Tuna Terbang dari Bitung ke Tsukiji
Tahun 2023 jumlah ekspor perikanan dari Sulawesi Utara ke negara Jepang sebesar 113.231 kg. Ke depan akan terus kita tingkatkan, bukan hanya ke Jepang tapi juga ke negara Asia lain seperti Cina dan Korea. Untuk mewujudkannya kita turut pula menggandeng Pemda, swasta dan instansi terkait lainnya,β demikian tutur Menhub era Jokowi, Budi Karya Sumadi.
Bitung yang terletak di ujung utara pulau Sulawesi memang memiliki peran yang cukup strategis dalam konteks pengembangan wilayah terkait konektivitas dan optimasi pemanfaatan sumber daya melalui proses ekspor dan pengiriman barang. Begitu besar perannya dalam konteks industri maritim dan juga manufaktur serta geliat ekonomi kawasan.
Masih mengutip dari laman situs Kemenhub RI yang sama, disebutkan bahwa keberadaan pelabuhan Bitung juga akan mendukung kegiatan industri kawasan timur Indonesia meliputi Ambon dan Ternate (pertanian, industri, dan pertambangan) serta Samarinda, Balikpapan, Tarakan, dan Nunukan (batubara, minyak bumi, dan kayu lapis). Pengembangan pelabuhan Bitung dan sekitarnya akan meningkatkan kapasitas pelabuhan menjadi sekitar 2,7 juta TEUs.
Posisi Bitung di ujung Sulawesi Utara amat strategis sebagai pintu keluar masuk berbagai komoditas strategis yang menyumbang pendapatan daerah dan nasional di wilayah terkait. Komoditas ekspor perikanan utama Sulawesi Utara adalah tuna dan cakalang, yang terdiri dari tuna segar dan beku, tuna kaleng, ikan kering/kayu, layang beku, dll.
Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung merupakan salah satu gerbang bagi daerah pengekspor tuna di Indonesia. Pada November 2022, produksi perikanan di Bitung didominasi oleh tuna dan cakalang, dengan kontribusi terbesar dari cakalang sebesar 42,5 persen dan tuna sebesar 27,7 persen.
Sebagai komoditas unggulan ikan tuna dan cakalang memiliki nilai ekspor sebesar 75,9 juta dolar AS, disusul produk makanan olahan sebesar 73,5 juta dolar AS dan rempah-rempah sebesar 54,3 juta dolar AS.
Spesies tuna yang merupakan komoditas ekspor Indonesia adalah: Tuna mata besar (bigeye tuna), Madidihang (yellowfin tuna), Albakora (albacore), Cakalang (skipjack tuna), Tuna sirip biru selatan (southern bluefin tuna).
Indonesia merupakan negara penghasil tuna terbesar di dunia dan memenuhi 16% kebutuhan tuna dunia. Tuna Indonesia diekspor ke berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Vietnam, Korea Selatan, dan Jepang. Bahkan 70% dari produksi Tuna Indonesia yang mencapai 810.535 ton/tahun, di ekspor ke luar negeri dengan nilai mencapai 583 juta US$/tahun. Sungguh suatu nilai ekspor yang sangat signifikan bukan?
Tuna adalah ikan laut pelagik yang termasuk tribus Thunnini, terdiri dari beberapa spesies dari famili skombride, terutama genus Thunnus. Ikan ini adalah perenang andal (kecepatannya dapat mencapai 77 km/jam).
Daging tuna berwarna merah muda sampai merah tua. Hal ini karena otot tuna lebih banyak mengandung myoglobin daripada ikan lainnya. Beberapa spesies tuna yang lebih besar, seperti tuna sirip biru Atlantik (Thunnus thynnus), dapat menaikkan suhu darahnya di atas suhu air dengan aktivitas ototnya. Hal ini menyebabkan mereka dapat hidup di air yang lebih dingin dan dapat bertahan dalam kondisi yang beragam.
Dengan perkembangan teknologi alat tangkap pukat cincin (purse-seine), dalam beberapa tahun terakhir tangkapan tuna melonjak hingga lebih dari 4 juta ton pertahun. Sekitar 68 persen dari angka tersebut berasal dari Samudra Pasifik, 22 persen dari Samudra Hindia, dan 10 persen sisanya terbagi antara Samudra Atlantik dan Laut Tengah.
Tangkapan cakalang mendominasi hingga 60% tangkapan, diikuti oleh madidihang (24%), mata besar (10%) dan albakora (5%). Sekitar 62% produksi dunia ditangkap dengan menggunakan pukat cincin, sebesar 14% dengan menggunakan pancing rawai tuna (longline), 11% dengan pancing huhate (pole and line), selebihnya dengan alat lain-lain.
Kekhawatiran yang kian hari kian memuncak berfokus pada kemungkinan telah terjadinya kondisi yang dikenal sebagai over fishing, yang dapat mengakibatkan gangguan pada kelestarian populasinTuna, karena tidak adanya jeda waktu untuk bereproduksi.
Mengapa daging ikan Tuna begitu diminati? Tentu saja, selain karena aspek organoleptik berupa citarasa yang sesuai dengan selera manusia, Tuna juga memiliki kandungan gizi dengan nilai nutrisi yang amat dibutuhkan dalam berbagai sistem fisiologi.
