GULTIK Prof HR
Jensen Huang, si manusia Rp 2.005 triliun, founder NVIDIA, produsen GPU yang kini amat dibutuhkan untuk mengembangkan teknologi AI, menyantap hidangan kaki lima legendaris gulai tikungan (gultik) di Blok M, Jakarta Selatan. Ia ditemani CEO Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) Vikram Sinha dan jurnalis Najwa Shihab. Ekspresi Jensen tampak antusias saat mencicipi gultik. “Ini sangat menakjubkan,” kata Huang dengan mata terbelalak.
Najwa, Vikram, dan Jensen duduk di kursi dan meja ala kadarnya, seperti masyarakat umum yang menyantap gultik di Blok M. (CNBC, 17/11/2024, pukul 13.30).
Gara-gara membaca potongan berita tersebut usai bersepeda sekitar 8 km mengelilingi kota Bandung dalam rangka mencari mie ayam legendaris yang terletak di lokasi tersembunyi, saya yang ketiduran di bawah pohon Mahoni bermimpi.
Dalam tidur lelap di bawah sebatang pohon rindang dan menghasilkan oksigen sedemikian berlimpah itu (penelitian dari US Forest Service menunjukkan bahwa satu pohon dewasa yang sehat dapat menghasilkan antara 260 hingga 600 liter oksigen setiap hari), saya yang terbekap dalam lelah bermimpi indah. Mimpi melihat Jensen Huang, Elon Musk, Sam Altman, dan Kang Muhammad Yusuf dari MIPA Unpad, duduk mengelilingi Prof Hammam Riza Ketua KORIKA. Di lokasi yang sama, gultik Blok M. Hanya saja kali ini tak ada Najwa dan Vikram.
Rupanya Prof Hammam berhasil mengajak sahabatnya sang jago LLM berbasis Transformer yang telah melahirkan GPT sang revolusioner alat bantu super kognisi itu, berkumpul dan berdiskusi dengan Elon Musk sang founder Starlink dan Neuralink (chip otak), dan Kang Muhammad Yusuf, sang ahli molecular modeling untuk duduk bersama menyelesaikan salah satu masalah utama dunia; krisis pangan.
Krisis yang juga dipantik dan memantik degradasi lingkungan karena ekploitasi lahan yang berlebih hingga bumi semakin tak berdaya karena kehilangan potensi sumber daya. Jika melihat data, Prof Hammam merasa, bahwa peradaban manusia sudah berada di ujung masa dan tengah menjemput saat perlaya.
Maka di tikungan Blok M itulah, sebuah pertemuan terbuka (literally) digagas secara bergegas karena situasi dunia yang semakin tak jelas. 4 besar cendekia yang merupakan penyelamat dunia yang sesungguhnya. Prof Hammam dalam mimpi saya itu bagaikan tokoh Marvel yang merupakan agen SHIELD penyelamat dunia: Nick Fury. Prof Hammam dan KORIKA nya adalah SHIELD nya Indonesia.
Jika kita gunakan akronim, maka di warung gultik tongkrongan Najwa itu ada: Prof HR, JH, SA, EM, dan MY. Empat tokoh yang secara sangat sistematis telah dipertimbangkan dengan masak oleh Prof HR dan timnya yang terdiri dari para pakar dan praktisi AI Indonesia.
Gultik menjadi pilihan, bukan karena soal rasa atau lokasi yang begitu menggoda, akan tetapi karena lewat gultik lah Prof HR akan menjelaskan konsep briliannya dalam menyelamatkan dunia.
Singkat kata Prof HR memberi pengantar singkat dengan merujuk pada data statistik dunia tentang demografi, produksi pangan, dan data epidemiologi, serta meteorologi geofisika.
Lalu Prof HR langsung menuju pokok persoalan dengan menjadikan gultik sebagai media presentasinya. Prof HR menjelaskan kandungan nutrisi dan unsur-unsur elementer yang terkandung di dalamnya, termasuk zat aktif yang terdapat di dalam sepiring gultik dan secangkir kopi, teh, serta coklat yang telah dipilih oleh masing-masing pahlawan super kita.
Prof HR menerangkan bahwa dalam satu piring gultik ini terdapat rempah-rempah yang antara lain terdiri dari serai, biji pala, jahe, bawang merah dan putih, serta kayu manis. Dimana Serai memiliki zat aktif seperti minyak atsiri, alkaloid, saponin, tannin, flavanoid, antraquinon, dan polifenol.
