Tauhid Nur Azhar

Mang Rahmat Kadungora

Petak antara stasiun Lebak Jero +818 mdpl dan Leles +697 mdpl, menurut saya adalah jalur perlintasan kereta api terindah di tanah Jawa. Saya tidak berani mengatakan yang terindah di Nusantara, karena jalur di tepi danau Singkarak dan air terjun di Lembah Anai Sumatera Barat juga sangat indah, sayangnya jalur-jalur cantik Sumatera Barat itu hanya aktif jika ada kereta wisata. Mungkin juga karena masih dalam tahap revitalisasi dan peremajaan jalur ya. Saat ini jalur aktif di Sumatera Barat, antara lain adalah;

Lubuk Alung–Naras–Sungai Limau yang menghubungkan Stasiun Lubuk Alung dan Stasiun Naras, dan berada di wilayah Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman. Lalu jalur *lPulau Aie–Padang Panjang yang merupakan jalur utama di Divisi Regional II Sumatera Barat. Serta jalur Bukit Putus–Indarung yang merupakan jalur penghubung antara pabrik PT Semen Padang dengan Pelabuhan Teluk Bayur. Jalur ini merupakan jalur tersibuk di Sumatera Barat. Ada pula KA Bandara Minangkabau, yang menghubungkan bandara internasional Minangkabau dengan kota Padang. Perjalanan dari bandara baru itu juga melalui lokasi eks bandara terdahulu, Tabing.

Keindahan petak antara stasiun Lebak Jero, stasiun kedua tertinggi di Indonesia saat ini, setelah stasiun tetangganya di jalur hulu, Nagreg yang berelevasi +848 mdpl, disebabkan karena jalur KA meliuk menyusuri lereng pegunungan dengan bentangan lembah Kadungora nan indah di bawahnya. Sawah-sawah dengan tanaman padi alias Oryza sativa yang menghijau saat baru disemai dan menguning saat menjelang panen, seolah menjadi permadani yang di beberapa titik di atasnya menyembul pulau-pulau perkampungan dengan kubah bawang masjid yang menjadi pusat sirkuler peradaban. Jika kereta kita berhenti karena sinyal, dan bertepatan dengan tibanya waktu sholat, sayup-sayup kita dapat mendengar lantunan adzan seolah bersahut-sahutan. Indah sekali. Jika kita tiba sebelum saat sholat fardhu, kita pun dapat menikmati kesyahduan pupujian dalam bahasa Sunda yang berisi pepeling;

ila hilas tulil pirdaus si ahlaa walaa akwaa alannaril jahiimii
Fahabli taubataw wagfir dunubi Fainnaka gofilunnaril jahiimii

Duh Pangeran abdi sanes ahli surga
lamun teu kiat ka naraka teu ka duga lain tobat abdi teh hampura dosa. Da Gusti nu sok ngahampura dosa-dosa.

Atau bayangkan saat fajar mulai menyingsing, dan di langit timur semburat jingga mulai merekah merah merona, terdengar pula kokok ayam dan nyanyian beburungan dari hutan tepi desa. Seiring dengan berkecipaknya air di permukaan kolam-kolam warga. Kolam dan ikan adalah keistimewaan lain dari Kadungora. Sumber air yang berlimpah dari jajaran pegunungan yang mengelilingi lembah nan subur itu, menyediakan air jernih, bersih, dan berlimpah yang sangat ideal untuk pengembangan budidaya perikanan.

Maka tak heran jika di Kadungora, Leles dan sekitarnya kolam-kolam perikanan terdapat di hampir setiap halaman rumah warga. Jika bukan bagian dari usaha perikanan, setidaknya kolam-kolam di rumah warga itu adalah sumber gizi protein yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan nutrisi keluarga bukan?

Kadungora sendiri memang daerah yang sangat indah, selain sawah dan sungai ada banyak gunung di sekitarnya. Ada gunung Kaledong, gunung Haruman, sampai gunung Pangradinan, dan gunung berapi Guntur mengelilinginya, tak heran jika area dengan lapisan vulkanik itu tentu teramat subur alamnya.

