Tauhid Nur Azhar

Pemanfaatan Ekstrak Pangium edule (Kepayang) dalam Kuliner Indonesia: Rawon dan Gabus Pucung

Desa Ngantang yang dikelilingi oleh gunung-gunung paling ternama di Jawa Timur, Kelud, Kawi, dan Arjuno, juga merupakan tempat para pahlawan dimakamkan, antara lain Karaeng Galesong dari Sulawesi Selatan yang membantu Raden Trunojoyo dari Madura.

Ngantang memang istimewa, bahkan di wilayahnya pula, salah satu waduk besar di daerah aliran sungai Brantas dibangun. Waduk itu bernama Selorejo. Tak hanya itu saja, kuliner di kecamatan Ngantang ini sedemikian istimewanya. Setidaknya saya mencatat ada 2 yang sedemikian meninggalkan kenangan rasa yang sampai kini tak terlupa: pecel pasar Ngantang dan rawon spesial Mak’e Nanda.

Yang kedua ini sungguh sangat luar biasa, karena dimasak dengan bumbu rahasia, sepenuh hati, oleh Ibu Nyai, alias istri seorang ulama tasawuf terkemuka aliran Tijaniah yang berkembang dari Afrika Utara, Maroko tepatnya.

Beliau juga orang terkaya di kecamatan Ngantang, yang amat dikenal karena kedermawanan dan kebaikan hatinya yang penuh kepedulian pada sesama. Kebun jeruk dan usaha lainnya menjadi salah satu pemantik ekonomi wilayah yang turut meningkatkan pendapatan para petani di desa-desa terdekat.

Lalu apakah keistimewaan dari rawon ini? Salah satunya adalah bahan utamanya: isi biji buah Keluwek, alias buah Kepayang (Pangium edule).

Pangium edule atau buah kepayang adalah bahan pangan yang sering digunakan dalam masakan tradisional Indonesia seperti rawon dan gabus pucung.

Meskipun beracun dalam bentuk mentahnya, pengolahan yang tepat menjadikan kepayang aman untuk dikonsumsi dan memberi cita rasa unik dalam berbagai masakan. Tulisan saya hari ini akan membahas taksonomi dari Pangium edule, teknik pengolahan yang aman, kandungan zat aktif dalam bijinya, serta manfaat kesehatan yang terkait dengan penggunaannya dalam masakan.

Selain itu, diuraikan juga tentang potensi senyawa bioaktifnya dalam konteks gastronomi molekuler dan kesehatan.

Taksonomi Pangium edule

Pangium edule termasuk dalam keluarga Achariaceae dan dapat ditemukan di berbagai wilayah tropis di Asia Tenggara. Taksonomi dari Pangium eduleadalah sebagai berikut:

Kingdom: Plantae
Subkingdom: Tracheobionta
Superdivisi: Spermatophyta
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Malpighiales
Famili: Achariaceae
Genus: Pangium
Spesies: Pangium edule Reinw.

Pohon Keluwek dapat tumbuh baik di daerah yang beriklim tropis dengan curah hujan tinggi, seperti Indonesia, Malaysia, dan Papua New Guinea. Buahnya dikenal dengan nama kepayang, (di beberapa daerah ada fenomena yang dikenal sebagai mabuk kepayang), dan biasanya digunakan setelah melalui proses pengolahan yang intensif.

Cara Pengolahan Buah Kepayang

Buah kepayang mengandung senyawa hidrogen sianida (HCN) dalam kadar yang cukup tinggi, yang membuatnya beracun jika dikonsumsi mentah. Oleh karena itu, diperlukan metode pengolahan yang tepat untuk menghilangkan racunnya. Proses pengolahan tradisional yang umum dilakukan melibatkan beberapa langkah penting:

1. Pemisahan Biji dari Daging Buah: Biji kepayang dipisahkan dari daging buah dan kulitnya.

2. Fermentasi: Biji-biji ini kemudian direndam dalam air atau dibiarkan terendam di tanah selama beberapa hari hingga beberapa minggu. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan sebagian besar senyawa HCN melalui degradasi alami.