Minyak atsiri dari serai wangi (Cymbopogon nardus L) mengandung senyawa-senyawa seperti sitronelol (30-45%), geraniol (55-65%), geraniol asetat (3-8%), sitronellol asetat_l (2-4%), L-Limonene (2-5%), elenol terpeneb(2-5%), cadinene (2-5%).
Senyawa sitronelal dan geraniol dalam minyak serai bersifat repelen yang dapat mengusir serangga. Senyawa citral dalam batang serai memiliki sifat anti kanker. Sedangkan, antioksidan dalam serai seperti asam klorogenat dan isoorientin (Isoorientin is a flavone C-glycoside with the molecular formula C21H20O11 and molecular weight of 448.4 g/mol. It is also known as homoorientin, luteolin-6-C-glucoside, and 4261-42-1.), dapat membantu mencegah kelainan fungsi sel di dalam pembuluh darah jantung.
Contoh lain adalah kandungan biji Pala, dimana zat aktif yang terkandung dalam biji pala antara lain adalah Linalool (Beta-linalool, linalyl alkohol, linaloyl ksida, allo-osimenol, dan 3,7-dimethyl-1,6-octadien-3-ol), senyawa esensial yang dapat membantu regulasi sistem kardiovaskular, myristicin, senyawa organik yang dapat mempengaruhi sistem neuropsikiatri. Lalu ada kandungan flavonoid, tanin, eugenol, dan isoeugenol, senyawa-senyawa yang berkhasiat sebagai antioksidan.
Sementara minyak atsirinya mengandung senyawa monoterpene seperti Alpha Phellandrene, Beta-Ocimene, Sabinene, 2-beta-pinene, Myrcene, beta- Phellandrene, Trans-Beta Ocime, Alpha Terpinene, p-cymene, Limonene, Gamma-Terpinene, Alpha- Terpinolene, Terpinene-4-ol, dan *Myristicin*
Selain itu, biji pala juga mengandung oleoresin yang banyak digunakan dalam industri pangan, kosmetik, dan obat-obatan.
Sedangkan buah palanya (Myristica fragrans Houtt) merupakan tanaman rempah yang memiliki berbagai zat aktif, seperti antimikroba, antibakteri, antioksidan, antifungi, dan anti inflamasi, serta yang signifikan adalah efek sedatifnya.
Sementara dari minuman yang dipilih SA, coklat hangat misalnya, terdapat kandungan zat aktif seperti
Teobromin, yang memiliki efek mirip dengan kafein, yaitu meningkatkan energi, membuat lebih waspada, dan meningkatkan suasana hati. Teobromin merupakan zat kimia dari kelompok alkaloid yang terdapat di tumbuhan kakao. Lalu ada Feniletilamin (PEA) yang meningkatkan produksi endorfin di otak, yang dikenal sebagai hormon bahagia, juga Serotonin, zat kimia alami yang membantu mengurangi stres dan kecemasan.
Selain itu, cokelat juga mengandung vitamin B5, B2, B6, B1, dan B9, serta mineral seperti magnesium, tembaga, besi, mangan, dan seng. Lengkap bukan?
Intinya menurut Prof HR, makanan itu, apapun ragam dan jenisnya, secara fungsional adalah :
1. Sumber nutrisi yang berasal dari komposisi bahan penyusunnya.
2. Sumber rasa enak, gurih/savory, umami, manis, asin, dll, yang merupakan pemantik agar orang punya motivasi untuk mengonsumsi.
3. Sumber energi hayati
Jika poin 1 terkait dengan proses metabolisme dalam ranah anabolisme, maka poin 3 terkait dengan katabolisme dan proses produksi energi hayati dari molekul ATP melalui rangkaian glikolisis, siklus Kreb, dan fosforilasi oksidatif.
Poin no 2 terkait dengan rasa yang dihasilkan dari interaksi molekul rasa dengan reseptor rasa di sistem syaraf manusia. Molekul rasa merupakan senyawa kimia yang memengaruhi persepsi sensorik makanan, berinteraksi dengan reseptor di lidah dan menghasilkan pengalaman rasa manis, asam, asin, pahit, dan umami. Identifikasi molekul rasa tidak hanya penting dalam pengembangan makanan, tetapi juga dalam farmakologi, nutrisi, dan kesehatan. Tapi rupanya Prof HR punya maksud lain dalam konteks ini.