Kandungan gizi ikan tuna per 100 gram terdiri dari kalori 109 kkal, protein 24,4 gram, lemak 0,5 gram, Thiamin (vitamin B1) 0,12 miligram, Riboflavin (vitamin B2), 0,12 mg, Niasin (vitamin B3) 18,5 mg, Asam pantotenat (vitamin B5) 0,28 mg, Vitamin B6 0,93 mg, Kalsium 4 mg, Zat besi 0,77 mg.
Selain itu, ikan tuna juga mengandung magnesium, fosfor, kalium, natrium, dan zinc. Ikan tuna kaya akan nutrisi dan memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, seperti mengandung omega-3, vitamin D, kalsium, kalium, kolin, vitamin B, seng, dan fosfor.
Khusus perkara kandungan asam lemak tidak jenuh Omega-3 atau DHA/EPA, ikan Tuna dan keluarganya (termasuk ikan Kembung) malah memiliki kadar yang lebih baik tinimbang ikan yang kerap dijadikan acuan sebagai sumber asupan Omega-3, Salmon. Ikan tuna per 100 gram dagingnya mengandung 2,1 gram omega 3 sementara Ikan salmon per 100 gram nya hanya mengandung 1,6 gram omega 3, tak berbeda jauh dengan Ikan tongkol yang per 100 gram dagingnya mengandung 1,5 gram omega 3. Apalagi kalau dibandingkan dengan ikan Kembung yang per 100 gram dagingnya mengandung 2,2 gram Omega-3.
Asam lemak omega terdiri dari omega 3, 6, dan 9. Omega 3 merupakan jenis lemak tak jenuh ganda yang tidak bisa diproduksi tubuh manusia. Omega 3 penting sebagai asam lemak esensial yang terbentuk dari asam lemak seperti EPA (eicosapentaenoic acid), DHA (docosahexaenoic acid), dan ALA (A-linolenat). Ikan Bandeng adalah ikan penghasil omega-3 juara.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Balai Pengembangan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (1996), Kandungan omega-3 pada ikan bandeng 14,2 persen melebihi kandungan omega-3 pada ikan salmon (2,6 persen), ikan tuna (0,2 persen) dan ikan sarden/mackerel (3,9 persen), dengan kandungan protein yang tinggi dari bandeng (20,38 persen).
Tentu isu perikanan tangkap yang ramah lingkungan adalah isu sentral yang perlu kita kelola bersama, mengingat adanya keterbatasan populasi ikan komoditas di lautan. Sementara di sisi lain teknologi budidaya perikanan belumlah sepenuhnya dapat diimplementasikan secara optimal.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, Indonesia mengekspor produk perikanan senilai lebih dari USD 5,72 miliar. Udang beku, tuna, dan cakalang menjadi komoditas utama. Pasar internasional benar-benar menghargai kekayaan laut kita. Udang, terutama udang Vannamei, menjadi primadona ekspor dengan permintaan yang terus meningkat di Amerika Serikat dan Eropa.
Dari segi geomaritim, Indonesia memiliki lebih dari 6,4 juta kilometer persegi wilayah laut, dengan zona ekonomi eksklusif yang melimpah. Arus lintas Indonesia, atau yang dikenal sebagai Arlindo, mengalir di antara dua samudera, membawa nutrisi dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia. Aliran ini menjadikan laut Indonesia begitu subur dan ideal untuk kehidupan laut, dari ikan pelagis kecil seperti tongkol dan kembung hingga ikan demersal bernilai tinggi seperti kakap dan kerapu.
Seiring dengan itu, saya pun merenungi masa depan perikanan budidaya di Indonesia. Ini hal penting nan krusial, karena tentu tak selamanya kita dapat memanen kemurahan alam secara eksploitatif. Beruntunglah di beberapa daerah, seperti di Sulawesi Selatan dan Jawa Barat, tambak udang dan ikan bandeng sudah mulai menggunakan teknologi budidaya modern.
Sistem akuakultur berbasis resirkulasi air (RAS) misalnya, sangat efisien dalam pengelolaan air dan ramah lingkungan. Proyeksi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan bahwa perikanan budidaya di Indonesia akan terus berkembang dengan produksi yang diperkirakan meningkat lebih dari 10% per tahun.
Berbagai inisiatif berbasis teknologi akuakultur tepat guna dalam konteks budidaya komoditas perikanan laut dan payau, antara lain pernah diterapkan di program “Emas Biru” di Teluk Ambon, oleh almarhum Letnan Jenderal purnawirawan Donny Monardo, saat beliau menjabat Pangdam Pattimura di Maluku.
Sementara di seberang Samudera Pasifik, tepatnya di ibukota Jepang, Tokyo, terdapat sebuah pusat perdagangan hasil laut yang volume lelang komoditas perikanannya dapat mencapai 2080 ton/hari (data tahun 2007). Pusat perdagangan komoditas laut ini dikenal sebagai Pasar Ikan Tsukiji, yang bermula dari pasar ikan dekat jembatan Nihonbashi yang melayani kebutuhan penduduk Tokyo sejak zaman Edo.
