Kereta Feeder dan Alcubierre Drive
Sore ini di dalam kereta pengumpan (feeder) KCIC yang menghubungkan stasiun Padalarang dengan stasiun besar Bandung, sepasang suami istri muda di depan saya bertengkar hebat. Desisan-desisan lirih yang mereka lontarkan karena mungkin malu jika terdengar penumpang lain yang memadati gerbong KA berkelir hijau itu, membuat mereka seperti sepasang Kobra yang saling menyemburkan bisa.
Saya dan seorang Ibu yang duduk di hadapan mereka seolah dianggap tak ada. Desisan berbisa dibarengi dengan pelototan mata yang mendelik-delik, berlangsung selama 19 menit perjalanan. Tapi ketika tanpa sengaja saya mencuri dengar pokok pangkal pertengkaran yang tak kalah hebatnya dari perseteruan antara Ukraina versus Rusia itu, hampir saja saya dan ibu di sebelah saya tak kuat menahan tawa.
Mereka ribut besar karena persoalan pembelian tiket pulang ke Jakarta, juga dengan Whoosh yang wus wus wus yes itu. Intinya sang istri menyampaikan bahwa tiket yang tersedia di aplikasi itu hanya dari 2 stasiun keberangkatan; Tegalluar dan Padalarang. Lalu suaminya menyambar dengan sentilan pedas, “ya harus ada stasiun Bandung dong, kan ini kita turun di Bandung.”
Istrinya tak terima, dan membalas, “Mas bikin aja kereta cepat sendiri, dari stasiun Bandung ke Halim, la wong di aplikasi ga ada kok maksa.” Suaminya membeliak seolah tersedak, “Dek, kamu kan tahu Whoosh itu akronimnya KCJB, kereta cepat Jakarta Bandung, jadi ya nggak mungkin dong kalo ga ada stasiun keberangkatan dari Bandung, mikir dong…”
Lalu sang suami menyambung, masih dengan tingkat emosi tinggi, “terus kalau kita beli tiket dari Padalarang ke Halim, kita ke Padalarangnya naik apa coba? Jauh loh Padalarang itu. Emang bener ya kalo perempuan itu ga bisa memahami peta.” Demikian desis suaminya dengan sangat kesal sambil membuang muka ke arah jendela.
Saya dan Ibu di sebelah saya saling pandang, lah ini kan kita dari Padalarang naik feeder bareng. Tapi sampai akhirnya tiba di stasiun Bandung tak ada satupun dari kami berdua yang memberitahu bahwa tiket Padalarang – Halim itu bisa naik dari stasiun Bandung, dan mendapat fasilitas feeder gratis.
Kami kompak bingung, bagaimana cara memberitahunya, karena kalau tidak emosi, mestinya kan mereka sudah tahu. Terlebih mereka juga saat ini sama-sama sedang naik feeder. Saking emosinya kedua kobra itu, di ujung eskalator mereka mengambil arah yang berbeda, sang suami dengan pede nya belok kanan ke arah stasiun Hall, dan sang istri tampak mau bersusah payah melihat arah suaminya langsung belok kiri ke arah Kebon Kawung. Saya bingung.
Tiba-tiba saat suaminya sudah mendekati sepur 5 yang sedang ada boarding KA Ciremai relasi Bandung – Semarang Tawang, ia menengok ke belakang dan baru menyadari kalau istrinya tak ada. Demikian pula sang istri yang sudah mendekati eskalator turun ke arah pintu keluar Kebon Kawung, mendadak menengok ke belakang dan menyadari jika suaminya tak ada.
Lalu mereka berdua berbalik badan dan mulai berlari. Saya yang terlampau kaget tak sempat mengaktifkan kamera hape, padahal kalau dibuat video slow motion pasti akan India sekali. Tinggal diberi scoring musik dengan unsur tabla yang dominan, jadi deh satu klip ala T-Series Bollywood. Mereka berlari sambil saling merentangkan tangan yang kemudian berakhir dalam sebuah pelukan, epik sekali bukan ?
