Nuklir dan Kita
Di penghujung tahun 2024, sembari leyeh-leyeh.com menikmati liburan di rumah gunung kami, saya asyik masyuk berselancar di berbagai media sosial dan mendapati wajah-wajah bahagia para sahabat yang sebagian besar tengah menikmati liburan bersama keluarga tercinta. Di salah satu instastory saya berhenti, dan mengamati dengan lebih cermat sebuah foto.
Foto itu adalah foto keluarga Mas Ian Agustiawan dengan Mbak Eva istrinya, dan kedua anak gadis mereka. Yang menarik buat saya, adalah mereka berfoto dengan latar salah satu sudut kota Antwerpen Belgia yang amat saya sukai. Ketika saya geser _story_ Mas Ian terus memperlihatkan foto keluarga mereka dengan latar Brugge (masih di Belgia), Amsterdam (di Rijks museum tepatnya, lalu geser ke Jerman; Aachen, Monschau dll.
Mas Ian adalah seorang ekspatriat asli Indonesia yang kini bermukim di Madrid dan secara ofisial telah menjadi seorang Madridista. Sebagai seorang diaspora, beliau cukup aktif berorganisasi di Eropa, selain sibuk dengan pekerjaannya sebagai “kurator” teknologi untuk perusahaan akuisitor yang profitnya dari berinvestasi membeli perusahaan teknologi yang akan diharapkan akan meningkat bisnisnya dan demikian pula valuasinya.
Istri Mas Ian, Mbak Eva, adalah seorang penulis hebat yang berfokus pada buku dan cerita anak (keluarga), padahal latar belakangnya adalah pendidikan ilmu teknik loh. Eva dan Ian adalah alumnus Institut Teknologi Telkom yang dahulunya adalah STT Telkom (Sekolah Tinggi Teknologi Telkom), dan saat ini telah menjelma menjadi Universitas Telkom yang akronim kerennya adalah TelU alias Telkom University.
Bahkan salah satu sistem informasi pendidikan di TelU yang masih digunakan sampai saat ini, i-Gracias, dinamai oleh Eva, yang bersama Ian turut membangun dan mengembangkannya di fase awal. Eva mungkin tak pernah menduga, bahwa pemberian nama ala-ala latino~Spanyol itu pada gilirannya relate dengan perjalanan hidupnya sendiri yang kemudian bermukim dan berkarya di Spanyol.
Chit-chat dengan Ian, dan saran agar mampir ke Nemo Science Museum yang tak terkejar oleh Ian sekeluarga karena keterbatasan waktu di trip singkat nan padat mereka, justru membawa pikiran saya melanglang buana mengenang perjalanan saya sendiri ke berbagai museum asyik di berbagai penjuru dunia.
Entah mengapa saya jadi teringat suasana musim dingin yang membekukan di Darling Harbour Sydney, di saat matahari tengah berada di titik solstice utara. Dingin sekali, sampai-sampai oleh pemerintah kota Sydney di trotoar, terintegrasi dengan penerangan jalan, disediakan pemanas yang dapat kita gunakan untuk berdiang.
Saya yang pulang dengan riang gembira dari pasar ikan yang berada tak jauh dari sana, tepatnya di jalan Corner Pyrmont Bridge yang sepertinya masih satu kelurahan dengan Darling Harbour, terpukau dengan pemandangan berupa kapal layar tiang tinggi (tall ship) yang bersandar atau memang ditambatkan di salah satu dermaga. Benak saya dipenuhi tanya, “Barque Tenacious kah itu ?” Tetiba saya teringat akan kisah kapal layar kayu terbesar yang pernah singgah di Darling Harbour. Atau “James Craig” yang masih beroperasi penuh sampai 1911 dan menghubungkan Australia dengan Selandia Baru secara reguler. Saya pun mendekat karena ingin melihatnya secara lebih cermat. Cantik sekali kapal kayu itu, di sebelahnya ada kapal pandu atau coast guard berwarna oranye yang tampak gagah dan didesain untuk dapat beroperasi di berbagai kondisi cuaca.