Rasa adalah salah satu aspek utama yang menentukan preferensi makanan manusia. Molekul rasa, seperti gula (manis), ion natrium (asin), asam organik (asam), alkaloid (pahit), dan asam amino glutamat (umami), berperan penting dalam mekanisme ini. Kemajuan teknologi analisis molekuler memungkinkan identifikasi dan karakterisasi molekul rasa dengan presisi tinggi.
Persepsi rasa didasarkan pada interaksi molekul rasa dengan reseptor di lidah, seperti yang diuraikan dalam teori berikut:
1. Teori Pengikatan Molekuler
Molekul rasa berikatan dengan reseptor spesifik (misalnya, reseptor T1R untuk rasa manis dan T2R untuk rasa pahit) yang terletak pada papila gustatori di lidah.
2. Teori Transduksi Rasa
Pengikatan molekul rasa memicu sinyal listrik melalui jalur transduksi, seperti jalur cAMP untuk rasa manis atau jalur PLCβ2 untuk rasa pahit dan umami.
3. Teori Sinergi Molekuler
Beberapa molekul rasa bekerja sinergis untuk menghasilkan pengalaman rasa yang kompleks, misalnya kombinasi asam dan umami dalam fermentasi makanan.
Dalam konteks ilmiah, ada beberapa metodologi yang dapat digunakan untuk memetakan molekul rasa dan juga molekul energi serta anabolik. Metoda tersebut antara lain adalah High Performance Liquid Chromatography (HPLC), yang dapat memisahkan molekul berdasarkan interaksi dengan fase diam dan fase gerak. Dapat digunakan untuk mengidentifikasi gula, asam amino, atau peptida yang terkait dengan rasa manis atau umami. Contoh aplikasi adalah analisis asam glutamat pada makanan yang difermentasi.
Lalu ada Spektroskopi Massa/ Mass Spectroscopy (MS) yang prinsip kerjanya mengidentifikasi molekul berdasarkan massa molekulnya. Kegunaannya antara lain dalam mengkarakterisasi senyawa volatil yang memberikan aroma dan kontribusi rasa pada makanan.Contoh identifikasi alkaloid pahit dalam kopi.
Kemudian ada Gas Chromatography (GC) yang dapat memisahkan molekul volatil berdasarkan volatilitasnya. Metodabini dapat digunakan untuk mengnalisis molekul aroma dan rasa yang terkait dengan senyawa volatil. Contoh penentuan senyawa ester dalam buah-buahan tropis.
Berikutnya ada Resonansi Magnetik Nuklir (NMR) yang secara prinsip dapat digunakan untuk mengidentifikasi struktur molekul berdasarkan sifat magnetik inti atom. Dapat digunakan untuk mengidentifikasi komponen kompleks seperti polifenol. Contoh analisis tanin pada teh dan anggur.
Ada pula Bioassay Rasa, yaitu uji biologis untuk mendeteksi interaksi molekul dengan reseptor rasa. Dapat digunakan untuk proses skrining senyawa rasa baru menggunakan model seluler atau hewan. Contoh evaluasi senyawa pemanis buatan.
Dan yang tercanggih adalah Teknologi Omik seperti Metabolomik yang dapat digunakan untuk profiling molekul kecil terkait rasa dalam makanan. Kemudian ada Genomik dan Proteomik, untuk studi gen dan protein reseptor rasa.
Lalu bagaimana molekul rasa yang ada di berbagai jenis makanan dan minuman itu dapat dipersepsikan oleh otak manusia? Bahkan dapat dipreservasi sebagai memori yang turut menentukan preferensi dalam memilih dan mengolah makanan, bahkan menjadi reward dalam proses motivasi untuk mendapatkan suatu jenis kuliner tertentu yang berkelindan dengan selera dan kebahagiaan.
Rasa adalah hasil interaksi kompleks antara molekul rasa, reseptor di lidah, dan pusat sensoris di otak. Mekanisme ini dimulai dari pengenalan molekul rasa hingga interpretasi sensasi oleh otak, melibatkan serangkaian proses biofisika dan neurofisiologi.
1. Interaksi Molekul Rasa dengan Reseptor Gustatori
a. Reseptor Rasa Spesifik, rasa berada pada membran sel sensoris di papila gustatori (taste buds) di lidah. Ada lima kategori utama rasa yang dikenali oleh reseptor spesifik.
Manis: Diaktivasi oleh gula (glukosa, fruktosa) dan pemanis buatan. Dikenali oleh reseptor T1R2-T1R3.