Saya jadi teringat kejadian yang mirip-mirip seperti itu yang pernah saya lihat juga di pasangan Mas Bambang Iman Santoso, mahasiswa program doktor di Gajah Mada, dan istrinya Teh Rina Papatong Natarina, mahasiwa doktoral Gajah Ganesha.
Entah bawaan qodam kedua gajah itu memang tidak cocok atau bagaimana, tapi yang saya tahu mereka berdua ini juga kerap berdebat panas dengan intonasi rendah agar tak terdengar banyak orang. Tapi jelas letupan-letupan emosi yang di keteng itu adalah sinyal-sinyal cinta antar gajah yang dimabuk asmara.
Perjalanan 19 menit dari stasiun KCIC Padalarang sampai stasiun Bandung itu juga membuyarkan rencana saya untuk melamun di sepanjang perjalanan. Sepulang dari kantor Rekind Kalibata saya sudah bersiap untuk kembali tenggelam dalam khayalan tentang betapa hebatnya implementasi kemajuan sains ke dalam suatu teknologi yang canggih sekali.
Lamunan di atas GoJek buyar karena Mas drivernya yang baik hati mengajak bercerita tentang kondisi cuaca ibukota, sementara lamunan di atas kereta cepat yang melesat tak sempat saya lakukan karena saya tanpa sadar tertidur lelap. Walhasil lamunan saya teruskan sambil berjalan kaki menelusuri jalanan agak sepi Pasir Kaliki.
Lamunan saya genrenya fiksi ilmiah, terpantik oleh sejarah sains yang semenjak pagi saya geluti, dan kegigihan sahabat saya, Mas Janu Dewandaru dalam mengulik berbagai teknologi di film Star Trek.
Lamunan saya jika difilmkan kira-kira sinopsisnya begini; Tahun 2100, Indonesia mencetak sejarah. Melalui konsorsium teknologi yang dipimpin oleh PT Dirgantara Indonesia bersama industri strategis nasional dan BRIN, pesawat intergalaktika pertama berbasis teknologi Alcubierre Drive berhasil diluncurkan.
Nama pesawat ini, “Nusantara Lintas Galaksi”, menjadi simbol kebangkitan teknologi bangsa, mengalahkan dominasi Amerika Serikat dan Rusia yang mengandalkan teknologi WARP Drive.
“Kami membawa semangat Bhineka Tunggal Ika ke bintang-bintang,” ujar Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia dalam peluncuran bersejarah di Pangkalan Antariksa Biak. Teknologi Alcubierre Drive memungkinkan Nusantara Lintas Galaksi melampaui kecepatan cahaya tanpa melanggar hukum fisika.
Bagaimana hal ini mungkin? Mari kita pahami teknologi di baliknya.
Alcubierre Drive, yang pertama kali diusulkan oleh Miguel Alcubierre pada 1994, adalah solusi teoretis untuk perjalanan lebih cepat dari cahaya. Dalam konsep ini, pesawat menciptakan gelembung ruang-waktu yang berkontraksi di depan dan mengembang di belakang, memungkinkan perjalanan antarbintang tanpa melanggar relativitas Einstein.
Teknologi ini didasarkan pada persamaan medan Einstein:
Gμν + Λgμν = (8πG/c⁴) Tμν
Persamaan yang menjelaskan bagaimana energi dan materi mempengaruhi ruang-waktu, dan dengan distribusi energi eksotis (energi negatif), ruang-waktu dapat didistorsi sehingga pesawat tetap diam relatif terhadap gelembungnya.
Metrik ruang-waktu Alcubierre yang digunakan untuk gelembung warp adalah:
ds² = -c²dt² + [dx – vₛ(t) f(rₛ) dt]² + dy² + dz²
dimana:
vₛ(t): kecepatan gelembung warp
f(rₛ): fungsi distribusi energi negatif
rₛ = √((x – xₛ(t))² + y² + z²)
Pesawat tidak bergerak melalui ruang, melainkan ruang itu sendiri yang membawa pesawat.