Tapi dari sudut mata saya saat mengobservasi sekeliling, saya melihat sebuah kapal selam. Ya, kapal selam. Ditambatkan di dermaga yang sama. Belakangan setelah membaca informasinya, saya tahu bahwa kapal selam yang dilestarikan di Museum Maritim Nasional Australia itu pernah dioperasikan oleh Angkatan Laut Kerajaan Australia (RAN), dan bernama HMAS Onslow.
HMAS Onslow secara klasifikasi adalah kapal selam kelas Oberon yang dinamai menurut kota Onslow, Australia Barat, dan Sir Alexander Onslow pendiri kota tersebut. Kapal ini dipesan pada tahun 1963, dan dibangun oleh Scotts Shipbuilding and Engineering Company di Skotlandia, serta mulai bertugas di RAN pada akhir tahun 1969.
HMAS Onslow adalah kapal selam bertenaga konvensional pertama yang dilengkapi dengan rudal anti-kapal. Setelah 30 tahun bertugas, kapal selam ini dinonaktifkan pada Maret 1999, dan diserahkan kepada museum Maritim nasional Australia.
Kunjungan ke kapal selam itu membuat pikiran saya semakin berkelana, maka saat saya duduk seorang diri di sebuah warung kopi yang menyajikan secangkir cappucino dengan vibe ala-ala Aunty Peg’s di Melbourne, saya jadi teringat berbagai jenis kapal selam seperti KRI Nanggala milik Indonesia yang buatan Rusia, ataupun kapal selam kelas Akula yang memang dioperasikan langsung oleh angkatan laut Rusia.
Entah mengapa saya juga jadi memikirkan soal sistem catu daya termasuk soal nuklir yang telah lama digunakan sebagai sumber energi propulsi kapal selam. Mungkin karena booming nya film peraih banyak penghargaan Oscar, Oppenheimer yang berkisah tentang seorang ahli fisika nuklir dan berbagai dinamika hidupnya saat diminta mengembangkan suatu senjata rahasia di sebuah proyek militer yang bernama Project Manhattan yang berlokasi di gurun Los Alamos, atau karena saya kangen Mas Aji ya, PhD muda alumni Jepang yang lama berkarya di salah satu reaktor Molten Salt di Jepang.
Intinya dari kapal selam saya jadi melamun soal atom dan nuklir, apa gara-gara kopi yang sangat enak ini ya? Saking enaknya, nama kedainya saya lupa. Saya didera amnesia kenikmatan rupanya, karena memang secara fisiologi, orgasme, khususnya pada wanita, dapat men shutdown beberapa aspek kognitif di otak, termasuk memori spasial tampaknya.
Tapi saya ingat, soal nuklir ini mungkin juga terpantik kenangan saya yang pernah diundang untuk memberikan ceramah agama di Reaktor TRIGA 2000 yang berlokasi tepat di sebelah Kebun Binatang Bandung dan di seberang kampus ITB. Saat itu hadir Pak Jarot, Kepala BATAN, turut mendengarkan ceramah saya, bangga sekali rasanya. Nah, untuk mendukung materi ceramah itu, agar relate dengan audiens, saya melakukan riset terkait nuklir dan energi nuklir serta berbagai teori terkait.
Lokasi tempat saya ceramah itu sendiri, reaktor TRIGA 2000, punya sejarah panjang di Indonesia. Berikut beberapa fakta mengenai Reaktor TRIGA 2000, peletakan batu pertamanya dilakukan pada 19 April 1961. Lalu pembangunannya sendiri dimulai pada 1 Januari 1964 di kawasan yang kemudian dikenal sebagai kawasan nuklir Bandung. Reaktor ini diresmikan pada 20 Februari 1965 oleh Presiden Sukarno.
