PSIKOGENOMIK
Penghargaan Nobel 2024 seolah membuka mata kita tentang sebuah platform masa depan yang kini semakin terbuka. Implementasi ilmu terapan lintas disiplin menjadi kata kunci.
Teknologi komputasi seperti AI, kini telah mendasari berbagai akselerasi kemajuan berbagai disiplin hingga laju capaiannya dapat bersifat revolutif, sebagaimana di bidang bioteknologi. Mengapa? Karena berbagai proses yang semula membutuhkan waktu pemeriksaan dan pembuktian yang sangat panjang, kini dapat diselesaikan melalui optimasi kapasitas komputasi cerdas yang telah mengakomodir berbagai kompetensi dalam 1 model dengan tingkat utilitas super tinggi.
Dinamika yang dipantik oleh kehadiran berbagai teknologi garda depan yang lahir di kurun waktu nyaris bersamaan; AI, internet, komputer quantum, material cerdas, teknik biomolekuler, metoda kimia industri, sampai ke teknologi pertanian, pangan, dan energi, tak dapat dipungkiri telah mendorong terjadinya pergeseran besar peradaban.
Dunia yang semakin padat dengan manusia mulai berbenah. Konsep hijau dan berkesinambungan mulai menjadi arus utama, demikian pula kualitas hidup, alih-alih kuantitas, telah menjadi pilihan yang maujud sampai tingkat kebijakan.
Meski di sana-sini konflik kepentingan masih kerap terjadi, bahkan tereskalasi di beberapa lokus geografi, tapi tampaknya meski perlahan tapi pasti, ada kebangkitan kesadaran yang mulai mempertanyakan arti penting dari kehadiran dan keberadaan. Efek kontribusi mulai mengungkit daya partisipasi untuk bersama berinovasi menghasilkan solusi.
Maka kini jamak terjadi, para cendekiawan lintas disiplin bersama berkolaborasi mengembangkan suatu pendekatan dengan sudut pandang yang mengintegrasikan keunggulan komparatif dari setiap sub disiplin yang ternyata saling dibutuhkan sebagaimana produk industri selama ini tak pernah mampu dihasilkan oleh sumber daya sendiri secara mandiri. Semua memerlukan semangat koperasi.
Iniasiatif menarik yang kini juga tengah dikembangkan di dalam negeri adalah upaya promosi dan prevensi di bidang kesehatan, dengan tujuan mulia agar manusia yang merupakan masyarakat Indonesia dapat hidup dengan kualitas yang baik dan mampu memberikan manfaat yang maslahat di ruang waktu yang telah didapat. Dengan kata lain mensyukuri anugerah usia, dan menjadikannya amanah utama dalam upaya menghadirkan rahmah bagi sesama.
Upaya itu selain muncul dan terdistribusi dalam spektrum layanan kesehatan yang kini diawali dari tahapan 1000 hari pertama, sampai saatnya menutup usia, juga hadir secara khusus dalam konteks prediksi dan antisipasi kondisi kesehatan melalui suatu inisiatif yang dinamai BGSi.
*Biomedical Genome Science Initiative* (BGSi) adalah program nasional yang digagas oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mendeteksi potensi penyakit di masa depan dan menyediakan pengobatan presisi bagi masyarakat. BGSi merupakan inisiatif nasional pertama untuk deteksi dini penyakit dan pencegahan penyakit degeneratif.
Program-program kongkret BGSi dilaksanakan melalui pemanfaatkan teknologi pengumpulan informasi genetik (genom) dari manusia maupun patogen seperti virus dan bakteri, dengan menggunakan metoda whole genome sequencing/WGS.
Program dilaksanakan dengan melibatkan tujuh rumah sakit vertikal yang tergabung dalam BGSi hubs. 7 rumah sakit yang terlibat dalam program tersebut, adalah; RS Kanker Dharmais, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RS Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso, RSUP Persahabatan, RS Pusat Otak Nasional Prof. Dr. dr. Mahar Mardjono, RSUP Dr. Sardjito, dan RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah, yang akan dikembangkan untuk meneliti enam penyakit prioritas melalui metoda WGS.