Untuk menciptakan gelembung warp, dibutuhkan energi eksotis yang memiliki densitas energi negatif. Distribusi energi negatif ini dihitung dengan persamaan:
T₀₀ = -(κ / 8π) [∂²f(rₛ)/∂rₛ² + (2/rₛ) ∂f(rₛ)/∂rₛ]
dimana:
κ adalah konstanta gravitasi.
Penemuan efek Casimir oleh para ilmuwan fisika teori telah memberikan terobosan besar. Hingga meski Amerika Serikat dan Rusia saat itu (tahun 2100), menggunakan teknologi WARP berbasis teori kuantum string, namun Indonesia memilih Alcubierre Drive karena sifatnya yang lebih stabil dan hemat energi dalam skala besar. Terlebih setelah para peneliti menemukan bahwa kombinasi energi Casimir dan superkonduktor suhu tinggi memungkinkan distorsi ruang-waktu yang lebih efisien.
Efek Casimir sendiri adalah fenomena kuantum yang pertama kali dijelaskan oleh fisikawan Hendrik Casimir pada 1948. Efek ini terjadi karena fluktuasi vakum kuantum, yaitu partikel virtual yang muncul dan menghilang di ruang hampa. Efek ini menciptakan gaya menarik antara dua pelat logam paralel yang berada sangat dekat dalam ruang hampa.
Dalam konteks Alcubierre Drive, efek Casimir dianggap sebagai salah satu kandidat sumber energi negatif, yang diperlukan untuk menciptakan distorsi ruang-waktu.
Ketika dua pelat logam paralel ditempatkan sangat dekat, fluktuasi medan di antara pelat terbatas dibandingkan dengan di luar pelat. Hal ini menciptakan perbedaan tekanan yang menghasilkan gaya menarik.
Rumus Gaya Casimir
F/A = – (π² ħ c) / (240 a⁴)
dimana:
F: gaya Casimir (Newton)
A: luas permukaan pelat (m²)
ħ: konstanta Planck tereduksi ≈ 1.05 × 10⁻³⁴ Js
c: kecepatan cahaya ≈ 3 × 10⁸ m/s
a: jarak antar pelat (meter)
Sementara energi total akibat _efek Casimir_ dapat dihitung dengan:
E = – (π² ħ c A) / (720 a³)
dimana:
E: energi Casimir (Joule)
A: luas pelat (m²)
a: jarak antar pelat (meter)
Konstanta lainnya sama seperti di atas.
Efek Casimir menjadi penting dalam menghasilkan energi negatif yang diperlukan untuk menciptakan distorsi ruang-waktu. Dalam skenario Alcubierre Drive, energi negatif dari efek ini dapat digunakan untuk membentuk gelembung warp, yang memungkinkan perjalanan antarbintang tanpa melanggar teori relativitas Einstein.
Penelitian terkini menunjukkan bahwa teknologi nano atau superkonduktor dapat digunakan untuk meningkatkan intensitas efek Casimir sehingga energi negatif ini lebih mudah dimanfaatkan.
Tak hanya Alcubierre Drive saja rupanya yang menjadi hipotesis terkait perjalanan intergalaktika, pada tahun 2021, Eric Lentz, seorang fisikawan teoretis, mengusulkan desain baru untuk geometri warp yang memungkinkan perjalanan lebih cepat daripada cahaya tanpa memerlukan energi eksotis.
Pendekatan ini memberikan alternatif praktis terhadap konsep Alcubierre Drive, yang sangat bergantung pada energi negatif, suatu sumber daya yang belum dapat diketahui bagaimana cara menciptakannya dalam jumlah besar.
Lentz menggunakan teori relativitas umum Einstein untuk menyusun solusi warp yang hanya menggunakan energi positif dari distribusi massa dan energi konvensional. Konsep ini didasarkan pada prinsip bahwa ruang-waktu dapat dirancang untuk menciptakan gelembung warp yang bergerak dengan kecepatan superluminal, tanpa pelanggaran hukum fisika lokal.