TRIGA merupakan singkatan dari Training, Research and Isotope production by General Atomics. Karena memang reaktor ini berfungsi untuk pendidikan, pelatihan, dan produksi isotop. Dimana reaktor ini dapat menghasilkan radioisotop yang dibutuhkan di dunia kesehatan, industri, dan lingkungan. Salah satu produknya adalah Bromium-82 yang digunakan untuk mendeteksi kebocoran pipa. Produk lainnya adalah Iodium-13 yang digunakan di bidang kesehatan, kedokteran nuklir, dan terapi tiroid.
Keberadaan reaktor TRIGA ini pula yang tampaknya memantik lahirnya program pendidikan kedokteran nuklir di fakultas kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. Agar hasil produksi reaktor seperti isotop yang dapat digunakan di pelayanan kesehatan dapat dioptimalkan implementasi klinisnya di berbagai fasilitas kesehatan.
Lalu bagaimana ceritanya atom dan nuklir bisa menjadi energi atau bahkan senjata, sekaligus obat dan banyak manfaat lainnya?
Ini semua berawal dari kisah pencarian manusia tentang esensi dari eksistensi dirinya yang diyakini merupakan bagian dari materi, belakangan juga diketahui konsep energi. Gagasan awal soal materi ini akhirnya melahirkan konsep tentang “atom” (dari bahasa Yunani atomos yang berarti “tak terbagi”) sudah ada sejak zaman Democritus (abad ke-5 SM). Ia berpendapat bahwa jika suatu materi terus-menerus dibagi, pada akhirnya akan diperoleh bagian terkecil yang tidak dapat dibagi lagi, yakni atom. (Bertulani, 2007)
Barulah di akhir abad ke-19, J.J. Thomson menemukan partikel bermuatan negatif yang kemudian dinamai elektron. Model atom Thomson sering disebut “plum pudding model,” di mana elektron didispersikan seperti kismis dalam “adonan” bermuatan positif.
Ernest Rutherford melakukan percobaan hamburan partikel alfa pada lempeng emas yang tipis. Hasil eksperimen ini menunjukkan bahwa muatan positif terpusat di inti atom yang sangat kecil dan padat. Elektron beredar mengelilingi inti, sebagian besar volume atom kosong. (Rutherford, 1911)
Niels Bohr menyempurnakan model Rutherford dengan memasukkan teori kuantum. Elektron bergerak pada lintasan-lintasan (orbit) tertentu di sekitar inti atom dan hanya dapat berpindah lintasan dengan menyerap atau memancarkan energi.
Selanjutnya Erwin Schrödinger, Werner Heisenberg, dan Paul Dirac menyempurnakan konsep atom dengan mekanika kuantum, yang kini disebut model atom modern. Di sinilah mulai muncul pemahaman lebih mendalam mengenai interaksi dan perilaku inti atom yang melibatkan gaya-gaya dasar fisika.
Sejalan dengan dinamika pengetahuan yang terus berkembang seiring dengan capaian-capain ilmu dasar dan terapan yang berimplikasi balik kepada pengembangan ilmu itu sendiri, ditemukanlah berbagai fakta fundamental seperti gaya-gaya utama fisika yang bekerja di semesta.
Menurut pemahaman fisika modern, ada 4 gaya fundamental yang mengatur interaksi di alam semesta (Griffiths, 2009); Gaya Gravitasi atau gaya tarik-menarik antara massa yang memiliki jangkauan tak terbatas, namun paling lemah jika dibandingkan dengan gaya dasar lain. Relevansi pada skala atom rendah, tetapi sangat berpengaruh pada skala astronomis.
Lalu ada gaya elektromagnetik yang terjadi antara muatan listrik dan memiliki jangkauan tak terbatas serta jauh lebih kuat dibanding gravitasi. Berperan penting dalam ikatan kimia, struktur atom, dan fenomena kelistrikan.
Sebagaimana juga gaya nuklir kuat (Strong Nuclear Force) atau gaya yang menjaga proton dan neutron tetap bersatu di dalam inti atom, meski proton-proton bermuatan positif saling tolak-menolak. Gaya ini sangat kuat namun memiliki jangkauan yang sangat pendek (sekitar 10^-15 meter).