Kang Rahmat, salah satu warga Kadungora yang juga sahabat saya semenjak beliau masih sering mengantar jemput saya dalam berbagai kegiatan pelatihan, sampai hari ini saat beliau sudah menapaki karier di manajemen lembaga pelatihan itu sebagai salah pimpinan teras, kerap bercerita tentang cita-citanya kembali ke desa dan beternak ikan sebagaimana warga di sana pada umumnya. Potensi sumber daya air ini kerap kali mempesona pikiran saya di saat melintas di daerah tersebut. Tak hanya di Leles saja, tapi juga sampai ke daerah Cikembulan, airnya begitu berlimpah dan banyak digunakan dalam industri perikanan.

Kang Rahmat ingin menjadi juragan ikan. Karena ikan Mas atau Cyprinus carpio yang meski spesies introduksi dari Asia Timur, telah dibudidayakan di wilayah Priangan Timur sejak abad ke 19. Hal ini ditandai dengan adanya teknik kakaban dengan daun ijuk sebagai tempat perlekatan telur ikan Mas di kolam pemijahan di kawasan Priangan timur. Budidaya ini berlangsung sejak tahun 1860an di wilayah Galuh-Ciamis.

Meski kita tahu, spesies karper ini di beberapa negara, termasuk di Amerika Serikat, menjadi musuh yang mengancam populasi spesies endemik, karena kemampuan adaptasinya yang luar bisa hingga seringkali mengalami over populasi yang berakibat rantai makanan di ekosistem setempat terganggu. Spesies endemik terancam punah dengan kehadiran ikan Mas. Salah satu spesies yang kini statusnya terancam karena kehadiran ikan Mas di USA, adalah ikan Alligator Gar yang dikenal sebagai ikan legendaris Amerika.

Tapi perjalanan panjang budidaya ikan Mas, yang juga berkembang di bagian lain Nusantara seperti di Jawa Timur, dimana ikan ini sudah dibudidaya secara khusus mulai tahun 1933 dan sudah memiliki varietas lokal yang dikenal sebagai ikan Mas Punten karena dibudidayakan di desa Punten Kabupaten Malang, telah melahirkan pula budaya dan tradisi kuliner yang terkait erat dengan kehadirannya.

Tak jarang ikan Mas menjadi menu andalan yang menjadi suguhan utama di beberapa perhelatan budaya yang penting, seperti hajatan pernikahan, bersih desa, manakiban, walimatussafar, sampai ke syukuran 17an. Ikan Mas hadir dalam berbagai bentuk inovasi dalam variasi kuliner seperti pepes, pencok, cobek, pesmol, beueleum, sop, sampai yang paling sederhana di goreng garing dan disajikan dengan sambal terasi dan lalap segar yang terdiri dari tespong, terong, selada air, sampai bonteng dan kiciwis serta kemangi.

Budidaya ikan air tawar Kadungora dan Priangan Timur pada umumnya tidak hanya bertumpu pada satu spesies ikan Mas saja, melainkan juga pada beberapa jenis ikan air tawar yang memiliki berbagai keunggulan sebagai komoditas pangan.

Salah satunya adalah justru ikan aseli alias endemik Priangan Timur atau Indonesia pada umumnya,yaitu Ikan gurami atau Gurame (Osphronemus gouramy), yang diprakirakan sudah dibudidaya sejak zaman kerajaan Galuh di Priangan Timur, yang sekarang menjadi Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Pemeliharaan ikan ini kemudian menyebar ke daerah lain di Priangan Timur seperti di Ciamis, Singaparna, dan Tasikmalaya.

Ikan Gurame cukup mudah dibudidayakan, induk yang siap bertelur memiliki kebiasaan membuat sarang dari ijuk atau rumput, yang kemudian disembunyikan di antara tanaman. Setelah proses bertelur selesai, induk jantan akan pergi dan sarang yang sudah berisi telur dijaga oleh induk betina.