3. Pengeringan dan Pemanggangan: Setelah fermentasi, biji dikeringkan di bawah sinar matahari dan dipanggang. Pemanggangan membantu mengurangi kadar sisa HCN yang tersisa.

4. Pengolahan Lebih Lanjut: Setelah proses pengeringan dan pemanggangan, biji dapat diolah lebih lanjut menjadi pasta atau digunakan dalam bentuk serbuk, yang kemudian dapat ditambahkan ke dalam masakan.

Setelah proses pengolahan yang baik dan benar, biji kepayang dapat digunakan dengan aman dalam masakan seperti rawon dan gabus pucung, yang terkenal karena rasa khasnya yang tajam dan aromatik.

3. Kandungan Zat Aktif

Biji kepayang mengandung berbagai senyawa bioaktif yang bermanfaat setelah racun HCN dihilangkan. Beberapa zat aktif yang terkandung dalam biji Pangium edule antara lain:

Saponin: Berperan dalam meningkatkan kekebalan tubuh dan memiliki sifat anti-inflamasi.

Flavonoid: Senyawa ini memiliki sifat antioksidan yang membantu melawan radikal bebas, sehingga berpotensi dalam pencegahan berbagai penyakit degeneratif.

Tannin: Bermanfaat sebagai agen anti-mikroba dan anti-bakteri, tannin juga memiliki efek positif pada sistem pencernaan.

Alkaloid: Senyawa ini memiliki aktivitas farmakologis yang beragam, termasuk efek analgesik dan antispasmodik.

Asam Lemak Tak Jenuh: Biji kepayang juga mengandung asam lemak esensial yang bermanfaat bagi kesehatan jantung, termasuk asam linoleat dan asam oleat.

Selain itu, biji kepayang kaya akan protein dan serat, menjadikannya bahan pangan yang tidak hanya memberi rasa khas pada masakan, tetapi juga bermanfaat untuk kesehatan.

4. Manfaat Kesehatan

Meskipun biji kepayang berpotensi beracun, setelah diolah dengan benar, ia mengandung senyawa-senyawa yang dapat memberikan berbagai manfaat kesehatan. Berikut adalah beberapa manfaat utama:

1. Sifat Antioksidan: Kandungan flavonoid dalam biji kepayang memberikan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif sel-sel tubuh, yang berperan penting dalam pencegahan kanker dan penyakit degeneratif lainnya.

2. Anti-inflamasi: Senyawa saponin dan tannin diketahui memiliki sifat anti-inflamasi yang dapat membantu mengurangi peradangan, terutama dalam kondisi seperti arthritis atau penyakit inflamasi lainnya【7】.

3. Kesehatan Sistem Kardiovaskuler Kandungan asam lemak tak jenuh seperti asam oleat membantu menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL) dan meningkatkan kadar kolesterol baik (HDL), yang mendukung kesehatan kardiovaskular.

4. Pengelolaan Glukosa: Ekstrak biji kepayang dapat membantu dalam pengaturan kadar gula darah, sehingga memiliki potensi sebagai bahan terapi tambahan bagi penderita diabetes.

5. Aplikasi dalam Masakan Indonesia

5.1 Rawon

Rawon adalah sup kaldu/daging sapi khas Jawa Timur yang berwarna hitam pekat karena penggunaan kluwek (biji kepayang). Penggunaan kluwek memberikan rasa yang dalam dan sedikit pahit, yang merupakan ciri khas dari rawon. Ekstrak kepayang yang telah diolah memberikan rasa umami yang kuat, seiring dengan aromanya yang khas, sehingga memperkaya cita rasa dari kuah rawon.

5.2 Gabus Pucung

Dalam hidangan Gabus Pucung dari Betawi, ikan gabus dimasak dalam kuah berwarna hitam pekat yang juga berasal dari biji kepayang. Seperti rawon, penggunaan biji kepayang dalam gabus pucung memberikan kedalaman rasa yang unik, berpadu dengan gurihnya ikan gabus. Gabus pucung adalah salah satu contoh bagaimana tradisi lokal memanfaatkan keunikan rasa dan manfaat kesehatan dari biji kepayang.