Tujuh penyakit yang menjadi prioritas penelitian genom tersebut terdiri dari kanker (payudara, paru-paru, kolorektal, dan serviks), penyakit infeksi (tuberkulosis), penyakit otak dan neurodegeneratif (stroke), penyakit metabolik (diabetes), duchenne muscular dystrophy (DMD), pulmonary Arteria hypertension (PAH), dan proses penuaan, nutrisi, serta kasus-kasus imunopatologi.
Hingga akhir tahun 2024 mendatang, ditargetkan ada 10.000 sampel sekuens genom yang terkumpul dan diteliti guna pemetaan varian data genom dari populasi penduduk Indonesia. Proses tersebut dinaungi oleh unit pelaksana teknis yang secara nomenklatur bernama Balai Besar Biomedis dan Genomika Kesehatan.
Metoda yang saat ini digunakan oleh Balai Besar Binomika Kemenkes RI dalam program BGSi adalah Whole Genome Sequencing, dimana Whole Genome Sequencing (WGS) adalah proses penentuan urutan seluruh genom dari suatu organisme. Dalam konteks biologi molekuler, WGS digunakan untuk memahami informasi genetik secara komprehensif, termasuk variasi genetik yang mungkin terkait dengan kondisi kesehatan, respons terhadap terapi, atau predisposisi terhadap penyakit.
Secara teoretis, WGS didasarkan pada Central Dogma of Molecular Biology, yang menyatakan bahwa informasi genetik yang tersimpan dalam DNA ditranskripsi menjadi RNA, lalu diterjemahkan menjadi protein. Dengan mengetahui urutan lengkap DNA, para peneliti dapat memahami bagaimana variasi dalam genom dapat mempengaruhi ekspresi gen dan fungsi biologis.
Genom manusia terdiri dari sekitar 3 miliar pasang basa (base pairs) dan mencakup sekitar 20.000-25.000 gen. Variasi di dalam genom seperti single nucleotide polymorphisms (SNPs), insertion-deletion (indels), dan copy number variations (CNVs) dapat memberikan petunjuk penting tentang penyakit genetik, predisposisi penyakit, dan berbagai sifat biologi lainnya.
Proses Whole Genome Sequencing diawali dengan proses ekstraksi DNA. Dimana proses ini dimulai dengan isolasi DNA dari sampel biologis, yang bisa berupa darah, jaringan, atau cairan tubuh lainnya. Teknik yang umum digunakan adalah metode fenol-kloroform atau penggunaan kit komersial berbasis resin magnetik.
Kemudian DNA dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil dengan enzim restriksi atau menggunakan nebulizer- sonikator. Fragmen ini harus cukup kecil untuk dibaca oleh mesin sekuensing.
Lalu fragmen DNA disiapkan menjadi sebuah library dengan menambahkan adapter (urutan pendek yang melekat di ujung fragmen DNA) untuk memudahkan pengikatan ke platform sekuensing.
Tahap selanjutnya adalah proses amplifikasi sering kali dilakukan dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) untuk menghasilkan cukup salinan dari fragmen DNA yang akan disekuensing.
Sekuensing dilakukan menggunakan salah satu dari beberapa platform teknologi, seperti:
Illumina (Next-Generation Sequencing – NGS): Menggunakan prinsip sequencing by synthesis, di mana nukleotida ditambahkan secara berurutan, dan sinyal fluoresensi mendeteksi urutan basa.
PacBio (Single Molecule Real-Time – SMRT sequencing): Metoda ini memungkinkan pembacaan panjang (long reads) yang lebih akurat untuk mengidentifikasi variasi struktural genom yang lebih besar.
Oxford Nanopore Technologies: Menyediakan sekuensing berbasis nanopore yang dapat menghasilkan pembacaan sangat panjang dan mendeteksi modifikasi epigenetik langsung.
Setelah proses sekuensing, data yang dihasilkan berupa jutaan hingga miliaran potongan DNA yang perlu dialign ke referensi genom menggunakan perangkat lunak bioinformatika, seperti BWA atau Bowtie.