Asin: Diaktivasi oleh ion natrium (Na⁺) melalui kanal ion ENaC (Epithelial Sodium Channel).
Asam: Dipicu oleh ion hidrogen (H⁺) yang mengaktifkan kanal ion PKD2L1.
Pahit: Direspons oleh reseptor T2R, yang sensitif terhadap alkaloid.
Umami: Dipicu oleh asam amino glutamat melalui reseptor T1R1-T1R3.
b. Mekanisme Pengikatan Molekul, ketika molekul rasa berinteraksi dengan reseptor spesifik, terjadi perubahan konformasi protein reseptor.
Pada reseptor manis, pengikatan molekul seperti sukrosa memicu aktivasi jalur adenilat siklase, meningkatkan kadar cAMP di dalam sel.
Pada reseptor pahit, molekul alkaloid mengaktifkan jalur phospholipase C (PLCβ2), yang memproduksi inositol trisfosfat (IP3), memicu pelepasan ion kalsium (Ca²⁺) dari retikulum endoplasma.
2. Transduksi Sinyal pada Sel Sensoris
Sinyal kimia yang diterima oleh reseptor diterjemahkan menjadi sinyal listrik melalui proses transduksi:
Ion Ca²⁺ yang dilepaskan meningkatkan depolarisasi membran.
Depolarisasi ini memicu pembukaan kanal ion tambahan, seperti TRPM5, yang memperkuat sinyal. Potensial aksi terbentuk dan diteruskan melalui akson sel sensoris menuju syaraf aferen.
3. Jalur Neurofisiologi ke Otak
Sinyal dari reseptor gustatori diteruskan melalui tiga saraf utama:
1. Nervus Fasialis (Nervus VII): Membawa sinyal dari dua pertiga anterior lidah.
2. Nervus Glosofaringeal (Nervus IX): Membawa sinyal dari sepertiga posterior lidah.
3. Nervus Vagus (Nervus X): Membawa sinyal dari epiglotis dan faring.
Ketiga syaraf kranial ini bersinaps di Nucleus Tractus Solitarius (NTS) di batang otak, yang menjadi pusat pemrosesan awal sinyal rasa.
4. Pemrosesan di Otak
Setelah diproses di NTS, sinyal diteruskan ke area otak berikut:
a. Thalamus (Nucleus VPM)
Thalamus bertindak sebagai relay utama, mengarahkan informasi rasa ke korteks sensoris.
b. Insula dan Operkulum Korteks Gustatori
Area ini berada di lobus insularis dan merupakan pusat utama persepsi rasa. Aktivasi di sini memungkinkan kita mengenali jenis rasa, seperti manis atau pahit.
c. Sistem Limbik
Komponen limbik, seperti amigdala dan hipokampus, menghubungkan rasa dengan emosi dan memori. Misalnya, rasa manis mungkin memunculkan kenangan positif.
d. Orbitofrontal Cortex (OFC)
OFC mengintegrasikan informasi rasa, aroma, dan tekstur, menciptakan pengalaman makan yang holistik.
5. Mekanisme Molekuler di Tingkat Otak
a. Neurotransmiter
Sinyal listrik dari sel sensoris diubah menjadi sinyal kimia melalui pelepasan neurotransmiter, seperti:
ATP: Neurotransmiter utama dalam transduksi sinyal rasa.
Serotonin dan GABA: Berperan dalam modulasi sinyal rasa di saraf pusat.
b. Aktivasi Jalur Syaraf
Pada korteks gustatori, sinyal molekuler diterjemahkan menjadi pola aktivasi neuron spesifik, menciptakan persepsi rasa tertentu. Jalur sinyal juga berinteraksi dengan reseptor dopamin di OFC, yang menentukan aspek reward atau kepuasan dari rasa.
Menurut hipotesa Prof HR, pada akhirnya semua proses dari reseptor rasa di organ perasa/sensoris sampai di otak adalah persoalan konfigurasi biolistrik. Di mana profil biolistrik yang telah dapat teridentifikasi dengan baik untuk setiap rangsang rasa beserta intensitasnya dapat direka ulang/direplikasi dan diciptakan kembali melalui perantaraan chip otak yang diimplantasikan secara trans kranial. Misal dengan memodifikasi chip Neuralink. Untuk itulah EM diundang hadir hari ini di warung gultik Blok M.