Dimana ketiga gaya di ats dilengkapi dengan gaya nuklir lemah (Weak Nuclear Force) yang bertanggung jawab atas peluruhan radioaktif (beta decay) dan proses fusi di matahari. Seperti gaya kuat, jangkauannya juga sangat pendek.
Pada tahun 1938, Otto Hahn dan Fritz Strassmann menemukan bahwa penembakan uranium dengan neutron dapat menghasilkan barium, yang berarti inti uranium terbelah (fisi). Lise Meitner dan Otto Frisch kemudian memberikan penjelasan teoretis mengenai proses ini. (Rhodes, 1986) Inilah titik awal penemuan reaksi fisi.
Enrico Fermi dan Leo Szilard mengembangkan ide bahwa ketika satu inti uranium terbelah, akan dilepaskan beberapa neutron yang dapat memicu reaksi berantai. Hal inilah yang menjadi dasar pembuatan reaktor nuklir serta bom atom.
Walhasil selama Perang Dunia II, Amerika Serikat membentuk tim ilmuwan terkemuka seperti J. Robert Oppenheimer, Enrico Fermi, Niels Bohr, dan Richard Feynman untuk mengembangkan senjata nuklir. Hasil akhirnya adalah bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima (6 Agustus 1945) dan Nagasaki (9 Agustus 1945). (Sherwin & Bird, 2005)
Lalu apa itu reaksi fisi dan fusi nuklir? Fisi Nuklir (Nuclear Fission) adalah proses pembelahan inti berat (seperti Uranium-235 atau Plutonium-239) menjadi inti yang lebih ringan, disertai pelepasan energi dan beberapa neutron. Energi yang dilepaskan berasal dari perbedaan massa (defect mass) yang dikonversi menjadi energi sesuai persamaan Einstein .
Sedangkan Fusi Nuklir (Nuclear Fusion) adalah proses penyatuan dua inti ringan (seperti Deuterium dan Tritium) menjadi inti yang lebih berat (misalnya Helium), disertai pelepasan energi yang lebih besar per satuan massa dibanding fisi. Proses fusi seperti ini terjadi di matahari dan bintang-bintang. (Bertulani, 2007)
Berdasar kedua reaksi fisika nuklir tersebut; fisi dan fusi, maka untuk memanen energi nuklir dikembangkan berbagai jenis reaktor nuklir seperti reaktor berbasis Fisi dengan jenis Boiling Water Reactor /BWR yang menggunakan air ringan (H2O) sebagai pendingin dan moderator. Dimana air mendidih langsung di dalam teras reaktor, uap yang dihasilkan memutar turbin.
Lalu ada Pressurized Water Reactor/ PWR, dimana air bertekanan tinggi dipompa melalui teras reaktor. Uap yang dihasilkan di penukar panas (steam generator) terpisah, kemudian memutar turbin. Reaktor ini paling umum digunakan di seluruh dunia, termasuk di kapal selam nuklir.
Ada pula reaktor Gas-cooled Reactor,/ GCR yang umumnya menggunakan gas (misalnya CO2 atau helium) sebagai pendingin. Moderatornya dapat berupa grafit. Kemudian ada reaktor Molten Salt Reactor/ MSR dengan bahan bakar nuklir dilarutkan dalam garam cair pada suhu tinggi (sekitar 500–800°C). Keunggulannya meliputi efisiensi termal yang lebih tinggi, sistem keamanan pasif, dan potensi untuk memanfaatkan bahan bakar torium. (Lewis, 2008)
Telah dikembangkan pula model Fast Reactor yang tidak memerlukan moderator karena memanfaatkan neutron cepat. Reaktor ini dapat mendaur ulang bahan bakar seperti plutonium dan actinides lainnya, mengurangi limbah radioaktif jangka panjang.