Setelah itu, varian genetik dianalisis menggunakan perangkat lunak seperti GATK (Genome Analysis Toolkit) untuk mengidentifikasi SNP, indels, dan varian struktural.
Hasil akhir berupa urutan genom lengkap, yang bisa dibandingkan dengan genom referensi atau dianalisis lebih lanjut untuk mengidentifikasi mutasi atau varian genetik yang relevan dengan penyakit atau karakteristik biologis tertentu.
Jenis alat pemeriksaan teknologi WGS antara lain adalah;
Illumina NovaSeq: Platform NGS yang mampu melakukan WGS dengan throughput tinggi dan akurasi yang sangat baik.
PacBio Sequel II: Menyediakan long reads, yang ideal untuk studi genomik struktural atau area dengan variasi tinggi.
Oxford Nanopore MinION: Alat portabel untuk sekuensing real-time, cocok untuk aplikasi klinis dan di lapangan.
Metoda Pemeriksaan yang dilakukan mencakup berbagai tahapan dan proses sebagai berikut;
Short-read Sequencing (Illumina): Menghasilkan pembacaan pendek (50-300 bp), ideal untuk mengidentifikasi SNPs dan mutasi kecil, tetapi kurang optimal untuk mendeteksi varian struktural besar.
Long-read Sequencing (PacBio, Oxford Nanopore): Menghasilkan pembacaan panjang (>10 kb) yang memungkinkan deteksi varian struktural besar, area berulang, dan bahkan modifikasi epigenetik.
WGS dapat digunakan untuk memahami profil genetik individu dalam konteks terapi personal, khususnya pada penyakit seperti kanker, di mana mutasi spesifik pada gen tertentu dapat memengaruhi respons terhadap pengobatan.
WGS dapat pula digunakan untuk studi genetika populasi dan evolusi. WGS antara lain dapat digunakan untuk menganalisis variasi genetik di seluruh populasi dan memahami pola migrasi, seleksi alam, atau efek bottleneck genetik.
Dari aspek kesehatan dan pencegahan penyakit, saat ini sudah teridentifikasi beberapa gen yang dapat menjadi penanda/marker atau indikasi awal dari penyakit tertentu. Bahkan panel untuk pemeriksaan penyakit yang bersifat degeneratif telah menjadi bagian dari layanan genetika/genom komersial yang telah mulai banyak ditawarkan oleh perusahaan rintisan berbasis bioteknologi.
Berikut adalah beberapa gen yang telah dapat diperiksa secara rutin, dengan sampel biologi seperti air liur/saliva, yang dapat diperiksa dengan teknik DNA Microarray.
Gen BRCA1 dan BRCA2 dapat diperiksa untuk menilai kondisi mutasinya.
Mutasi pada gen ini terkait dengan resiko tinggi kanker payudara dan ovarium pada wanita, namun pada pria, mutasi ini juga berhubungan dengan resiko kanker prostat dan pankreas. Deteksi dini pada gen ini sangat penting untuk mencegah penyakit yang lebih serius.
Dapat diperiksa pula APOE (Apolipoprotein E), dimana gen ini berhubungan dengan resiko penyakit Alzheimer dan penyakit jantung. Orang dengan varian tertentu dari gen APOE memiliki resiko lebih besar untuk mengalami penumpukan plak di otak dan juga masalah metabolisme lipid.
Berikutnya ada kelompok gen MLH1, MSH2, MSH6, PMS2, dimana mutasi pada gen-gen ini berhubungan dengan sindrom Lynch, yang meningkatkan resiko kanker kolorektal dan beberapa jenis kanker lainnya, termasuk kanker rahim dan lambung.
Ada pula gen TP53, yang penting dalam mengatur siklus sel dan apoptosis (kematian sel terprogram). Mutasi pada gen TP53 bisa meningkatkan resiko kanker prostat, paru-paru, serta pencernaan.
Dapat pula diperiksa geb LPL (Lipoprotein Lipase), dimana gen ini terlibat dalam metabolisme lipid. Mutasi pada gen ini dapat menyebabkan peningkatan kadar trigliserida, yang berkontribusi terhadap resiko penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner.