Fokus Prof HR berikutnya adalah pada upaya pemenuhan energi hayati secara mandiri pada manusia. Hal ini antara lain terpantik oleh publikasi tim Ryota Aoki yang berhasil mengintegrasikan kloroplas tumbuhan/alga ke dalam kultur sel hewan (Incorporation of photosynthetically active algal chloroplasts in cultured mammalian cells towards photosynthesis in animals
Ryota Aoki et al. Proc Jpn Acad Ser B Phys Biol Sci. 2024).
Juga tentu saja karena molekul energi hayati sudah dapat dipetakan dan diketahui proses untuk memproduksinya secara biologi dan biokimiawi.
Molekul energi biologi adalah senyawa kimia yang berfungsi sebagai penyimpan, pengangkut, dan sumber energi yang digunakan oleh sel-sel hidup untuk menjalankan aktivitas biologis. Energi ini diperlukan untuk proses metabolisme, transportasi molekul, sintesis biomolekul, dan kontraksi otot.
Adapun jenis-jenisnya adalah Adenosin Trifosfat (ATP), yang secara struktur kimia terdiri dari tiga komponen utama, Adenin, yang merupakan basa nitrogen, Ribosa, gula pentosa, dan 3 gugus fosfat, yang berikatan melalui ikatan fosfoanhidrat berenergi tinggi.
Fungsi ATP adalah menyimpan dan mentransfer energi. ATP dihidrolisis menjadi ADP (adenosin difosfat) dan Pi (fosfat anorganik), melepaskan energi ~7,3 kkal/mol. Energi ini digunakan untuk sintesis protein, kontraksi otot, dan transportasi aktif.
Lalu ada Nikotinamida Adenin Dinukleotida (NADH dan NADPH), molekul ini terdiri dari dua nukleotida yang terhubung oleh gugus fosfat, nukleotida adenin dan nukleotida nikotinamida.
NADH berperan dalam reaksi oksidasi-reduksi, mentransfer elektron di rantai transport elektron. Sedangkan NADPH digunakan dalam biosintesis lemak dan perlindungan terhadap stres oksidatif.
Berikutnya ada molekul FADH2 (Flavin Adenin Dinukleotida) dengan struktur kimia yang mengandung flavin (vitamin B2) yang terikat pada nukleotida adenin. Fungsi molekul ini adalah mengangkut elektron berenergi tinggi selama siklus Krebs dan rantai transport elektron.
Ada pula GTP (Guanosin Trifosfat) dengan struktur kimia mirip dengan ATP, tetapi basa nitrogen guanin menggantikan adenin. Molekul ini digunakan dalam sintesis protein dan transduksi sinyal.
Berikutnya Creatine Phosphate (Fosfokreatin) dengan struktur kimia yang terdiri dari kreatin dan gugus fosfat berenergi tinggi. Molekul ini menyediakan energi cepat untuk otot melalui transfer fosfat ke ADP.
Proses produksi energi ini antara lain melibatkan beberapa mekanisme berikut; Glikolisis yang berlokasi di sitoplasma, dimana glukosa dipecah menjadi dua molekul asam piruvat dan menghasilkan 2 ATP dan 2 NADH.
Reaksi Utama:
*C₆H₁₂O₆ + 2 NAD⁺ + 2 ADP + 2 Pi → 2 C₃H₄O₃ + 2 NADH + 2 ATP + 2 H₂O.*
Lalu tentu saja ada Siklus Krebs (Siklus Asam Sitrat) yang berlokasi di matriks mitokondria. Prosesnya piruvat diubah menjadi asetil-KoA, yang masuk ke siklus Krebs, dan menghasilkan NADH, FADH2, dan GTP.
Reaksi Utama:
Asetil-KoA + 3 NAD⁺ + FAD + GDP + Pi → 2 CO₂ + 3 NADH + FADH₂ + GTP.
Ada pula Rantai Transport Elektron dan Fosforilasi Oksidatif yang berlokasi di membran dalam mitokondria. Dimana elektron dari NADH dan FADH₂ ditransfer melalui kompleks protein. Gradien proton terbentuk dan menggerakkan ATP sintase untuk menghasilkan ATP.
Reaksi Utama:
10 NADH + 2 FADH₂ + 6 O₂ + 34 ADP + 34 Pi → 34 ATP + 6 H₂O.
Khusus di tumbuhan, terdapat proses fotosintesis yang prosesnya berlokasi di Kloroplas, di mana energi cahaya digunakan untuk menghasilkan ATP dan NADPH. Reaksi terang menghasilkan molekul energi untuk siklus Calvin.