Saat ini sedang ramai jadi perbincangan adalah Reaktor Fusi Eksperimental Tokamak (seperti ITER) yang menggunakan medan magnet yang kuat untuk menahan plasma sehingga reaksi fusi dapat terjadi pada suhu jutaan derajat celcius. Proyek ITER di Eropa adalah contoh nyata pengembangan reaktor fusi eksperimental.
Ada pula konsep Stellarator yang menggunakan rancangan kumparan magnetik yang lebih kompleks untuk menahan plasma, dengan tujuan mengurangi instabilitas plasma. Walaupun reaktor fusi masih dalam tahap pengembangan, para ahli optimistis teknologi ini berpotensi menghasilkan energi yang sangat besar dengan limbah radioaktif minimal. (ITER Organization, 2021)
Kembali ke HMAS Onslow, saya jadi ingin tahu, kalau kapal selam nuklir itu apa yang dimaksud dengan istilah nuklirnya? Bertenaga nuklir atau bersenjata nuklir? Ternyata bisa keduanya ya, tetapi kali ini kita bahas konsep awal catu daya dan jenis-jenis kapal selamnya dulu saja.
Kapal selam nuklir menggunakan reaktor fisi (biasanya jenis PWR) untuk memanaskan air bertekanan tinggi. Uap yang dihasilkan menggerakkan turbin yang terhubung dengan generator listrik dan baling-baling kapal. Manfaat utama dari teknologi ini adalah daya jelajah yang praktis tak terbatas selama bahan bakar nuklir masih ada, serta kebutuhan pengisian ulang bahan bakar yang relatif jarang (dapat puluhan tahun sekali). (Polmar, 2006)
Jenis kapalnya sendiri ada beberapa kategori seperti Ship Submersible Nuclear dan Ship Submersible Ballistic Nuclear, atau juga peluncur rudal jelajah. Kelasnya ada kelas Virginia, Ohio (US Marine), atau Vanguard (UK), dan Borei atau Yasen milik armada angkatan laut Rusia.
Terkait dengan isu pemanfaatan energi berbasis fosil yang cadangannya semakin menipis dan dampak lingkungannya yang besar, maka energi nuklir adalah salah satu alternatif yang layak untuk dipertimbangkan. Terlepas dari beberapa peristiwa kebocoran seperti di Three Mile Island, Chernobyl, ataupun Fukushima, nuklir secara statistik tetap merupakan alternatif energi yang sangat aman.
Kebocoran nuklir di Three Mile Island sendiri terjadi pada 28 Maret 1979 di pembangkit listrik tenaga nuklir Three Mile Island, Pennsylvania, Amerika Serikat. Dugaan penyebabnya adalah terjadinya kerusakan pada sistem pendingin dan kesalahan operator yang mengakibatkan sebagian inti reaktor Unit 2 meleleh.
Walhasil sejumlah kecil gas radioaktif terlepas ke lingkungan, tetapi tidak membahayakan kesehatan penduduk setempat. Kecelakaan ini mendorong langkah-langkah keselamatan tambahan dan program pengujian yang ketat. Industri tenaga nuklir Amerika juga mengalami perubahan, seperti penutupan sementara tujuh reaktor, moratorium pemberian izin untuk reaktor baru, dan melambatnya proses persetujuan untuk pabrik baru.
Saat ini para ilmuwan dan perusahaan energi mulai mengembangkan konsep dan model Small Modular Reactors (SMR) yang memiliki kapasitas lebih kecil (biasanya di bawah 300 MW) dan dapat diproduksi secara modular:
Keunggulan SMR antara lain adalah lebih fleksibel dalam penempatan (termasuk daerah terpencil), mampu menekan biaya konstruksi karena komponen dapat diproduksi massal di pabrik.
Sementara aspek keamanan yang menjadi isu utama pemanfaatan energi nuklir, dapat ditingkatkan dengan merancang desain yang inovatif dan mempertimbangkan segenap aspek terkait (bersifat mitigatif).
