Tauhid Nur Azhar

Seni Memahami Kekasih: il Principe, The Wealth of Nation, Das Capital, dan Ihya Ulumuddin

Kemarin telah tertunai niat menonton tayangan perdana film layar lebar berjudul Seni Memahami Kekasih yang bagusnya nyundul langit… Keren pisan. Saya mewek dan cekakan kontinyu bergantian. Gawat ini film, bikin kita jadi kayak orang gila.

Narasi Kalis Mardiasih dan Agus Mulyadi, pasangan penulis kondang ini, memang dahsyat. Saat diangkat jadi film dengan penulis skenario yang bagus, emang parah sih jadinya.

Semua aktor dan karakternya kuat banget…dan ajib serta ajaibnya film ini 100% berbahasa Jawa, tapi penonton dari aneka latar belakang dapat menangis dan tertawa bersama.

Yang main ga kaleng-kaleng, Agus Mulyadi sendiri ikut jadi kameo yang lucu banget. Lalu ada Kukuh Kudamai, Bimaco, Alit Jabang Bayi, dan Yati pesek. Selain aktor-aktor utama yang sangat baik seni perannya. Mas Gibran, Mbak Febby, dan Mas Yusril mainnya bagus sekali. Sangat menjiwai.

Fiersa Besari dan lagunya juga semakin menambah ciamiknya film ini. Tapi peran Pak RT dan bapak kost Kalis memang pengocok perut yang luar biasa. Tapi mereka semua kalah oleh si Burung Beo yang suaranya diisi Fajar Nugros. Kocak abis dan sangat-sangat jenaka… “Pak RT pekok Pak RT pekok…” demikian antara lain jeritnya.

Masih dalam film itu juga, ada satu scene berlokasi di kost an Agus Mulyadi, mereka berdua (Kalis dan Agus) membuat perjanjian sakral untuk membuka AKAL. Sebuah toko buku yang dinamai dengan akronim nama mereka berdua : Agus dan Kalis–> AKAL.

Setelah film usai dan saya kembali ke dunia nyata, dunia warung kopi dengan pemandangan syahdu Bandung yang tengah diguyur hujan cinta berlatar langit lembayung yang bersemu magenta, saya masih terus berpikir dan berpikir.

Bagaimana andai, ini andai saja ya, Agus dan Kalis di toko buku Akalnya membedah 4 buku pertama yang menurut saya cukup signifikan mengubah wajah dunia, sebagai babak pembuka toko buku mereka.

il Principe, The Wealth of Nation, Das Capital, dan Ihya Ulumuddin, 4 hasil pemikiran tokoh lintas zaman dan geografi, bahkan lintas dimensi. Karena mereka hidup di zaman yang berbeda dan punya sudut pandang yang tentu juga tak sama dalam memandang dan menilai dunia.

Bagaimana? Ciamik dan asyik kan kayaknya? Yang menjadi penanggap boleh siapa saja, tapi kerennya sih kalau ada Dr Fahruddin Faiz, Sabrang Mowo Damar, Bu Sri Mulyani, Imam Besar Masjid Istiqlal, Romo Magnis, sampai Bu Karlina Leksono. Rame kayaknya sih 🫣

Saya tidak berani membuat simpulan dari resume bacaan dengan interpretasi ala kritikus karya atau reviewer buku ya. Saya hanya membayangkan bahwa para tokoh di atas lah yang akan mengunyah, mencerna, dan menyerap kandungan nutrisinya, hingga menjadi catudaya gizi alias energi bagi kerja-kerja kognisi yang akan menghasilkan produk sintesa berupa pemikiran-pemikiran cemerlang yang diartikulasikan lewat tulisan dan narasi-narasi verbal yang cerdas dan bernas.

Dari narasi dan produk literasi itulah saya akan numpang belajar.

Tapi agar tidak berpanjang lebar mari kita lihat sejenak dengan bahasa yang sedikit formal, sinopsis dan analisa isi dari buku il Principe nya Machiavelli ya.

Il Principe (Sang Pangeran) adalah karya politik paling terkenal dari Niccolò Machiavelli, seorang pemikir dan diplomat Italia yang hidup pada abad ke-16.