Reaksi Utama:
6 CO₂ + 6 H₂O + cahaya → C₆H₁₂O₆ + 6 O₂.
Untuk pemanfaatan energi cadangan dari lemak ada mekanisme Beta-Oksidasi Asam Lemak yang berlokasi di matriks mitokondria, dimana asam lemak dipecah menjadi asetil-KoA. Dimana Asetil-KoA akan masuk ke siklus Krebs untuk menghasilkan NADH dan FADH₂.
Presentasi Prof HR sampai sejauh ini telah mulai memberikan gambaran tentang berbagai kemungkinan yang dapat dijadikan acuan bagi upaya mencari solusi bagi krisis kemanusiaan dunia.
Kerangka berpikirnya kurang lebih mulai terbaca ;
1. Molekul Rasa dan Efek Fisiologinya dapat direplikasi dengan Metoda Biofisika yang dapat dititipkan stimulasinya pada chip sejenis Neuralink.
2. Molekul Energi Hayati dapat direkonstruksi dengan pendekatan Bioinformatika secara in-silico dan disintesis dengan mekanisme de novo_ secara in-vitro.
Untuk mensintesis molekul sesuai dengan tujuan saat ini AI dapat membantu mendesain secara presisi dengan fungsi yang optimal dan tervalidasi. Salah satunya dengan memanfaatkan kapasitas dari Alphafold. Di mana AlphaFold adalah model berbasis kecerdasan artisial/akal imitasi (AI) yang dikembangkan oleh DeepMind untuk memprediksi struktur protein berdasarkan urutan asam amino. Struktur protein yang akurat adalah kunci dalam merancang molekul, terutama untuk aplikasi di bidang farmasi, bioteknologi, dan biologi molekuler.
AlphaFold bekerja dimulai dengan menerima urutan asam amino dari protein target sebagai input. Urutan ini memberikan informasi dasar yang menentukan bagaimana protein akan melipat menjadi struktur tiga dimensi (3D). Urutan ini ditentukan melalui teknik seperti sekuensing genomik atau proteomik.
AlphaFold menggunakan pendekatan Multiple Sequence Alignment (MSA) untuk membandingkan urutan protein target dengan database protein lain. MSA membantu mengidentifikasi pola konservasi evolusioner yang penting untuk memahami interaksi antara residu asam amino. Basis data yang biasa digunakan oleh Alphafold antara lain berasal dari UniRef, MGnify, dan PDB (protein data bank).
AlphaFold memprediksi kemungkinan kontak antara pasangan residu asam amino dalam protein menggunakan model AI berbasis transformer, yang dapat membantu menentukan relasi spasial atau jarak antara residu asam amino dalam struktur 3D. Juga sudut torsi (phi dan psi) yang menentukan orientasi rantai samping.
Untuk itu Model Alphafold ini dilatih dengan memanfaatkan dataset besar dari struktur protein yang sudah diketahui. Menggunakan algoritma optimasi untuk merangkai asam amino ke dalam struktur 3D dan memanfaatkan teknik seperti gradient descent untuk meminimalkan energi bebas dalam model protein, memastikan bahwa struktur akhir adalah konfigurasi paling stabil secara termodinamika.
AlphaFold memvalidasi model yang dihasilkan dengan menghitung nilai confidence melalui metrik seperti pLDDT (predicted Local Distance Difference Test), yang menunjukkan seberapa yakin model terhadap prediksi struktur lokal.
Dalam konteks gagasan Prif HR, kepentingan inilah yang membuat beliau mempertemukan trio YM sang ahli modeling molekul dari Bandung, dengan SA sang jawara Transformer, dan JH sang founder NVIDIA, produsen GPU atau jaringan otak untuk AI. Adapun Nvidia memiliki berbagai GPU yang dapat digunakan untuk pengembangan AI, seperti, Nvidia GeForce RTX, GPU yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan komputasi dalam berbagai skala. Lalu ada Nvidia DGX A100, sistem komputasi AI generasi ketiga ini diklaim sebagai sistem AI paling canggih di dunia. DGX A100 memiliki performa AI sebesar lima petaflops dan dapat digunakan untuk melatih sistem AI dengan dataset yang besar.
