrasi bumbu saus tempe yang menemani daging gurih terkaramelisasi karena sudah dibakar di atas arang.
Reaksi karamelisasi adalah reaksi yang terjadi karena pemanasan gula pada temperatur di atas titik cairnya yang akan menghasilkan perubahan warna menjadi warna gelap sampai coklat (Tranggono dan Sutardi, 1989). Sumber gula bisa berasal dari gula aren ataupun dari kecap yang memiliki rantai sakarida karena proses fermentasi.
Rasa lezat gula yang terkaramelisasi akan meningkat jika terjadi reaksi silang dengan beberapa jenis asam amino yang turut dipanaskan. Asam amino itu berasal dari daging, dan juga tempe. Reaksi ini dikenal sebagai rekasi Maillard adalah reaksi yang terjadi antara asam amino dengan gula pereduksi apabila dipanaskan bersama-sama.
Reaksi ini menghasilkan senyawa baru, yang disebut produk reaksi Maillard (MRPs), yang memiliki warna dan rasa yang unik.
Reaksi Maillard sangat penting dalam pembentukan citarasa dan warna pada berbagai olahan pangan, seperti memanggang ikan, sate, barbeque, steak, dan juga roti, termasuk produk pastry tentu saja.
Reaksi Maillard terjadi melalui tiga tahap utama yaitu kondensasi awal, dimana gugus karbonil karbohidrat terkondensasi dengan amina.
Diikuti pembentukan produk Amadori, dimana serangkaian reaksi dimana produk amadori bereaksi untuk membentuk senyawa furfural, redukton, dan produk degradasi.
Reaksi Maillard sendiri berlangsung cepat pada suasana alkalis dan dalam bentuk larutan. Pada kadar air bahan 13% sudah terjadi pencokelatan. Soto dan semur adalah contoh reaksi Maillard dalam kondisi cair.
Selain warna dan aroma khasnya, yang kerap kita jumpai dalam proses ngabeuleum atau memanggang lauk/ikan, sate, ketan/ulen, dan huwi atau ubi rambat, reaksi Maillard dan karamelisasi tampaknya membantu proses peningkatan sensitivitas terhadap sensasi umami.
Umami yang kerap kali dikaitkan dengan molekul monosodium glutamat (MSG), adalah rasa dasar kelima dalam makanan, selain manis, asin, asam, dan pahit.
Dalam bahasa Jepang, umami berarti rasa gurih yang nikmat. Rasa umami sering digambarkan sebagai kelezatan daging dan gurih yang memperdalam rasa.
Rasa umami dapat diperoleh secara alami dari berbagai macam bahan makanan, seperti:
Kaldu (ayam, daging sapi, daging babi, atau ikan), kerang, udang, kecap ikan, mecap asin, kecap inggris, rumput laut atau nori, tomat, bawang putih, asparagus, jamur, miso, tauco, keju, santan kelapa, terasi, dll.
Rasa umami pertama kali diidentifikasi secara ilmiah pada tahun 1908 oleh Kikunae Ikeda, seorang profesor dari Tokyo Imperial University. Ia memperhatikan rasa kuah sop kombu berbeda-beda, yaitu manis, asam, pahit, dan asin, dan menamakannya umami.
Sebagai bagian dari proses kimia dalam mekanisme memasak yang berubah secara revolusioner setelah ditemukannya api, optimasi rasa umami telah menjadi bagian dari obsesi para koki.
Berawal dari eksplorasi rasa di sudut dapur para koki elit yang menginisiasi lahirnya komunitas saintis makanan dalam ranah baru yang disebut gastronomi, pada akhir era 1800-an, Chef Auguste Escoffier, yang membuka restoran mahal nan revolusioner di Paris menciptakan hidangan yang menggabungkan sensasi umami dengan rasa asin, asam, manis, dan pahit.
Namun, Escoffier tidak mengetahui sumber atau zat kimia dari rasa unik ini. Umami baru diidentifikasi secara tepat pada tahun 1908 oleh ilmuwan Kikunae Ikeda, seorang guru besar di Universitas Imperial Tokyo.
Ikeda menemukan bahwa glutamat adalah penyebab lezatnya kaldu dari ganggang laut kombu. Ikeda mengamati dan memperhatikan bahwa rasa kombu dashi berbeda dari rasa manis, asam, pahit, dan asin dan menamainya umami.
Kemudian, seorang asisten penelitian Prof Ikeda yang bernama Shintaro Kodama, menemukan pada tahun 1913 bahwa serutan bonito (tuna) kering juga mengandung bahan umami. Bahan ini adalah IMP ribonukleotida.