Ditulis pada tahun 1513 dan diterbitkan secara anumerta pada tahun 1532, buku ini memberikan panduan praktis tentang bagaimana seorang pemimpin atau penguasa harus bertindak untuk mempertahankan kekuasaan dan mencapai kesuksesan politik. Il Principe sering dipandang sebagai karya yang meletakkan dasar bagi teori politik modern yang berfokus pada pragmatisme, kekuasaan, dan kelangsungan hidup negara, terlepas dari nilai-nilai moral.

Il Principe adalah buku yang berisi saran-saran praktis yang ditujukan kepada seorang pangeran (penguasa), terutama bagi mereka yang berkuasa di negara-negara kota Italia yang saat itu sedang dilanda ketidakstabilan politik. Buku ini terbagi menjadi 26 bab yang secara sistematis membahas bagaimana seorang pemimpin harus mengelola berbagai aspek kekuasaan, mulai dari bagaimana memperoleh kekuasaan, mempertahankannya, hingga strategi dalam menghadapi musuh dan sekutu.

Apa saja sebenarnya nilai inti dan kandungan pokok Il Principe nya Machiavelli ini? Jika dianalisis sepintas, tampaknya elaborasi beberapa kandungan dalam buku ini akan terkonklusi sederhana dalam beberpa poin berikut,

Pragmatisme Politik: salah satu aspek paling mencolok dari Il Principe adalah pragmatisme politik yang diajarkan oleh Machiavelli. Berbeda dengan pandangan politik tradisional yang didasarkan pada moralitas atau keadilan, Machiavelli menekankan bahwa tujuan utama seorang penguasa adalah mempertahankan kekuasaan. Baginya, moralitas tidak relevan jika hal tersebut dapat merusak kelangsungan negara. Prinsip bahwa tujuan membenarkan/menghalalkan cara mencerminkan pemikiran realistis yang berfokus pada efektivitas tindakan politik, bukan pada etika tindakan tersebut.

Konsep Virtù dan Fortuna: dalam konteks filsafat politik, virtù dan fortuna adalah dua kekuatan kunci dalam kehidupan manusia dan kekuasaan. Virtù adalah kecerdasan, keberanian, dan keterampilan yang dimiliki oleh penguasa untuk mengendalikan keadaan, sedangkan fortuna adalah unsur keberuntungan yang tidak dapat dikendalikan. Machiavelli melihat bahwa penguasa yang sukses harus mampu memanfaatkan virtù untuk meminimalkan dampak fortuna yang tidak menentu. Pemimpin yang baik adalah yang tidak hanya mengandalkan nasib baik, tetapi juga mampu menghadapi kesulitan dengan kemampuan yang tepat.

Pandangan Machiavelli tentang Sifat Manusia: pandangan Machiavelli tentang sifat manusia cukup pesimis. Ia percaya bahwa manusia pada dasarnya mementingkan diri sendiri, mudah terpengaruh, dan cenderung tidak setia jika hal tersebut menguntungkan mereka. Oleh karena itu, seorang penguasa tidak boleh bergantung pada kebaikan atau loyalitas rakyat, tetapi harus siap untuk menggunakan kekerasan atau kelicikan jika diperlukan. Dalam hal ini, Machiavelli menggambarkan politik sebagai arena kekuasaan yang penuh dengan tipu daya dan persaingan, di mana penguasa yang tidak berhati-hati akan cepat terjatuh.

Ditakuti atau Dicintai: salah satu elemen paling kontroversial dalam Il Principe adalah saran bahwa seorang penguasa lebih baik ditakuti daripada dicintai, jika harus memilih antara keduanya. Ini mencerminkan pendekatan realistis Machiavelli, yang percaya bahwa rasa takut memberikan kontrol yang lebih dapat diandalkan daripada cinta, yang bisa berubah sewaktu-waktu. Namun, Machiavelli menekankan bahwa seorang penguasa harus menghindari kebencian, karena kebencian rakyat bisa meruntuhkan kekuasaan. Strategi ini menunjukkan bagaimana penguasa harus bermain dengan psikologi manusia untuk mempertahankan stabilitas.