Geometri warp Lentz menggunakan simetri hiperboloid, yang berbeda dengan simetri sferis Alcubierre. Simetri ini memungkinkan distribusi energi tetap positif. Dalam kerangka universal, gelembung warp bergerak lebih cepat daripada cahaya. Namun, tidak ada pelanggaran relativitas lokal karena pesawat tetap berada dalam gelembung ruang-waktu tanpa melintasi kecepatan cahaya di lingkungannya. Secara teoritik energi yang digunakan dalam geometri warp ini berasal dari materi dan energi biasa, sehingga menghilangkan kebutuhan energi eksotis atau negatif.
Solusi warp Lentz didasarkan pada:
Gμν = (8πG/c⁴) Tμν
Dalam model ini, tensor energi-momentum (Tμν) hanya memuat energi positif, sehingga tidak memerlukan distribusi energi negatif.
Metrik ruang-waktu untuk gelembung warp adalah:
ds² = -c² dt² + [dx – vₑ(t) f(rₑ) dt]² + dy² + dz²
fimana:
vₑ(t): kecepatan gelembung warp
f(rₑ): fungsi distribusi energi positif
rₑ = √((x – xₑ(t))² + y² + z²): jarak radial dari pusat gelembung
Distribusi energi positif dalam solusi ini dirancang agar memenuhi:
T₀₀ > 0
Ini berarti energi yang digunakan hanya berasal dari materi dan energi konvensional, membuatnya lebih realistis dibandingkan Alcubierre Drive.
Di penghujung tulisan ini saya memohon maaf yang sebesar-besarnya, karena keterbatasan penulisan notasi fisika dan matematika di chat WA, maka rumus yang saya coba elaborasi di atas banyak disederhanakan dan ditampilkan sebagian saja, karena tak ada simbol di papan ketik WA yang dapat digunakan. Jadi tentu saja amat berpotensi untuk keliru dan salah.
Mohon dianggap sebagai lucu-lucuan saja ya, namanya juga cuma khayalan dalam lamunan di atas GoJek yang tengah melaju di jalanan.
Tapi pesan yang ingin saya coba sampaikan, meski semua itu sampai hari ini masih sebatas teori ataupun hipotesa yang masih perlu banyak pembuktian melalui banyak eksperimentasi, tapi dalam prosentase tipis yang hanya sepersekian persen, tetap saja punya probabilitas untuk terwujud nyata loh.
Sebagaimana juga hipotesa Faraday, Volta, Edison, Tesla, dan banyak cendekiawan lainnya seperti Fritz Haber dan Carl Bosch yang seiring dengan waktu dan berkembangnya teori yang terakumulasi dari berbagai eksperimentasi, ternyata terbukti dapat menjadi produk nyata yang dapat direplikasi dan direproduksi serta digunakan sesuai fungsi.
Siapa yang bakal menduga eksperimen lompatan Ibnu Firnaz, atau lengkapnya Abbas Ibnu Firnaz di tebing Arus Jabal dekat kota kelahirannya Cordoba, bakal ditindak lanjuti oleh eksperimentasi Wright bersaudara di Kitty Hawk hampir 12 abad setelahnya, dan kurang dari 1 abad kemudian kita sudah dapat mondar mandir antar benua dalam tempo relatif singkat dengan menggunakan pesawat-pesawat jet berbadan lebar yang dapat terbang dengan kecepatan sub-sonik.
Siapa yang mengira jika percobaan ketel uap sebagai penggerak roda James Watt yang ditindak lanjuti oleh George Stephenson dan Richard Trevithick pada gilirannya tak sampai 38 tahun kemudian (1867) telah menjadi sarana tranportasi di tanah Jawa, yang ditandai dengan selesainya jalur rel kereta api antara Samarang ke halte/stasiun Tanggung. Stasiun yang mulai dibangun pada 1864 oleh Nederlandsche Indische Spoorweg Maatchappij (NIS).
