Tauhid Nur Azhar

Dari Djuanda ke Era AI Bina Marga

Perkembangan teknologi dalam bidang infrastruktur publik telah mengalami lompatan yang sangat signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Berbagai konsep smart infrastructure muncul seiring dengan kemajuan teknologi kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence/AI), Internet of Things (IoT), dan data analytics. Inovasi pada Smart Road, Smart Irrigation System, Smart Natural Disaster Management and Mitigation, serta Smart Building, Environment, and Water Resources, menggambarkan betapa eratnya keterkaitan antara infrastruktur fisik dengan teknologi digital (TNA, 2025)

Gagasan smart infrastructure ini bukan sekadar demi modernisasi semata, melainkan upaya kolektif untuk menciptakan infrastruktur yang efisien, tangguh, serta berkelanjutan (Chen & Wang, 2021). Penerapan AI di berbagai sektor pekerjaan umum atau public works memungkinkan kita untuk melakukan pemantauan, analisis, serta pengambilan keputusan secara cepat dan tepat. Bukan hanya terkait jalan dan jembatan, bidang yang menjadi tumpuan banyak negara, melainkan juga pada irigasi pertanian, penanganan bencana alam, serta infrastruktur bangunan dan pasokan air baku yang penting bagi kesehatan dan kualitas hidup masyarakat.

Dalam konteks ini, berbagai pendapat ahli telah menekankan pentingnya memadukan rekayasa sipil dengan kecerdasan buatan, guna menciptakan sistem infrastruktur yang adaptif dan responsif. Menurut Handayani dan Widodo (2019), misalnya, pemanfaatan kecerdasan artifisial dapat mendorong efisiensi dalam pendeteksian kerusakan infrastruktur. Di sisi lain, World Economic Forum (2020) juga mencatat bahwa AI berpotensi memberikan efisiensi biaya pemeliharaan yang dapat menekan pengeluaran negara.

Menariknya, perjalanan panjang yang ditempuh Kementerian Pekerjaan Umum (PU), yang pada masa Hindia Belanda dikenal dengan Openbare Werken, juga telah melahirkan banyak tokoh legendaris yang menginspirasi semangat pembangunan infrastruktur hingga sekarang. Tak heran jika Kementerian PU menjadi salah satu lembaga yang paling erat kaitannya dengan kemajuan teknologi di bidang konstruksi, transportasi, dan keairan, bahkan sejak zaman kolonial.

Sebagai seorang yang dapat dikatakan science history enthusiast, saya sangat terkesan dengan bagaimana sejarah Kementerian PU beserta para tokohnya terus berinovasi untuk meningkatkan pelayanan publik. Bagaimana kecerdasan artifisial membantu kita hari ini, juga seolah menjadi kelanjutan dari proses transformasi birokrasi dan pengembangan teknologi sejak masa lampau.

> Masih jelas teringat dalam ingatan saya, di saat beberapa bulan lalu saya diminta Mas Yudha, Direktur Bina Teknik Jalan dan Jembatan Ditjen Bina Marga Kementerian PU untuk menemani Pak Basuki Hadimuljono, Kepala Otorita IKN dan juga Menteri PU Kabinet Indonesia Maju, di perhelatan pernikahan putra beliau. Mas Yudha ini selain keluarga dekat, juga murid kesayangan Ayahanda yang pada masanya juga berkarier di Kementerian PU.

Siapa yang tak kenal Pak Bas? Sosok yang menjadi idola berbagai kalangan di Indonesia, tak perduli tua dan muda serta berlatar belakang profesi apa, semua seolah tersihir dengan gaya kepemimpinan Pak Bas di PU yang sangat inspiratif. Menjunjung tinggi integritas, berpenampilan dan bergaya hidup sangat sederhana untuk ukuran pejabat di Indonesia, tegas alias tas-tes, cerdas, dan selalu menempatkan diri sebagai problem solver. Demikian kesan banyak orang pada sosok Menteri PU yang satu ini. Pribadinya hangat, mudah guyub dengan sesama, dan pandai bermain musik pula. Paket komplit bukan?