Pengaruh dan Relevansi: Il Principe menjadi bagian dari kontroversi karena pragmatisme politiknya yang ekstrem, tetapi buku ini juga diakui sebagai dasar pemikiran politik modern. Banyak pemimpin dan politisi sepanjang sejarah mengadopsi ide-ide Machiavelli dalam mengelola kekuasaan mereka. Pemikiran Machiavelli terus memengaruhi teori politik, hubungan internasional, dan studi strategi hingga hari ini. Meskipun banyak yang mengkritik pendekatan yang tampaknya tidak bermoral ini, karya ini dianggap realistis dan memberikan wawasan yang tajam tentang dinamika kekuasaan.

Menurut saya pribadi, Il Principe mungkin saja telah menjadi sumber belajar bahkan inspirasi bagi penguasa atau otoritas tertentu, tapi tidak tertutup kemungkinan bahwa Machiavelli mungkin saja menangkap fenomena tersebut dari lingkungan di sekitarnya, dan dengan pendekatan fenomenologi meriset dan menuliskannya menjadi sebuah buku.

Dalam konteks ini Machiavelli bukanlah sumber inspirasi, melainkan ia terinspirasi dan memediasi informasi hingga tercipta konstruksi persepsi tentang konsep dan teori yang berelasi dengan kekuasaan dan bagaimana mengelolanya bukan?

Hasrat berkuasa yang pada gilirannya maujud dalam beberapa faktor dan elemen sebagaimana yang telah dibahas Machiavelli dalam Il Principenya, tentu lahir dari serangkaian proses terkait motif dan kepentingan yang paling mendasar. Basic instinct untuk bertahan hidup dan mempertahankan eksistensi dengan menggunakan segenap potensi.

Maka peradaban manusia itu selalu mengonsumsi sumber daya. Mulai dari rebutan lahan perburuan di zaman berburu, rebutan lahan subur di daerah aliran sungai saat mulai mengenal teknologi pertanian, sampai rebutan minyak bumi, nikel, logam tanah jarang, teknologi digital, transportasi antar galaksi, dan entah apalagi. Semua itu karena motif eksistensi yang sebagian darinya dibahas dalam rumpun ilmu ekonomi. Dan bicara ekonomi, maka kurang afdhol jika kita tak membahas gagasan awal yang jernih dari sebuah buku yang berjudul The Wealth of Nation, yang menurut saya sama dengan Il Principe, ditulis dari hasil observasi berkelanjutan penulisnya terhadap fenomena dan realitas yang terjadi di sekitarnya.

The Wealth of Nations (judul lengkap: An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations) adalah karya monumental dari Adam Smith yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1776.

Buku ini menjadi salah satu teks dasar ekonomi modern dan memperkenalkan konsep-konsep penting seperti pembagian kerja, mekanisme pasar, dan keuntungan dari perdagangan bebas.

The Wealth of Nations menjadi dasar bagi teori ekonomi liberal yang berfokus pada peran pasar bebas dan pemerintah yang terbatas dalam perekonomian.

Buku ini sendiri terbagi dalam lima bagian, yang masing-masing membahas aspek-aspek berbeda dari ekonomi dan kesejahteraan masyarakat:

1. Bagian I: Sebab-sebab Peningkatan Produktivitas, dalam bagian ini Adam Smith membahas konsep pembagian kerja (division of labor), yang menurutnya adalah sumber utama peningkatan produktivitas dan kekayaan. Melalui spesialisasi, pekerja menjadi lebih efisien dalam tugas-tugas tertentu, sehingga meningkatkan output dan menurunkan biaya produksi. Smith menggunakan contoh pabrik pembuatan peniti untuk menunjukkan bagaimana pembagian kerja dapat meningkatkan produksi secara dramatis. Namun, ia juga mencatat bahwa meskipun spesialisasi meningkatkan efisiensi, hal itu dapat membuat pekerja teralienasi karena mereka hanya melakukan tugas-tugas yang monoton.

2. Bagian II: Akumulasi Kapital, dimana di bagian ini, Smith membahas bagaimana kapital atau modal dikumpulkan dan diinvestasikan untuk meningkatkan produktivitas. Modal, menurut Smith, adalah aset yang diinvestasikan untuk menghasilkan keuntungan lebih besar, dan penting dalam membangun infrastruktur ekonomi. Smith menekankan pentingnya tabungan dan investasi sebagai dasar pertumbuhan ekonomi, di mana modal harus diinvestasikan kembali ke sektor-sektor produktif untuk mendorong kesejahteraan jangka panjang.