Contoh pengembangan yabf telah berjalan, antara lain adalah NuScale Power (AS), suatu SMR yang dilengkapi sistem pendingin alami (natural circulation) dan sistem keselamatan pasif. Lalu ada SMART (Korea Selatan) yang didukung IAEA sebagai solusi energi untuk negara berkembang. Potensi SMR ini menjadi sorotan untuk pemenuhan energi masa depan yang bersih dan berkelanjutan. (IAEA, 2020)
Lalu mengapa saya berani mengatakan bahwa energi nuklir adalah salah satu alternatif substitusi energi non fosil di masa depan? Salah satunya karena keberadaan bahan radioaktif dan efisiennya pemanfaatannya. Adapun bahan-bahan radioaktif yang dapat digunakan dalam berbagai reaksi nuklir bagi kemaslahatan manusia itu antara lain adalah; Uranium (U-235, U-238) yang terdapat di alam, dimana perlu proses pengayaan (enrichment) agar kandungan U-235 cukup tinggi untuk reaktor atau senjata. Uranium banyak ditambang di Kanada, Australia, Kazakhstan, dan beberapa negara Afrika.
Lalu ada Plutonium (Pu-239, Pu-240) yang dihasilkan di dalam reaktor nuklir dari Uranium-238 yang menangkap neutron. Unsur ini sangat penting dalam senjata nuklir dan beberapa jenis reaktor cepat. Ada pula Thorium (Th-232) yang berlimpah di bumi dan dapat diubah menjadi U-233 yang fisil melalui reaksi penangkapan neutron. Potensinya amat besar sebagai bahan bakar nuklir alternatif di reaktor garam cair/Molten Salt.
Isotop Radioaktif lain seperti Cobalt-60, Cesium-137, Iridium-192, dll, banyak digunakan untuk aplikasi medis dan industri. Dimana proses perolehan unsur-unsur tersebut biasanya melibatkan penambangan, pemurnian, dan (untuk uranium) proses pengayaan. Setiap langkah membutuhkan pengawasan ketat untuk mencegah penyalahgunaan. (Lewis, 2008)
Pemanfaatan teknologi nuklir, termasuk dengan penggunaan isotop-isotop radioaktif di bidang kedokteran telah banyak membantu meningkatkan kualitas kesehatan manusia. Secara umum teknologi nuklir di bidang kesehatan dapat dimanfaatkan untuk proses radiodiagnostik, seperti pencitraan dengan PET (Positron Emission Tomography) yang menggunakan radioisotop pemancar positron (misalnya F-18) yang terikat pada molekul glukosa (FDG). Sel kanker cenderung menggunakan glukosa lebih banyak, sehingga radioaktivitasnya tampak lebih intens pada pemindaian. (Carlton & Adler, 2012)
Lalu ada teknologi SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) yang menggunakan radioisotop seperti Tc-99m untuk menilai fungsi organ (misalnya jantung, ginjal, dan otak) dengan mendeteksi foton tunggal.
Sedangkan pada Aspen radioterapi, seperti pada terapi kanker dengan radiasi, digunakan sinar-X energi tinggi atau berkas partikel (misalnya elektron atau proton) untuk membunuh sel kanker. Dimana Cobalt-60 merupakan sumber radiasi gamma yang umum digunakan. Demikian pula pada Brachytherapy yang menempatan sumber radioaktif langsung di dalam atau dekat jaringan kanker, sehingga dosis radiasi terlokalisasi. Para ahli kesehatan menyatakan bahwa teknologi nuklir telah menyelamatkan jutaan nyawa melalui deteksi dini kanker dan terapi radiasi yang efektif (IAEA, 2019).