Bukan kebetulan jika saya yang diminta mendampingi beliau selama perhelatan tersebut, Pak Bas adalah salah satu orang PU yang lama berkarya bersama Ayahanda tercinta, hingga hubungan kami sudah selayaknya keluarga. Bapak Basuki dan Ibu Kartika sudah seperti adik bagi Ayah dan Ibu saya, demikian pula dengan kami anak-anaknya. Terlebih di Kementerian PU memang aura kekeluargaan itu memang terasa sangat erat. Selain Pak Bas, saya juga masih ingat dengan jelas, sosok Pak Suyono Sosrodarsono, salah satu Menteri PU yang sangat dicintai dan dihormati oleh segenap insan PU lintas jaman. Pribadinya juga sangat sederhana, santun, dan sifat kebapakannya terasa amat kuat.

Saya ingat betul, kami pernah dikunjungi beliau saat kami sekeluarga berada di sudut terpencil di ujung pulau Sulawesi. Di Kotamobagu tepatnya, kota yang saat itu tentu belum seperti kondisi saat ini yang sudah maju pesat. Saat itu di Bolaang Mongondow sedang dibangun jaringan irigasi Dumoga untuk memenuhi kebutuhan ekstensifikasi lahan pertanian yang antara lain terdapat di area transmigrasi.

Perjumpaan dengan seorang Menteri pada saat itu bagai sebuah impian yang menjadi kenyataan, karena biasanya beliau-beliau yang duduk di Kabinet hanya dapat kami lihat dari siaran berita di TVRI saja. Ternyata perjumpaan pertama itu merubah sudut pandang saya yang semula beranggapan bahwa menteri itu sosok “angker” yang seolah “tak tersentuh” oleh kami, yang merupakan bagian dari rakyat biasa ini. Pak Yono, demikian insan PU memanggil Menteri yang satu ini, ternyata adalah tokoh yang lembut, humanistik, dan mau berkomunikasi dengan siapa saja. Raut wajahnya tenang, meski tetap menyimpan wibawa dan tampak jelas aura kepemimpinannya yang kuat. Maka tak heran jika pertemuan di mess kompleks perumahan Proyek Irigasi Dumoga di Bukit Ilongkow Kotamobagu itu menjadi sangat berkesan bagi saya.

Belakangan hari saya baru tahu, bahwa di masa mudanya, sebagai insinyur yang baru lulus dari program pendidikan sarjana teknik, beliau pernah ditempatkan di Dinas Pekerjaan Umum Sumatera Bagian Selatan yang meliputi Propinsi Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung, yang pada saat itu dipimpin oleh Kakek saya, MNg Soekardi yang asli Surabaya. Meneer Seminyur kalau kata orang Sumateranya. Tuan Insinyur mungkin tepatnya ya.

Di Kementerian Pekerjaan Umum yang semasa Hindia Belanda dikenal sebagai Openbare Werken, seingat saya ada beberapa menteri yang punya prestasi menonjol dan teramat dekat dengan segenap insan PU. Kementerian atau departemen tua yang punya tugas terkait dengan hajat hidup orang banyak, dan juga turut menentukan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa ini sudah berganti pimpinan berkali-kali sampai hari ini dipimpin oleh duet Pak Doddy dan Bu Diana, senior saya di Undip.

Di masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, fungsi birokrasi Openbare Werken yang sempat berkedudukan di Gedung Sate Bandung, memiliki peran strategis berupa pembinaan dan pelaksanaan proses pembangunan infrastruktur. Di ranah nasional, segenap proses pembangunan lintas sektoral ini dibina oleh Departement van Verkeer-en-Waterstaat (Dep. V&W), yang sebelumnya terdiri dari Departement van Gouvernements Bedrijven dan Departement van Burgerlijke Openbare Werken. Dep. V&W dikepalai oleh seorang direktur, yang membawahi beberapa afdeling dan dienst sesuai dengan tugas/wewenang departemen ini. (Situs Kementerian PU)