Gurame semula menyebar di pulau-pulau Sunda Besar (Sumatra, Jawa, dan Kalimantan), tetapi kini telah dipelihara sebagai ikan konsumsi di berbagai negara di Asia (terutama Asia Tenggara dan Asia Selatan) serta di Australia. Ikan ini punya nama lokal yang berbeda-beda, di Jawa Timur di kenal sebagai Grameh, sedangkan di semenanjung Melayu dan Sumatera dikenal sebagai ikan Kalui atau Kaloi.

Habitat alami gurame adalah sungai-sungai, rawa dan kolam, termasuk pula di air payau; namun gurame paling menyukai kolam-kolam dangkal dengan banyak tumbuhan. Sesekali ikan ini muncul ke permukaan untuk bernapas langsung dari udara.

Budidaya ikan Gurame cukup mudah dan tidak berbeda terlalu banyak dengan budidaya ikan Mas. Syarat lokasi budidaya Gurame di antaranya suhu air berkisar antara 24-30 °C; kualitas air harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan beracun maupun limbah pabrik; nilai derajat keasaman (pH) perairan berkisar antara 7-8; kandungan oksigen terlarut minimal 2 mg/l; dan ketinggian lokasi antara 50–400 mdpl. Meski Kadungora terletak di ketinggian lebih dari 600 mdpl tapi tampaknya gurame masih cocok dibudidayakan di sana.

Tapi daerah atau kabupaten penghasil gurame terbesar di Indonesia, justru tidak berada di kawasan Priangan Timur, melainkan di Jawa Timur, tepatnya Tulungagung. Desa-desa di seperti Sukerejo Kulon dan Wetan adalah desa dengan budidaya gurame yang sangat potensial dan penyumbang pendapatan daerah yang cukup tinggi dari sektor budidaya perikanan tawar.

Ikan berikutnya yang juga mulai banyak dibudidayakan di berbagai daerah di Indonesia adalah Clarias batrachus sp alias Lele. Ikan berkumis yang satu ini memang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi kuliner Nusantara, yang bahkan belakangan ini santer terdengar telah merambah pasar negara tetangga seperti Malaysia dan Kamboja. Kita doakan saja agar warung pecel Lele Lamongan akan segera dapat kita jumpai lintas benua ya, di Australia, Eropa, Amerika, dan juga Afrika.

Selain budidayanya mudah, dan dapat beradaptasi di berbagai kondisi ekosistem yang ekstrem, bahkan di beberapa daerah di Jawa Tengah dibudidayakan di dalam jumbleng alias septic tank sebagai bagian dari implementasi circular economy, kandungan nutrisi ikan yang satu ini juga cukup komplit. Ikan lele memiliki komposisi nutrisi yang terdiri dari protein, vitamin, dan asam lemak omega-3, dimana kadar protein dapat mencapai 17 gram per 100 gram daging, vitamin B12 121% kebutuhan harian per 100 gram, vitamin D 181% kebutuhan harian per 100 gram, Selenium 26% kebutuhan harian per 100 gram, Tiamin 15% kebutuhan harian per 100 gram, Potasium 19% kebutuhan harian per 100 gram, asam lemak omega-3 237 miligram per 100 gram, asam lemak omega-6 337 miligram per 100 gram.

Ikan lele juga mengandung mineral seperti kalsium, fosfor, dan zat besi. Dimana kadar kalsiumnya adalah 20 miligram per 100 gram, Fosfor 200 miligram per 100 gram, dan Fe/zat besi 5,6 gram per 100 gram daging.

Bahkan penulis sendiri, bersama tim yang berasal dari beberapa mahasiswa lintas disiplin (Informatika ITB, kedokteran Maranatha, teknologi pangan IPB, dll) pernah melakukan penelitian terkait pakan lele yang didesain untuk meningkatkan kadar Omega-3 atau docohexanoic acid_/DHA, dimana DHA berperan dalam perkembangan dan fungsi otak, serta menjaga kesehatan mata. DHA merupakan struktur lemak utama pada retina mata.
Juga Eicosapentaenoic Acid_/ EPA yang memiliki fungsi anti inflamasi dan dapat membantu mengurangi peradangan sel. EPA juga dikenal karena dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah.