3. Bagian III: Perkembangan Ekonomi bahasan dalam bagian ini berfokus pada perkembangan ekonomi dari masyarakat feodal hingga kapitalis modern. Smith menganalisis transisi dari ekonomi berbasis agraria menuju ekonomi industri, di mana kota dan perdagangan menjadi pusat utama kekayaan. Ia juga menunjukkan bahwa pasar yang berkembang lebih cepat di kota mendorong urbanisasi dan pembentukan kelas pekerja yang lebih besar, sehingga memicu transformasi ekonomi yang mendalam.

4. Bagian IV: Teori Sistem Ekonomi, dalam bagian ini, Smith mengkritik kebijakan perdagangan merkantilisme, yang dominan pada masanya. Merkantilisme menekankan perlunya negara untuk mengumpulkan emas dan logam berharga, serta mengontrol perdagangan untuk memastikan surplus perdagangan. Smith menentang pandangan ini dan mempromosikan perdagangan bebas, di mana negara-negara dapat saling menguntungkan dengan spesialisasi dalam produksi barang yang mereka hasilkan dengan lebih efisien (teori keunggulan absolut). Menurut Smith, pasar yang terbuka dan tidak diatur secara berlebihan akan menghasilkan alokasi sumber daya yang lebih efisien.

5. Bagian V: Peran Negara, Smith tidak sepenuhnya menolak peran pemerintah. Dalam buku kelima, ia berpendapat bahwa pemerintah harus bertanggung jawab atas tiga hal: menjaga keamanan (militer dan polisi), memastikan keadilan (peradilan), dan menyediakan infrastruktur publik (jembatan, jalan, dan sekolah). Infrastruktur publik, menurutnya, adalah sesuatu yang terlalu mahal untuk disediakan oleh individu atau sektor swasta, tetapi penting untuk mendorong aktivitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Dari struktur anatomi isi The Wealth of Nation di atas, jika dianalisis dan dikonklusikan secara lebih ringkas, maka ada beberapa butir pemikiran Adam Smith yang dapat kita pelajari lebih lanjut sebagai berikut,

Pembagian Kerja dan Produktivitas, salah satu konsep sentral dalam buku ini adalah pembagian kerja. Smith menunjukkan bahwa melalui spesialisasi, pekerja dapat lebih fokus pada satu tugas tertentu, yang akan meningkatkan keterampilan mereka, mempercepat produksi, dan mengurangi biaya. Ide ini telah menjadi dasar bagi ekonomi modern dan industri. Pembagian kerja tidak hanya meningkatkan efisiensi individu tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Tangan Tak Terlihat (Invisible Hand), dalam pandangannya tentang pasar bebas, Smith memperkenalkan konsep tangan tak terlihat. Ia berpendapat bahwa dalam ekonomi yang terbuka dan kompetitif, individu yang bertindak untuk kepentingan diri sendiri, secara tidak langsung akan memajukan kepentingan umum. Misalnya, seorang pengusaha yang mencari keuntungan pribadi dengan menyediakan barang atau jasa akan memenuhi kebutuhan konsumen, dan ini akan menghasilkan kesejahteraan bagi masyarakat secara keseluruhan. Mekanisme pasar yang didasarkan pada permintaan dan penawaran akan mengatur alokasi sumber daya dengan cara yang paling efisien tanpa perlu campur tangan pemerintah.

Teori Keunggulan Absolut, Smith juga mengembangkan teori keunggulan absolut, yang menyatakan bahwa negara-negara sebaiknya berspesialisasi dalam produksi barang yang mereka bisa hasilkan dengan lebih efisien daripada negara lain. Jika setiap negara fokus pada barang yang dapat mereka produksi dengan biaya terendah, dan berdagang dengan negara lain, maka seluruh dunia akan mendapatkan manfaat dari peningkatan kesejahteraan. Ini merupakan dasar dari perdagangan bebas internasional dan masih relevan dalam teori perdagangan global saat ini.