Pada tahun 1957, Akira Kuninaka menyadari bahwa GMP ribonukleotida yang terkandung dalam jamur Shiitake juga memiliki molekul rasa umami. Salah satu penemuan Kuninaka yang paling penting adalah efek sinergis antara ribonukleotida dengan glutamat. Ketika makanan yang kaya glutamat digabungkan dengan bahan lain yang mengandung ribonukleotida, intensitas rasa yang dihasilkan lebih tinggi daripada jumlah kedua bahan tersebut.
Sinergi umami ini menjelaskan adanya berbagai kombinasi makanan yang dapat memberikan reaksi berupa ledakan kelezatan ciamik nan asyik, mulai dari perpaduan khas chef Jepang, dashi dengan kombu yang diberi serutan bonito kering, sampai Formula magis berbagai masakan lainnya seperti dari tradisi kuliner tua Tionghoa.
Para Chef Tionghoa kerap menambahkan daun bawang dan kol pada sup ayam, sama seperti halnya masakan Skotlandia sup Cock a leekie,. Lalu para Chef Italia, khususnya dari daerah Tuscany kerap mengombinasikan keju Parmesan pada saus tomat dengan jamur Truffle yang harganya jadi mahal sekali.
Di Indonesia bagaimana? Ya tentu saja meski punya terminologi dan istilah yang berbeda, optimasi sensasi umami terus diupayakan dengan mengoptimalkan potensi bahan makanan dan cara mengolahnya. Termasuk tentu saja penggunaan santan, bumbu kacang, kemiri, sampai pemilihan cara memasak dengan reaksi Maillard, karamelisasi dengan kecap pada sate Tegal dan Klathak dll.
Maka mari kita bayangkan kelezatan pecel Yu Gembrot, sate Batibul Wendys, Konro Makassar, Cakalang Garo Rica, Taliwang dari NTB, sampai penggunaan Andaliman di sambal Tuk Tuk dan mie Gomak di Sumatera Utara, semua adalah perkara optimasi reseptor rasa untuk hadirkan umami dalam kehidupan kuliner kita.
Bagaimana bisa ? Bisa dong. Terutama bagi yang menguasai teknik dan pengetahuan biokimia.
Dari aspek biologi penerima, yaitu kita, reseptor rasa yang bertanggung jawab untuk rasa umami, adalah bentuk protein termodifikasi dari ekspresi gen mGluR4, mGluR1 dan reseptor rasa tipe 1 (T1R1+T1R3), dimana semuanya ditemukan pada papila pengecap di semua area permukaan lidah.
Dari berbagai studi biologi molekuler telah berhasil diidentifikasi kandidat kuat reseptor umami, termasuk di dalamnya heterodimer T1R1/T1R3, dan reseptor glutamat metabotropik glutamat tipe 1 dan 4 terpotong yang kehilangan sebagian besar domain ekstraseluler terminal-N (mGluR4-rasa dan mGluR1-terpotong) serta mGluR4-otak.
Reseptor mGluR1 dan mGluR4 spesifik untuk glutamat sedangkan T1R1+T1R3 bertanggung jawab atas sensasi rasa yang ditemukan Akira Kuninaka pada tahun 1957.
Ada juga reseptor terhubung-protein G (GPCRs) dengan molekul sinyal yang meliputi protein G beta-gamma, PLCb2 dan pelepasan ion kalsium (Ca2+) yang dimediasi PI3/IP3 intraseluler intraseluler, dimana CaΒ²+ akan mengaktifkan melastatin 5 (TrpM5) di saluran kation selektif yang menyebabkan depolarisasi membran dan kemudian memantik pelepasan ATP serta sekresi berbagai jenis neurotransmiter termasuk serotonin.
Maka rasa lezat, savoury, atau umami, yang isitilah di Indonesia nya bisa amat beragam: mak nyuss, mak legender, ajib, ngeunah pisan, ga ada obat, dll, memang pemantik paling ces pleng kegembiraan seseorang. Akan terjadi peningkatan sekresi serotonin, dopamin, dan bagi makanan yang didominasi capsaicin juga akan menstimulasi diproduksinya endorfin.
Ternyata di balik rasa sedap yang smooky karena proses pembakaran, juga munculnya rasa umami dari bahan dengan asam amino tertentu dan mekanisme resepsi di organ perasa kita, tersimpan berbagai pertanda tentang hakikat dan makna eksistensi manusia yang memiliki kapasitas prokreasi yang mampu melahirkan berbagai inovasi yang maujud dalam berbagai bentuk teknologi. Termasuk teknologi dalam menghasilkan dan mengolah bahan makanan sedemikian rupa, hingga mampu melahirkan dan menghadirkan tak hanya mekanisme pemenuhan kebutuhan hayati belaka, melainkan juga dapat menciptakan kesenangan dan kegembiraan yang pada gilirannya menjadi bagian dari motivasi bagi kita untuk mensyukuri hakikat kehidupan. ππΎππΎπ²π¨