Selama hampir 6 bulan kami berjibaku dengan aroma “ajaib” yang sulit untuk digambarkan dengan kata-kata, karena bahan baku produk pakan itu terdiri dari berbagai jenis sumber protein alami, termasuk kecebong katak, yang setelah dihaluskan, harus difermentasi menjadi cairan silase. Di mana cairan silase inilah yang mengandung prekursor enzim pertumbuhan, berbagai jenis asam lemak rantai pendek, dan asam amino.

Hasil penelitian itu sendiri sangat membahagiakan, pakan yang kami buat dengan perjuangan dan pengorbanan berupa perubahan aroma tubuh dan baju kami setiap pulang dari workshop di daerah Ciumbeuluit, tepatnya di Jl. Kolam No 2, setelah diteliti dengan metoda spektrofotometri dan kromatografi di Undip dan UGM, ternyata berhasil meningkatkan kandungan Omega-3 pada lele percobaan dengan kadar yang sangat signifikan. Kalau tidak salah, meningkat sampai 200% dan jauh melampaui kadar Omega-3 ikan Salmon yang selama ini digadang-gadang sebagai sumber omega-3 alami terbaik di dunia. Ternyata lele lah juara sejatinya.

Tapi tak dapat dipungkiri, populer nya lele di tanah air tak terlepas dari peran kaum migran yang berasal dari sentra perikanan budi daya lele di kecamatan Sekaran dan Maduran di kabupaten Lamongan Jawa Timur. Berbekal dengan keberlimpahan bahan baku dan daya observasi tinggi pada tren kuliner nasional yang mereka jumpai saat bermigrasi ke berbagai daerah, terciptalah masakan khas yang saat ini dikenal sebagai pecel lele Lamongan. Dimana ciri khas dari pecel lele dengan label Lamongan ini terletak pada racikan sambalnya yang memakai campuran rempah seperti kemiri, wijen, kacang tanah dan kacang mete serta ada campuran petis ikannya. Seng ada lawan Kaka.

Ciri khas lainnya dari pecel lele Lamongan ini adalah lapak tempatnya berjualan yang biasanya berupa warung tenda dengan lukisan tangan khas pada kain penutup warungnya. Biasanya dilukis dengan warna-warna mencrang dengan aksen metalik cerah dengan dominasi warna hijau, merah, hitam, kuning, dan biru yang kontras dengan latar belakang kain tenda berwarna putih, diisi dengan ilustrasi gambar ikan lele, bebek, dan ayam. Ketiga komoditas itulah yang memang senantiasa tersedia di warung pecel lele. Selain ada juga warung pecel lele yang menyediakan soto.

Kekhasan lainnya adalah adanya penggunaan nomor pada nama warung, jika memang warung tersebut berada dalam naungan aliansi pecel lele yang rupanya merupakan model bisnis berjejaringan dengan konsep yang unik.

Model dan modal bisnis pecel lele memang menarik. Mengapa? Karena proses produksinya (masak) relatif mudah, modal relatif murah, sarana dan prasarana seperti tenda dan alat masak terjangkau, bahkan dalam salah satu artikel di media daring *lDetik.com, digambarkan bahwa modal awal pendirian warung pecel lele itu hanya sekitar 7 jutaan rupiah, plus biaya operasional bulanan yang mencakup sewa tempat, bayar listrik, gaji tenaga kerja, dan pembelian bahan baku harian yang tak lebih dari 5 juta/bulan, maka dengan 12-13 juta rupiah saja seseorang atau sekelompok orang telah dapat membuat sebuah warung pecel lele.