Lalu ada produk canggih Nvidia H200,
GPU AI terbaru Nvidia ini dilengkapi dengan teknologi memori HBM3e yang memungkinkan kapasitas memori GPU ditingkatkan menjadi 141 GB. Selain itu ada Nvidia Blackwell B200 yang dirancang untuk memproses data besar seperti inferensi large language models (LLM).
Sementara untuk kebutuhan estetika dan seni, ada Nvidia DLSS dengan teknologi rendering berbasis AI yang memungkinkannya untuk merekontruksi citra untuk mendekati kualitas visual dari target aslinya.
NVIDIA RTX 4090 secara luas dianggap sebagai GPU terbaik untuk pembuatan gambar AI. Arsitekturnya yang tangguh, kapasitas memori yang besar, dan inti tensor yang canggih membuatnya ideal untuk memproses kumpulan data yang kompleks dan menghasilkan gambar berkualitas tinggi.
Untuk mendapatkan mekanisme sintesis molekul energi hayati dan berbagai jenis protein serta asam lemak yang dibutuhkan oleh tubuh, dilakukan proses molecular modeling yabg merupakan keahlian Dr Yusuf Muhammad dari Unpad. Molecular modeling dimulai dengan pemilihan molekul target (protein, DNA, RNA, atau senyawa kecil). Molekul ini diidentifikasi melalui eksperimen laboratorium atau prediksi komputasi. Struktur molekul target dimasukkan dalam format standar (misalnya, PDB untuk protein). Data dapat diperoleh memelalu Kristalografi sinar-X, NMR spektroskopi, prediksi struktur (seperti AlphaFold).
Proses ini mencakup simulasi perilaku molekul dalam kondisi tertentu, seperti interaksi dengan molekul lain, perubahan struktur, atau respons terhadap lingkungan. Simulasi model molekul melibatkan hukum fisika dan kimia quantum.
Hasil model diverifikasi dan disesuaikan dengan data eksperimen untuk meningkatkan akurasi, misalnya menggunakan algoritma energi minimization. Beberapa metoda modeling molekuler yang saat ini sudah jamak digunakan antara lain; molecular mechanics (MM), di mana molekul dimodelkan sebagai partikel yang terikat oleh gaya interatomik. Gaya ini dihitung menggunakan medan gaya (force field), seperti AMBER, CHARMM, atau OPLS. Biasa digunakan untuk simulasi dinamika molekul besar seperti protein dan membran lipid.
Kemudian ada metoda Kimia Quantum (QM) yang menggunakan mekanika kuantum untuk menghitung energi elektron dan interaksi kimia molekul, misal dengan Hartree-Fock (HF) untuk menghitung fungsi gelombang elektron dan Density Functional Theory (DFT) untuk menghitung distribusi densitas elektron. Biasa digunakan untuk studi reaksi kimia, ikatan kovalen, dan interaksi non-kovalen.
Lalu ada pula Molekuler Dynamics (MD) yang biasa digunakan untuk simulasi perilaku molekul dalam waktu tertentu dengan menyelesaikan persamaan gerak Newton. Kerap dimanfaat untuk memodelkan fleksibilitas protein, perubahan konformasi, dan interaksi protein-ligan.
Sebenarnya masih ada beberapa metoda lagi, tetapi tampaknya beberapa metoda dan simulasi di atas sudah dapat memberikan gambaran tentang bagaimana cara dan prinsip kerja modeling molekular. Relevansi dengan gagasan Prof HR adalah, jika kita berhasil memodelkan berbagai molekul energi hayati, dan juga berhasil melakukan sintesis di luar tubuh, baik melalui rekayasa kimia ataupun biokimia dan bioteknologi, maka kebutuhan energi, protein, dan juga berbagai nutrisi elementer akan dapat disubstitusi dengan kapsul atau tablet nano (10-9) yang diintegrasikan dengan neurochip yang dapat menstimulasi area sensoris dengan spektrum rasa yang kita inginkan, bahkan tersedia begitu banyak pilihan yang dapat menimbulkan sensasi lezat di otak kita.
Implikasinya ?
1. Alih fungsi lahan untuk kebutuhan pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan akan dapat dikurangi, bahkan dihentikan.
2. Program naturalisasi lahan eks pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan akan dapat menghadirkan luasan area tutupan hijau berupa hutan dan ekosistem dengan tingkat biodiversitas sangat tinggi.