Gen terkait LPL adalah FTO (Fat Mass and Obesity-Associated Gene) yang berhubungan dengan obesitas dan DM tipe 2. Mutasi pada gen ini meningkatkan resiko seseorang mengalami obesitas, yang pada gilirannya meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.
Varian gen KIF6 juga berkaitan dengan peningkatan resiko penyakit jantung koroner, terutama pada individu dengan kadar kolesterol tinggi.
Gen MTHFR (Methylenetetrahydrofolate Reductase) dapat diperiksa juga karena mutasi pada gen ini dapat mengganggu metabolisme folat, menyebabkan kadar homosistein tinggi dalam darah yang berkaitan dengan resiko penyakit kardiovaskular.
SRD5A2, gen ini penting dalam konversi testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT), yang berperan dalam kesehatan prostat. Mutasi pada SRD5A2 dapat meningkatkan resiko benign prostatic hyperplasia (BPH) dan kanker prostat.
Lalu ada gen PCSK9, dimana mutasi pada gen ini bisa menyebabkan peningkatan kadar LDL (kolesterol jahat) yang berkontribusi terhadap resiko penyakit jantung koroner.
Tentu saja pemeriksaan genom tak hanya dapat memetakan profil gen terkait penyakit fisik saja, melainkan dapat pula memetakan berbagai gen yang memiliki peran dalam pembentukan karakter, sikap, sifat, dan perilaku di domain psikologi.
Jika sudah teridentifikasi apakah gen-gen di domain psikologi itu dapat dimanipulasi sebagaimana gen-gen penyebab kondisi patologis fisik dapat dimodulasi? Bukankah kini juga sudah mulai marak upaya untuk mengkondisikan gen penyebab penyakit agar tidak terekspresi dan memicu terjadinya kelainan pada sistem fisiologi? Metoda penyuntingan gen CRISPR Cas 9 misalnya.
Kemajuan riset di bidang bioteknologi dan sistem komputasi berbasis AI, telah melahirkan beberapa model seperti AlphaFold yang mendukung proses manufaktur protein yang dapat digunakan dalam precision medicine.
Maka tidak tertutup kemungkinan, bahwa hasil pemetaan dan identifikasi kelompok gen pengatur perilaku, pada masanya akan dapat menghasilkan suatu terobosan inovatif berupa upaya mengatur dan mengendalikannya bukan?
Maka jika kita bayangkan betapa masuknya data genom akan diakuisisi dari berbagai sampel biologis di fasilitas kesehatan, ataupun yang diambil justru atas permintaan kita sendiri dalam rangka upaya pencegahan penyakit atau penegakan diagnosis, maka data privacy berupa susunan rangkaian nukleotida kita akan dapat digunakan untuk berbagai keperluan.
Saat ini mungkin kita masih sibuk berkutat dengan konsep regulasi dan dasar hukum perlindungan data pribadi berupa data administrasi kemasyarakatan yang berkonsekuensi pada beberapa aspek hukum di ranah sosial dan ekonomi, akan tetapi ke depan kita akan berhadapan dengan biological data leaks yang dapat dipulung dari berbagai sampel pemeriksaan medis rutin tanpa sepengetahuan kita. Cukup setetes darah, air liur, cotton butt yang dioleskan di sisi buccal rongga mulut, ataupun berbagai jaringan hasil operasi atau sisa biopsi, semua bisa menjadi bagian dari mekanisme biological intelligence yang akan punya peran sangat signifikan di masa depan.
Mengapa? Karena modifikasi genom melalui berbagai kanal dan mekanisme kini sudah amat dimungkinkan. Bagaimana jika sikap, sifat, perilaku, dan sistem pengambilan keputusan manusia yang diatur gen tertentu, justru dapat diatur oleh pihak tertentu? Perang model baru terkait dengan distribusi kekuasaan dan otoritas akan bergeser dari cyber warfare, menjadi biopsy cyber warfare.
Lalu gen-gen pengatur profil psikologi seseorang apa sajakah yang kini sudah teridentifikasi dan punya potensi untuk dimodulasi?