Kritik terhadap Merkantilisme, Smith secara tegas mengkritik sistem merkantilisme yang dominan pada masanya, yang berfokus pada pengumpulan kekayaan negara dalam bentuk logam mulia (emas dan perak) dan kontrol ketat atas perdagangan internasional. Menurut Smith, kebijakan ini salah arah karena tidak memperhitungkan kesejahteraan rakyat. Ia berpendapat bahwa kekayaan sejati suatu negara terletak pada kemampuannya untuk memproduksi barang dan jasa, bukan pada jumlah emas yang dimiliki. Oleh karena itu, ia menganjurkan perdagangan bebas, di mana negara-negara dapat berdagang satu sama lain tanpa pembatasan.

Peran Negara yang Terbatas, meskipun Smith adalah pendukung pasar bebas, ia tetap melihat adanya peran penting bagi pemerintah. Negara harus menyediakan infrastruktur dasar, melindungi hak-hak individu melalui sistem peradilan yang adil, dan menjaga keamanan negara. Tanpa intervensi negara yang minimal ini, pasar tidak akan berfungsi dengan baik. Smith juga mengakui bahwa pasar tidak selalu bisa mengatur dirinya sendiri, terutama dalam hal pendidikan dan infrastruktur, di mana campur tangan negara diperlukan untuk kepentingan umum.

Uniknya pasca The Wealth of Nation nya Adam Smith dengan berbagai teori terkait pasar bebas, the invisible hand, dan dasar-dasar ekonomi liberal yang menisbatkan permintaan pasar sebagai salah satu elemen dasar penggeraknya, lahir pemikiran kritis yang bersifat anti tesis dari Karl Marx.

Karya Karl Marx yang berjudul Das Capital memang harus dibahas dalam tulisan ini, bukan saja karena buku itu adalah anti tesis dari tesis ekonomi liberal Adam Smith saja, melainkan kedua buku itu punya peran yang sama derajat signifikansinya dalam menentukan rupa peradaban manusia saat ini. Bersama teori kendali kuasa dari Machiavelli, kedua pendekatan teori ekonomi politik dari dua pemikir beda zaman ini patut untuk kita pelajari dalam satu bingkai pemahaman.

Das Kapital adalah karya monumental Karl Marx yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1867. Buku ini adalah analisis kritis terhadap ekonomi politik kapitalis, dan menjadi dasar penting bagi ideologi Marxisme. Dalam Das Kapital, Marx membongkar mekanisme dasar kapitalisme dan bagaimana sistem ini menimbulkan ketidakadilan, eksploitasi, dan alienasi bagi kaum pekerja.

Das Kapital berfokus pada pengertian tentang kapitalisme, terutama bagaimana modal (kapital) diakumulasi dan bagaimana nilai diciptakan dan dieksploitasi. Buku ini terbagi dalam tiga volume (meski Marx hanya menerbitkan volume pertama semasa hidupnya), yaitu ;

1. Volume I: Proses Produksi Kapital. Volume pertama berisi tentang cara kapitalisme menciptakan nilai melalui eksploitasi tenaga kerja. Marx membahas konsep nilai kerja (labor theory of value), di mana nilai sebuah komoditas ditentukan oleh jumlah waktu kerja yang dibutuhkan untuk memproduksinya. Dalam kapitalisme, pekerja menghasilkan nilai lebih (surplus value), yang merupakan selisih antara nilai yang diciptakan pekerja dan upah yang mereka terima. Nilai lebih inilah yang diambil oleh pemilik modal sebagai keuntungan, dan menjadi dasar bagi eksploitasi pekerja. Marx juga menjelaskan konsep fetishisme komoditas, di mana hubungan sosial di bawah kapitalisme tampak seperti hubungan antara objek-objek (komoditas), sementara hubungan antara manusia, khususnya antara kelas pekerja dan pemilik modal, disembunyikan.

2. Volume II: Proses Sirkulasi Kapital. Volume kedua berfokus pada sirkulasi modal dalam proses produksi, distribusi, dan konsumsi. Marx menganalisis bagaimana kapital bergerak melalui siklus produksi dan konsumsi, serta bagaimana modal diinvestasikan kembali untuk mempertahankan akumulasi kapital. Marx menunjukkan bahwa krisis dalam kapitalisme seringkali berasal dari ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi, yang disebabkan oleh sifat dasar kapitalisme untuk mengejar akumulasi terus-menerus tanpa mempedulikan kebutuhan masyarakat.