Tentu masih banyak lagi invensi yang lahir dari rangkaian perjalanan penelitian para cendekiawan yang kerap terpisahkan jaman dan metoda pengamatan. Tapi seolah ada jejaring skenario penyelarasan yang kemudian dapat menyatukan berbagai terobosan tersebut, menjadi suatu inovasi atau temuan yang memberikan dampak besar pada konstruksi peradaban.
Akhirul kata, saya jadi bertanya-tanya, bagaimana ya kira-kira jika pasangan suami istri muda yang pasea (bertengkar-Sunda) di kereta feeder tadi, kejadiannya bukan di kereta rel diesel elektrik relasi antara Padalarang – Bandung, melainkan di wahana antariksa intergalaktika dengan sistem kerja Alcubierre Drive atau Geometri Warp nya Lentz.
Saat satu belok kiri dan pasangannya belok kanan, maka dalam waktu yang relatif singkat, gelembung warp akan membawa mereka ke gugus bintang yang terletak di ujuang alam semesta yang berbeda bukan? Sang istri bisa tiba di salah satu planet di tata surya Archenar yang terletak di konstelasi Eridaus , Alfa Eridani. Dimana Achernar memiliki jarak 139 tahun cahaya dengan ukuran 11,4 kali matahari. Bintang ini masuk dalam kelas spektrum B6Vep, artinya bintang tersebut ada di deret utama (kelas V) dengan tipe bintang variabel BE.
Sementara sang suami dapat saja mendarat di salah satu planet di tata surya bintang Arcturus atau Arktouros yang artinya penjaga beruang. Bintang yang berada disebelah utara ekuator langit. Arcturus memiliki jarak 37 tahun cahaya dengan ukuran mencapai 25 kali matahari. Bintang ini tergolong sebagai bintang raksasa kelas III dan bertipe K0.
Adegan lari ala Bollywood yang terjadi di stasiun Bandung tadi tampaknya akan sulit terulang jika suami istri itu memilih untuk ngambek dan kabur ke lokasi beda konstelasi, bahkan beda galaksi. Bayangkan betapa jauhnya mereka akan terpisah, matahari kita saja berjarak sekitar 35 ribu tahun cahaya dengan pusat galaksi Bima Sakti atau Milky Way, apalagi kalau beda galaksi bukan ? Berapa tahun cahaya yang akan kau butuhkan kawan ? 🙏🏾🩵🇲🇨
Daftar Rujukan dan Bahan Bacaan Lanjut
Alcubierre Drive dan Geometri Warp
Alcubierre, M. (1994). The warp drive: hyper-fast travel within general relativity. Classical and Quantum Gravity, 11(5), L73-L77. https://doi.org/10.1088/0264-9381/11/5/001
Einstein, A. (1916). Die Grundlage der allgemeinen Relativitätstheorie. Annalen der Physik, 354(7), 769-822. https://doi.org/10.1002/andp.19163540702
Ford, L. H., & Roman, T. A. (1996). Quantum field theory constrains traversable wormhole geometries. Physical Review D, 53(10), 5496-5507. https://doi.org/10.1103/PhysRevD.53.5496
Lentz, E. W. (2021). Breaking the warp barrier: hyper-fast solitons in Einstein–Maxwell-plasma theory. Classical and Quantum Gravity, 38(7), 075015. https://doi.org/10.1088/1361-6382/abe692
Efek Casimir
Casimir, H. B. G. (1948). On the attraction between two perfectly conducting plates. Proceedings of the Koninklijke Nederlandse Akademie van Wetenschappen, 51, 793–795.
Bordag, M., Mohideen, U., & Mostepanenko, V. M. (2001). New developments in the Casimir effect. Physics Reports, 353(1-3), 1-205. https://doi.org/10.1016/S0370-1573(01)00015-1
Relativitas Umum dan Dasar Teori Fisika
Misner, C. W., Thorne, K. S., & Wheeler, J. A. (1973). Gravitation. W. H. Freeman and Company.
Wald, R. M. (1984). General Relativity. University of Chicago Press.
Visser, M. (1995). Lorentzian Wormholes: From Einstein to Hawking. Springer.