6. Potensi Gastronomi Molekuler

Dalam konteks gastronomi molekuler, biji kepayang merupakan bahan yang menarik karena kemampuannya mengubah komposisi kimia masakan melalui reaksi fermentasi dan pemrosesan panas. Penggunaan kluwek dapat dieksplorasi lebih lanjut dalam berbagai teknik modern seperti pengemulsi rasa atau sebagai dasar gelifikasi untuk menghasilkan hidangan dengan tekstur inovatif tanpa kehilangan rasa tradisionalnya.

Eksperimen dengan ekstraksi senyawa aktif dari kepayang dapat menghasilkan produk kuliner yang tidak hanya lezat tetapi juga fungsional, terutama dalam menciptakan makanan yang mendukung kesehatan sistem kardiovaskuler atau mengurangi/ mengelola peradangan.

Ekstrak Pangium edule atau buah kepayang memiliki potensi besar dalam dunia kuliner tradisional dan modern Indonesia. Meskipun beracun dalam bentuk mentah, pengolahan yang tepat memungkinkan pemanfaatan biji kepayang untuk memberikan cita rasa unik dalam masakan seperti rawon dan gabus pucung, sekaligus menawarkan manfaat kesehatan yang signifikan. Potensi senyawa bioaktif dalam biji kepayang, seperti saponin, flavonoid, dan asam lemak tak jenuh, memberikan kontribusi dalam pencegahan penyakit, terutama dalam konteks gastronomi molekuler dan kesehatan masyarakat.

Penutup

Sambil masih membayangkan seruputan demi seruputan kuah kaldu dengan ekstrak Keluwek maha karya Mak’e Nanda, dan tentu saja sambil terus memberakoti balung Sapi super besar dengan lemak dan sisa daging yang super gurih, saya berkontemplasi. Betapa indahnya proses keragaman dari berbagai vegetasi dengan keserasian yang sedemikian harmoni dengan habitat di ekosistemnya.

Semua serba tertata, elok secara estetika, punya daya guna bagi lingkungannya, serta tak dinyana juga, punya manfaat luar biasa bagi kesehatan manusia. 🙏🏾🩵🇲🇨

Daftar Pustaka

1. Zeng, X., Su, W., Liu, G., & Song, F. (2019). Saponins in the prevention and treatment of chronic diseases. Journal of Medicinal Food, 22(2), 101-114.

2. Hertog, M. G. L., Feskens, E. J. M., Hollman, P. C. H., Katan, M. B., & Kromhout, D. (1993). Dietary antioxidant flavonoids and risk of coronary heart disease: the Zutphen Elderly Study. The Lancet, 342(8878), 1007-1011.

3. Scalbert, A. (1991). Antimicrobial properties of tannins. Phytochemistry, 30(12), 3875-3883.

4. Wink, M. (1993). The plant alkaloids: diversity in chemical structures and biological properties. Advances in Botanical Research, 20, 1-44.

5. Simopoulos, A. P. (1991). Omega-3 fatty acids in health and disease and in growth and development. The American Journal of Clinical Nutrition, 54(3), 438-463.

6. Prior, R. L., & Cao, G. (2000). Flavonoids: diet and health relationships. Antioxidants & Redox Signaling (2.3), 427-442.

7. Jin, M., Zhao, K., Huang, Q., & Xu, C. (2008). Antioxidant and anti-inflammatory activities of tannins extracted from edible seaweeds Sargassum hemiphyllum. Journal of Medicinal Food, 11(3), 503-510.

8. Grundy, S. M. (1986). Comparison of monounsaturated fatty acids and carbohydrates for lowering plasma cholesterol. The New England Journal of Medicine, 314(12), 745-748.

9. Srinivasan, K. (2005). Plant foods in the management of diabetes mellitus: Spices as beneficial antidiabetic food adjuncts. International Journal of Food Sciences and Nutrition, 56(6), 399-414.

Kamu suka? Yuk bagikan tulisan ini.

Similar Posts