3. Volume III: Proses Produksi Kapital Secara Keseluruhan. Volume ketiga menganalisis bagaimana keuntungan kapitalis muncul tidak hanya dari eksploitasi langsung tenaga kerja, tetapi juga dari berbagai bentuk kapital seperti tanah, saham, dan investasi lainnya. Marx menjelaskan konsep tendensi laju keuntungan yang menurun, yang menyatakan bahwa seiring dengan peningkatan teknologi dan produktivitas, tingkat keuntungan kapitalis akan menurun, yang dapat menyebabkan krisis ekonomi dalam jangka panjang.

Dari ketiga volume Das Capital tersebut dapat dirangkum beberapa butir penting pemikiran Marx, sebagai berikut;

1. Teori Nilai Kerja dan Eksploitasi, salah satu kontribusi utama Marx adalah teori nilai kerja. Menurut Marx, nilai suatu komoditas ditentukan oleh jumlah kerja yang dibutuhkan untuk memproduksinya. Dalam kapitalisme, pekerja hanya menerima upah untuk sebagian dari waktu kerja mereka, sementara sisanya (nilai lebih) diambil oleh kapitalis sebagai keuntungan. Inilah yang menyebabkan eksploitasi kelas pekerja, karena mereka tidak mendapatkan kompensasi yang setara dengan nilai yang mereka ciptakan. Konsep ini menjadi inti kritik Marx terhadap kapitalisme, yang ia anggap tidak adil dan menindas.

2. Fetishisme Komoditas, Marx menjelaskan bahwa dalam kapitalisme, komoditas tampak memiliki nilai intrinsik yang terpisah dari hubungan sosial yang menciptakannya. Ini disebut fetishisme komoditas, di mana hubungan sosial antara manusia (misalnya, antara pekerja dan pemilik modal) disamarkan dan tampak seperti hubungan antara objek-objek. Fenomena ini membuat orang tidak menyadari bagaimana eksploitasi berlangsung dalam kapitalisme, karena mereka hanya melihat hasil akhir berupa komoditas di pasar, bukan hubungan sosial yang mendasarinya.

3. Akumulasi Kapital dan Krisis Kapitalisme, Marx juga menguraikan proses akumulasi kapital, di mana kapitalis terus mengejar keuntungan lebih besar dengan memperbesar skala produksi, memperkenalkan teknologi baru, dan menekan biaya tenaga kerja. Namun, karena tujuan utama kapitalisme adalah akumulasi keuntungan, sistem ini cenderung menciptakan krisis. Marx menjelaskan bahwa salah satu penyebab krisis adalah ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi: kapitalisme menghasilkan lebih banyak komoditas daripada yang bisa dikonsumsi, yang pada akhirnya menimbulkan krisis overproduksi.

4. Alienasi, Marx berpendapat bahwa dalam kapitalisme, pekerja menjadi teralienasi dari hasil kerjanya. Mereka tidak memiliki kendali atas apa yang mereka produksi, dan komoditas yang mereka buat tidak lagi menjadi hasil dari kreativitas atau keahlian mereka, melainkan produk yang diperjualbelikan di pasar. Pekerja juga teralienasi dari diri mereka sendiri karena mereka dipaksa bekerja untuk bertahan hidup, bukan untuk mengekspresikan potensi mereka. Selain itu, mereka juga teralienasi dari sesama manusia, karena kapitalisme mendorong persaingan daripada kerjasama.

5. Tendensi Laba yang Menurun, Marx memperkirakan bahwa seiring berjalannya waktu, tingkat keuntungan dalam kapitalisme akan menurun karena peningkatan efisiensi produksi dan teknologi. Kapitalis akan berusaha meningkatkan produktivitas melalui teknologi, tetapi hal ini juga mengurangi nilai lebih yang bisa diambil dari tenaga kerja manusia. Dengan laju keuntungan yang menurun, kapitalisme akan menghadapi krisis yang semakin parah dan sistem ini pada akhirnya tidak akan mampu bertahan.