Sedangkan di bidang pertanian dan pangan, teknologi nuklir juga telah banyak dimanfaatkan melalui aplikasi seperti Teknik Iradiasi Pangan yang memanfaatkan radiasi gamma (misalnya dari Cobalt-60) untuk membunuh bakteri, jamur, dan mikroorganisme berbahaya. Hingga dapat memperpanjang umur simpan produk pangan tanpa menggunakan bahan kimia berbahaya. Contohnya adalah iradiasi rempah-rempah, buah-buahan, dan daging. (IAEA, 2017)
Lalu ada teknik Mutasi Terpandu (Mutation Breeding), dimana radiasi (sinar gamma, sinar-X) dapat memicu mutasi pada benih tanaman secara terkontrol. Tujuannya untuk memperoleh varietas tanaman unggul yang lebih tahan hama, lebih produktif, atau tahan kondisi iklim tertentu. Teknik ini terbukti sukses pada pemilihan benih unggul padi, gandum, dan kacang-kacangan di beberapa negara.
Lalu ada pula teknik Sterile Insect Technique/ SIT yang ditujukan untuk mengurangi populasi hama dengan cara menyebarkan serangga jantan yang telah disterilkan menggunakan radiasi. Di mana pada saat kawin dengan betina liar, tidak terjadi keturunan sehingga populasi menurun secara alami. Menurut para ahli pertanian, teknologi nuklir dapat membantu meningkatkan ketahanan pangan dengan cara yang ramah lingkungan dan berkelanjutan (FAO/IAEA, 2018). Tentu terlepas dari pro dan kontra dari berbagai dampak intervensi dan kemungkinan kebocoran serta efek radioaktif yang dapat ditimbulkannya.
Teknologi nuklir, di satu sisi, memang memunculkan kekhawatiran terhadap dampak destruktifnya (bom atom, limbah radioaktif). Namun, di sisi lain, teknologi ini juga memberikan kontribusi besar dalam bidang energi (reaktor nuklir, kapal selam nuklir), kedokteran (radiodiagnostik, radioterapi), dan pertanian (iradiasi pangan, mutasi terpandu, teknik serangga mandul). Perkembangan masa depan, seperti reaktor fusi, Small Modular Reactors (SMR), dan pemanfaatan thorium, terus dipelajari demi memperoleh sumber energi yang lebih aman, bersih, dan berkelanjutan.
Tak terasa hari telah beranjak siang, saya bergegas berkemas dan berhenti melihat instastory teman-teman. Selesai pula lamunan akan kenangan di museum Maritim Nasional Australia, saatnya bergerak dan berolahraga. Berjalan kaki melintasi trotoar di depan reaktor TRIGA menuju jalan Ganesha. Lalu tentu saja mampir di Jl Teuku Umar no 5, demi secangkir Latte di toko Kopi Jawa. Ah nikmatnya…..
Bacaan Pelengkap
Bertulani, C. A. (2007). Nuclear Physics in a Nutshell. Princeton University Press.
Carlton, R. R., & Adler, A. M. (2012). Principles of Radiographic Imaging: An Art and a Science. Cengage Learning.
Griffiths, D. (2009). Introduction to Elementary Particles. Wiley-VCH.
IAEA. (2017). Manual of Good Practice in Food Irradiation. International Atomic Energy Agency.
IAEA. (2019). Radiation Oncology Physics: A Handbook for Teachers and Students. International Atomic Energy Agency.
IAEA. (2020). Advances in Small Modular Reactor Technology Developments. International Atomic Energy Agency.
ITER Organization. (2021). ITER & Beyond. https://www.iter.org
Lewis, E. E. (2008). Fundamentals of Nuclear Reactor Physics. Academic Press.
Polmar, N. (2006). Cold War Submarines: The Design and Construction of U.S. and Soviet Submarines. Potomac Books.
Rhodes, R. (1986). The Making of the Atomic Bomb. Simon & Schuster.
Rutherford, E. (1911). The scattering of alpha and beta particles by matter and the structure of the atom. Philosophical Magazine, 21.
Sherwin, M. J., & Bird, K. (2005). American Prometheus: The Triumph and Tragedy of J. Robert Oppenheimer. Knopf.
FAO/IAEA. (2018). Partnership in Action: FAO-IAEA Joint Division. Food and Agriculture Organization & International Atomic Energy Agency.