Ketika terjadi gempa bumi besar Kanto September 1923, semua pasar ikan dan pasar basah di Tokyo habis terbakar. Dewan kota memutuskan untuk mendirikan pasar grosir di Tokyo. Salah satunya adalah Pasar Tsukiji. Pemerintah kota membeli lahan tanah negara (bekas lokasi Akademi Angkatan Laut, Pusat Riset Teknologi Angkatan Laut) untuk dijadikan lokasi pasar. Setelah membeli bagian laut yang boleh diuruk, pembangunan pasar dimulai dari menguruk laut selama 3 tahun 3 bulan sejak Maret 1928. Dari total luas lahan 196.729 mΒ², 16.631,4 mΒ² adalah lahan hasil pengurukan.
Pembangunan gedung dan fasilitas penunjang berlangsung dari Desember 1930 hingga April 1933, mulai dari lemari es, pabrik es, tempat lelang, ruang penyimpanan pisang, hingga ekspansi jalur kereta api sepanjang 2,710 meter dari Stasiun Kargo Shiodome. Pembangunan semua fasilitas penunjang selesai bulan Agustus 1934.
Pedagang yang mulai berjualan di Pasar Tsukiji sejak tahun 1934 adalah pedagang asal pasar ikan air tawar Nihonbashi, dan pedagang ayam/telur. Pedagang sayuran dan buah mulai berjualan sejak Februari 1935, pedagang ikan laut sejak Juni dan November 1935, diikuti pedagang grosir, pedagang sayuran/buah, pedagang tsukemono, dan pedagang lainnya.
Keberadaan Tsukiji yang berhubungan langsung dengan Bitung di Sulawesi Utara yang merupakan salah satu pintu gerbang ekspor komoditas perikanan laut dari Indonesia, membuat saya merenung. Kita banyak mengekspor komoditas ikan kita seperti Thunnus thynnus, juga Thunnus alalunga, serta Katsuwonus pelamis di lautan sekitar Sulawesi sampai Banda, dan menghasilkan devisa, tapi agak kurang dalam mengonsumsinya hingga masih kerap dijumpai masalah terkait defisiensi gizi.
Mari kita simak data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik dan juga Kementerian KKP, bahkan kementerian yang satu ini sudah punya rumusan tentang angka konsumsi ikan dan menargetkan bahwa angka konsumsi perkapita di tahun 2024 semestinya dapat mencapai 62,5 kg. Sementara data konsumsi ikan per kapita di Indonesia pada tahun 2023 adalah 58,48 kilogram. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Dimana pada tahun 2021, konsumsi ikan per kapita di Indonesia adalah 55,37 kilogram, sedangkan pada tahun 2011, konsumsi ikan per kapita di Indonesia adalah 32,25 kilogram.
Wilayah dengan konsumsi ikan tertinggi adalah Maluku dengan 77,49 kilogram per kapita, dan wilayah dengan konsumsi ikan terendah adalah DI Yogyakarta dengan 34,82 kilogram per kapita.
Secara global memang terjadi trend peningkatan konsumsi ikan. Pada tahun 2021, konsumsi ikan secara global mencapai 180,07 juta metrik ton, meningkat 1,02% dari tahun 2018-2020.
Data konsumsi ikan di Jepang dalam periode tahunan adalah sekitar 8,5 juta ton. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan negara lain, kecuali Tiongkok yang jumlah penduduknya hampir 10 kali lebih banyak. Sementara konsumsi ikan per kapita di Jepang mencapai 140 kg per tahun. Jauh di atas Indonesia yang merupakan salah satu negara penghasil ikan yang dikonsumsi di Jepang, termasuk yang dilelang di pasar ikan Tsukiji.
Semoga dengan semakin teredukasinya masyarakat Indonesia, dan semakin baiknya infrastruktur perikanan di Indonesia, tingkat konsumsi ikan yang kaya akan kandungan omega-3 serta protein yang berkontribusi pada peningkatan kecerdasan secara neurobiologi, dan peningkatan kualitas kesehatan terkait dengan penurunan resiko penyakit degeneratif metabolik, termasuk kondisi patologis di sistem kardiovaskuler, dapat ditingkatkan secara signifikan.
Karena ikan adalah alternatif sumber nutrisi masa depan yang dapat kita kembangkan dari potensi sumber daya yang berlimpah di lautan kita yang merupakan hub dari 2 samudera penting dunia. Semoga kejayaan maritim dan keberlimpahan sumber nutrisi di lautan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia dari aspek pemenuhan gizi dengan nutrisi yang teroptimasi dengan bantuan teknologi. ππΎπ©΅π²π¨
Bahan Bacaan Lanju
Badan Pusat Statistik (BPS). (2023). “Statistik Perikanan Indonesia.”
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). (2023). “Laporan Tahunan Sektor Perikanan.”
FAO. (2022). “Global Aquaculture Production 2022.”
Nur, A., et al. (2023). “Sustainable Fisheries in Indonesia: Opportunities and Challenges.” Journal of Maritime Studies, 15(1), 45-68.