Dalam konteks psikologi molekuler, berbagai gen memiliki peran penting dalam membentuk karakter psikologis seseorang. Interaksi antara faktor genetik dan lingkungan sangat kompleks, tetapi beberapa gen spesifik telah dikaitkan dengan perilaku, sifat, dan karakteristik psikologis seseorang. Berikut adalah beberapa gen utama yang berperan dalam hal ini beserta mekanisme kerjanya, COMT (Catechol-O-methyltransferase), COMT berperan dalam metabolisme neurotransmiter seperti dopamin di korteks prefrontal. Variasi dalam gen ini dapat memengaruhi fungsi eksekutif, pengambilan keputusan, dan tingkat stres seseorang.
Polimorfisme pada gen COMT (Val158Met) memengaruhi kecepatan degradasi dopamin. Individu dengan varian Met biasanya memiliki kadar dopamin lebih tinggi di otak, yang dikaitkan dengan kecenderungan lebih sensitif terhadap stres dan kemampuan kognitif yang lebih baik dalam tugas-tugas yang membutuhkan fokus.
SERT (SLC6A4, Serotonin Transporter Gene), gen ini mengkode transporter serotonin yang bertanggung jawab untuk mengatur reuptake serotonin di sinapsis neuron. Serotonin adalah neurotransmiter penting dalam pengaturan mood.
Variasi gen SERT, terutama polimorfisme 5-HTTLPR, memengaruhi resiko depresi dan kecemasan. Individu dengan alel pendek pada 5-HTTLPR memiliki aktivitas transporter serotonin yang lebih rendah, yang bisa meningkatkan kerentanan terhadap stres emosional dan risiko depresi.
DRD4 (Dopamine Receptor D4), yang berperan dalam pengaturan dopamin di sistem limbik, terutama terkait dengan perilaku motivasi, kecenderungan untuk mengambil resiko, dan perilaku eksploratif.
Polimorfisme pada DRD4, terutama alel panjang 7-repeat, telah dikaitkan dengan peningkatan kecenderungan perilaku impulsif, pencarian sensasi, dan kemungkinan perkembangan gangguan kepribadian antisosial pada beberapa individu.
MAOA (Monoamine Oxidase A), gen yang proteinnya merupakan enzim pemecah neurotransmiter seperti serotonin, norepinefrin, dan dopamin. Gen ini sering disebut sebagai “gen pejuang” karena keterkaitannya dengan perilaku agresif.
Individu dengan varian low-activity (MAOA-L) pada gen ini cenderung memiliki kadar neurotransmiter yang lebih tinggi, yang dapat menyebabkan peningkatan perilaku agresif, terutama jika dikombinasikan dengan lingkungan yang penuh stres atau kekerasan pada masa kecil.
BDNF (Brain-Derived Neurotrophic Factor), dimana BDNF adalah faktor pertumbuhan saraf yang penting untuk neuroplastisitas dan perkembangan otak. Gen ini sangat penting untuk kemampuan belajar dan memori, serta adaptasi terhadap stres.
Polimorfisme pada BDNF (Val66Met) dapat memengaruhi fungsi sinapsis dan respons emosional. Individu dengan varian Met lebih rentan terhadap stres dan depresi karena tingkat neuroplastisitas yang lebih rendah.
OXTR (Oxytocin Receptor Gene), dimana gen OXTR mengkode reseptor oksitosin, hormon yang berperan dalam perilaku sosial dan ikatan emosional. Oksitosin dikenal sebagai “hormon cinta” karena keterlibatannya dalam ikatan antar individu.
Variasi pada gen OXTR dikaitkan dengan perbedaan dalam kemampuan berempati, kemampuan sosial, serta ikatan romantis dan keluarga. Mutasi tertentu pada gen ini dapat mempengaruhi perilaku prososial dan kecenderungan untuk berempati terhadap orang lain.
AVPR1A (Arginine Vasopressin Receptor 1A), di mana gen ini mengatur reseptor vasopresin, yang berperan dalam ikatan sosial dan perilaku monogami.