Buku terakhir adalah buku yang justru ditulis paling awal, di abad ke XI. Penulisnya adalah seorang ulama, sufi, dan cendekia yang punya cara berpikir dsn jalan hidup asketik. Perilaku Zuhud tepatnya. Terlepas dari doktrin agama ataupun filsafat teologis, pemikiran Ghazali tentang keseimbangan pendekatan materialisme dan spiritualisme mungkin menjadi relevan dengan kondisi karut marut akibat benturan kepentingan yang dipantik oleh ideologi ekonomi yang sedikit banyak diinspirasi oleh Adam Smith dan Karl Marx, serta tentu juga Machiavelli lewat tata kelola kendali kuasanya yang berorientasi pada ajegnya suatu kekuasaan dan hegemoni yang dapat melanggengkan eksistensi dari kemapanan yang menjadi prasyarat bagi hadirnya kenyamanan bukan?

Maka salah satu kontribusi terbesar Al-Ghazali yang termaktub dalam Ihya Ulumuddin adalah upayanya menyelaraskan tasawuf (mistisisme Islam) dengan ajaran fikih dan aqidah, yang akan berdampak pada cara pandang terhadap dunia dan kehidupan serta valuasi atau nilai-nilai materi di dalamnya.

Al-Ghazali menekankan pentingnya tasawuf dalam kehidupan spiritual umat Muslim, terutama dalam konteks penyucian jiwa (tazkiyatun nafs). Ghazali meyakini bahwa hanya dengan membersihkan hati dari penyakit-penyakit bathin, seseorang bisa benar-benar mendekatkan diri kepada Penciptanya. Dan penyakit bathin itu bersumber dari materi dan konsep kepemilikan, yang akan menghadirkan konflik karena adanya eksploitasi, manipulasi, dan keterikatan pada objek yang bersifat sementara. Dan itu akan melahirkan derita, dimana derita akan memantik kecemasan dan agresi akan terjadi untuk mensubstitusinya.

Pemikiran Ghazali ini kongruen atau sebangun dengan prinsip-prinsip dan pemikiran Budha, yang dikenal sebagai Empat Kebenaran Mulia, yaitu: kebenaran tentang penderitaan, penyebab penderitaan, akhir penderitaan, dan jalan menuju akhir penderitaan.

Buddha sendiri dapat diartikan sebagai orang yang sadar (orang-orang yang mencapai tingkat kesadaran tertentu), termasuk sadar dengan esensi dan fungsi dari nilai-nilai dasar kemanusiaan yang tak lepas dari hasrat dan keinginan serta penderitaan karena keterikatan.

Sementara Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin nya berusaha menawarkan premis tentang konsep hidup yang tidak memisahkan antara kehidupan sehari-hari dan kehidupan spiritual. Sebaliknya, Ghazali menekankan bahwa semua aspek kehidupan, termasuk hal-hal yang tampaknya duniawi, seperti makan, bekerja, dan tidur, dapat menjadi bagian dari ibadah jika dilakukan dengan niat yang benar dan sesuai dengan ajaran agama.

Dengan demikian, Ghazali telah memperkenalkan konsep Islam atau agama sebagai panduan cara hidup holistik, di mana setiap tindakan manusia dapat berkontribusi pada kedekatan dengan Penciptanya.

3 buku tentang teori syahwat manusia yang dipungkasi oleh pemikiran asketis Ghazali dan Buddha tampaknya asyik bukan jika dibahas di toko buku AKAL milik Mbak Kalis dan Mas Agus, dijamin rame. Apalagi kalau yang membahas itu tadi, Ibu Karlina Leksono, Ibu Sri Mulyani, dan Mas Sabrang Mowo Damar, dengan kehadiran Romo Magnis, Imam Besar Istiqlal, dan Dr Faiz sebagai penyanggah yang cerdas dan istiqomah.

Walhasil tampaknya akan dapat disimpulkan sih, bahwa pada hakikatnya manusia itu dinamis dan punya karakter unik nan ciamik yang generik by genetik, tapi sekaligus dibentuk oleh motif-motif ekonomi dan politik. Padahal ekonomi dan politik adalah produk cerdik dari manusia agar hidupnya aman, nyaman, dan dapat menikmatinya dengan cara-cara cantik bukan?

Yo wis lah…masak dari nonton film aja jadi kepusingan kronik begini ya?

🙏🏿🙏🏿🤭

Kamu suka? Yuk bagikan tulisan ini.

Similar Posts