3. Efek rumah kaca yang dihasilkan oleh akumulasi gas rumah kaca akan dapat direduksi bahkan sepenuhnya dihilangkan, mengingat selain emisi gas buang, gas rumah kaca tertinggi disumbang oleh sektor peternakan dan pertanian.
Maka tak heran jika Prof HR berinisiatif untuk mengumpulkan 4 cendekiawan super yang jika kekuatannya disatukan diharapkan akan dapat menghasilkan suatu solusi yang berkesinambungan terhadap masalah ledakan populasi manusia dan daya dukung lingkungannya.
Tapi tiba-tiba saya merasa bahu saya diguncang-guncang seseorang, dan sayapun terbangun dan mendapati bahwa diri saya tertidur di bangku taman bawah pohon Mahoni. Di sisi bangku tampak Mbak Najwa Shihab berdiri sambil tersenyum-senyum. Di saat saya masih kebingungan karena tiba-tiba tercerabut dari alam mimpi saya, beliau malah bertanya, “Mau Gultik tidak ?”
Di situ saya benar-benar kehilangan orientasi dan kewarasan, sambil menatap lekat wajah Mbak Najwa dengan hidungnya yang mbangir, saya bertanya kepada beliau, “ini mimpi di dalam mimpi ya ?”
Daftar Pustaka
1. Anfinsen, C. B. (1973). Principles that govern the folding of protein chains. Science, 181(4096), 223–230. https://doi.org/10.1126/science.181.4096.223
2. Bartlett, G. J., Porter, C. T., & Thornton, J. M. (2002). The relationship of protein flexibility to function. Frontiers in Molecular Biosciences, 3, 1–20. https://doi.org/10.3389/fmolb.2002.00030
3. Brooks, C. L., Karplus, M., & Pettitt, B. M. (1988). Proteins: A Theoretical Perspective of Dynamics, Structure, and Thermodynamics. Advances in Chemical Physics, 71, 1–249. https://doi.org/10.1002/9780470141243.ch1
4. Case, D. A., Cheatham, T. E., & Kollman, P. A. (2005). Molecular dynamics simulations of nucleic acids using AMBER. Journal of Computational Chemistry, 26(16), 1668–1688. https://doi.org/10.1002/jcc.20290
5. DeepMind. (2021). AlphaFold: Revolutionizing Biology with AI. Retrieved from https://www.deepmind.com
6. Eisenhaber, F., & Bork, P. (1998). Prediction of potential GPI-modification sites in proprotein sequences. Protein Engineering, Design, and Selection, 11(12), 1155–1161. https://doi.org/10.1093/protein/11.12.1155
7. Ferrara, P., Apostolakis, J., & Caflisch, A. (2002). Evaluation of a fast implicit solvent model for molecular dynamics simulations. Proteins: Structure, Function, and Bioinformatics, 46(1), 24–33. https://doi.org/10.1002/prot.10016
8. Karplus, M., & Kuriyan, J. (2005). Molecular dynamics and protein function. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America (PNAS), 102(19), 6679–6685. https://doi.org/10.1073/pnas.0408930102
9. Levitt, M. (2009). Nature of the protein universe. Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS), 106(27), 11079–11084. https://doi.org/10.1073/pnas.0905029106
10. McCammon, J. A., Gelin, B. R., & Karplus, M. (1977). Dynamics of folded proteins. Nature, 267, 585–590. https://doi.org/10.1038/267585a0
11. Nelson, D. L., & Cox, M. M. (2021). Lehninger Principles of Biochemistry (8th ed.). W.H. Freeman and Company.
12. Orozco, M., & Luque, F. J. (2000). Theoretical methods for the description of the solvent effect in biomolecular systems. Chemical Reviews, 100(11), 4187–4226. https://doi.org/10.1021/cr000033j
13. Sali, A., & Blundell, T. L. (1993). Comparative protein modelling by satisfaction of spatial restraints. Journal of Molecular Biology, 234(3), 779–815. https://doi.org/10.1006/jmbi.1993.1626
14. Warshel, A., & Levitt, M. (1976). Theoretical studies of enzymic reactions: Dielectric, electrostatic and steric stabilization of carbonium ion in the reaction of lysozyme. Journal of Molecular Biology, 103(2), 227–249. https://doi.org/10.1016/0022-2836(76)90311-9
15. Zhang, Y., & Skolnick, J. (2005). TM-align: A protein structure alignment algorithm based on the TM-score. Nucleic Acids Research, 33(7), 2302–2309. https://doi.org/10.1093/nar/gki524