Polimorfisme pada AVPR1A telah dikaitkan dengan perbedaan dalam perilaku sosial dan hubungan interpersonal. Penelitian menunjukkan bahwa varian tertentu dapat mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk setia dalam hubungan romantis.
CLOCK (Circadian Locomotor Output Cycles Kaput), di mana gen ini mengatur ritme sirkadian, yang berpengaruh pada pola tidur dan perilaku harian. Ritme sirkadian sangat berkaitan dengan kondisi mental seperti gangguan tidur dan depresi.
Polimorfisme pada gen CLOCK dapat mengganggu siklus tidur dan bangun alami seseorang, yang pada gilirannya meningkatkan resiko gangguan mood, termasuk depresi dan gangguan bipolar.
FKBP5 (FK506 Binding Protein 5), dimana FKBP5 berperan dalam regulasi respons tubuh terhadap stres. Gen ini mengatur sistem HPA (hypothalamic-pituitary-adrenal) yang mengontrol produksi hormon stres kortisol.
Polimorfisme pada FKBP5 dikaitkan dengan peningkatan respons terhadap stres dan resiko gangguan stres pascatrauma (PTSD). Individu dengan varian tertentu lebih cenderung mengalami reaksi stres yang berlebihan.
Secara umum, gen bekerja dengan mempengaruhi produksi, pengaturan, dan aktivitas neurotransmiter serta hormon yang berperan dalam pengaturan fungsi otak dan perilaku. Faktor-faktor genetik ini berinteraksi dengan lingkungan, termasuk pengalaman hidup, kondisi sosial, dan paparan stres, yang membentuk kepribadian seseorang.
Sebagai contoh, seseorang dengan varian tertentu dari gen SERT mungkin memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami kecemasan, tetapi jika orang tersebut tumbuh di lingkungan yang mendukung secara emosional, resiko tersebut bisa dikurangi. Dengan demikian, faktor genetik bukanlah satu-satunya penentu, tetapi lebih merupakan kerangka predisposisi yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.
Kondisi ini tentu membuka banyak peluang untuk pengembangan proses modulasi genom bukan? Bisa dengan pendekatan targeted therapy berbasis farmakologi sebagaimana yang telah banyak dikembangkan saat ini, ataupun dengan berbagai model manipulasi lain, seperti penyuntingan genom, stimulasi biofisika, sampai pengondisian lingkungan dan optimasi aspek nutrisi melalui pendekatan nutrigenomik.
Dalam konteks konstruktif, jika pada suatu saat inisiatif BGSi juga menjangkau ranah psikologi molekuler, besar harapan data genom yang ada, selain dapat digunakan untuk merancang dan merencanakan langkah strategis untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan program-program kedokteran pencegahan yang bersifat presisi, dapat pula digunakan untuk merencanakan berbagai hal strategis terkait profil psikologis masyarakat Indonesia.
Bukankah program-program pengembangan wilayah, penyediaan layanan publik dasar, dan berbagai hal krusial di ranah sosial membutuhkan basis data yang akurat dan tepat guna? Data genom psikologi dapat menjadi referensi dalam proses pengambilan keputusan publik, termasuk dalam berbagai perencanaan kebijakan publik. Maka ke depan besar pula harapan, bahwa kebijakan publik itu dapat berbasis pada psychological values yang secara objektif dapat dinilai dari profil genom gen-gen yang berelasi dengan perilaku manusia. Gen-gen yang terkait dengan cara manusia merasa, berpikir, mengambil keputusan, dan bertindak.
Bukankah pengetahuan tentang mesin genetika ini juga akan memberi kita wawasan tentang apa yang dibutuhkan, dan apa yang seharusnya disediakan agar gen-gen tersebut dapat berfungsi secara optimal dan menghadirkan sosok manusia dengan potensi holistiknya yang dapat diekspresikan secara maksimal?
Psikogenomik adalah pendekatan baru terkait kebijakan publik, dan dapat turut menentukan arah kemana bangsa ini akan dinakhodai di masa depan. 🙏🏾🩵🇲🇨