Karena pecel lele sudah menjadi semacam comfort food bagi banyak kalangan lintas latar belakang, mulai dari buruh bangunan sampaj pejabat tinggi negara, doyan dan gemar makan pecel lele, maka hampir setiap warung pecel lele dimana pun ia berada, akan memiliki kelompok pelanggan setianya. Harga yang terjangkau, rasa yang nyaman di lidah, dan suasana kerakyatan yang menjadi atmosfer di warung tendanya seolah menguarkan pesan-pesan keegaliteran yang mengedepankan kesetaraan dan sistem merit di dalamnya.

Kembali ke Kadungora, mari bersama kita bayangkan bahwa kita tengah menaiki KA Argo Wilis yang berangkat dari stasiun Bandung pada pukul 07.40 BBWI, yang pada sekitar pukul 8.30 mulai memasuki wilayah Nagreg dan mulai menuruni pegunungan ke arah Kadungora, dan pesanan dari aplikasi Access by KAI melalui fitur Rail Food sudah diantar ke kursi; maka di meja kita akan terhidang satu porsi nasi Se’i Sapi dengan sambal luat dan sayur krispinya yang luar biasa lezat, ditemani oleh cangkir kertas yang mengepulkan aroma khas kopi Kapal Api atau kopi tubruk dengan beans pilihan Nusantara seperti Gayo ataupun Kintamani, dan di jendela kereta tersaji pemandangan nan cantik dari lembah surga Kadungora dengan hamparan sawah, balong, dan perkampungannya, maka barangsiapa merasa saat itu hatinya tak puas, tampaknya memang ada bagian hidupnya yang perlu di pause. Diperlambat sejenak agar dapat menyimak, mencermati dan menikmati serbuan sensasi keindahan yang secara perlahan serentak tersibak.

Dan juga jika kereta dapat diperlambat agar tak melaju terlampau cepat, kita akan dapat melihat seorang pria tua yang sehat, dengan senyum ramah yang selalu melekat, melambai pada kita dari tepi kolam luasnya yang dikelilingi tanaman Talas yang ditanam rapat-rapat. Ya, mungkin dialah Mang Rahmat Kadungora, tokoh duta transformasi insani, di masa depan, yang telah berhasil mewujudkan cita-citanya untuk menjadi juragan ikan Gurame terbesar di pulau Jawa….

Semua boleh bermimpi, semua bisa berdoa, dan tentu saja semua dapat bekerja dengan keras, cerdas, dan ikhlas.

Dan fatsun di atas tentu tak hanya berlaku bagi Mang Rahmat saja bukan? Melainkan dapat berlaku bagi kita semua. Selamat pagi Indonesia 🙏🏾🩵🇲🇨

Cobek Gurame

Bahan-bahan

1 ekor Ikan Gurame (500-1000 gram)
5 siung Bawang Merah
5 buah Cabe Rawit Merah
10 buah Cabe Rawit Hijau
3 gr Kencur
6 gr Jahe
150 ml air panas
1 buah Jeruk Limau
1/2 sdt Garam
1/4 sdt Kaldu Jamur Bubuk Totole
1 sdt Gula Pasir/gula Sorgum
MSG (Optional)

Cara Memasak

1. Cuci bersih ikan Gurame, lumuri dengan jeruk nipis lalu diamkan 15 menit. Cuci bersih lagi, lalu goreng sampai matang/garing. Simpan dulu sejenak.

2. Goreng bawang merah utuh sampai berkulit, angkat tiriskan. Lalu masukkan bawang merah goreng, kencur, jahe, cabe rawit hijau dan merah, garam, kaldu jamur bubuk Totole, gula & MSG ke cobek, ulek sampai merata.

3. Siram dengan air panas & beri kucuran jeruk limau. Kemudian siram ke ikan Gurame goreng.

Hidangkan dengan nasi putih atau merah panas dalam bakul yang terbuat dari anyaman bambu, atau nasi liwet dalam kastrol yang dibumbui dengan daun salam, batang sereh, dan bawang merah-putih.

Kamu suka? Yuk bagikan tulisan ini.

Similar Posts