Hebatnya pada masa itu, kementerian ini punya ruang lingkup tugas yang sangat luas dan meliputi hampir segenap fungsi layanan publik terkait dengan pangan, transportasi, mitigasi bencana, transportasi, sampai energi. Mungkin peran koordinatifnya mirip dengan Kemenko Infrastruktur yang dikomandani Pak AHY saat ini. Pada era pemerintahan kolonial di Hindia Belanda, yang meliputi bidang ke-PU-an (openbare werken) antara lain adalah afdeling Waterstaat, dengan onderafdelingen; Landsgebouwen, Wegen, Irrigatie & Assainering, Waterkracht, Constructiebureau (pembangunan jembatan), Havenwezen (pelabuhan), Electriciteitswezen (kelistrikan) dan Luchtvaart (penerbangan sipil).

Pasca kemerdekaanpun PU sempat bernama PUTL karena mengurusi tenaga listrik, terutama di era pembangunan waduk-waduk besar yang juga menjadi sumber catu daya listrik seperti Jatiluhur dan Karangkates. Di masa kolonial masalah ke-PU-an memang banyak didominasi waterstaat yang merupakan tulang punggung ketahanan pangan yang berkontribusi besar pada stabilitas politik yang banyak dipengaruhi oleh tingkat kepuasan dan kesejahteraan rakyat. Di pulau Jawa urusan waterstaat/openbare werken diserahkan pada pemerintahan propinsi yang disebut Provinciale Waterstaatdienst dan dikepalai oleh seorang Hoofd-Provinciale Waterstaatsdients (HPW), kecuali di beberapa wilayah khusus yang menjadi daerah istimewa seperti di Kesultanan Jogja dan Kadipaten Mangkunegaran.

Sedangkan jntuk daerah luar jawa, seperti Gouv. Sumatra, Borneo (Kalimantan) dan Grote-Oost (Indonesia Timur) terdapat organisasi Gewestelijke Inspectie van de Waterstaat yang dikepalai oleh seorang Inspektur. Sementara di wilayah residentie terdapat Residentie Waterstaatsdienst yang dahulu dikenal dengan nama Dienst der Burgerlijke Openbare Werke. Kepala dinas yang setara dengan pejabat eselon 2 atau pejabat tinggi prprata saat ini. Kepala dinas di era itu biasa disebut “EAW” (Eerste-aanwijzend Waterstaatsambtenar). (Situs Kementerian PU)

Dalam perjalanan sejarah, transformasi dan perubahan nomenklatur di Kementerian PU kerap terjadi. Berikut beberapa nomenklatur nama menteri seiring dengan jaman, antara lain adalah : Menteri Pekerjaan Umum,
_Menteri Perhubungan, Tenaga dan Pekerjaan Umum, Menteri Pekerjaan Umum/Perhubungan, Menteri Pekerjaan Umum dan Rekonstruksi, Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga, Menteri Muda Pekerjaan Umum dan Tenaga, Menteri Koordinator Kompartemen Pekerjaan Umum dan Tenaga, Menteri Pekerjaan Umum dan Energi, Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, terakhir sebelum kabinet saat ini nama resminya adalah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Menteri PU yang pertama, yang dahulunya merupakan Biro Pekerjaan Umum dan berada dalam naungan Kementerian Perhubungan, dijabat oleh Raden Mas Abikoesno Tjokrosoejoso (15 Juni 1897 – 11 November 1968), yang juga merupakan salah satu bapak pendiri Republik Indonesia dan penandatangan konstitusi. Abikoesno merupakan anggota Panitia Sembilan yang merancang pembukaan UUD 1945 (dikenal sebagai Piagam Jakarta).

Tjokrosoejoso adalah cucu dari Bupati Ponorogo R.M. Adipati Tjokronegoro, dan cicit dari Kiai Ageng Hasan Besari. Abikoesno adalah adik dari Oemar Said Tjokroaminoto atau HOS Tjokroaminoto, pemimpin pertama Sarekat Islam. Setelah wafatnya HOS Tjokroaminoto pada 17 Desember 1934, Abikoesno didapuk mewarisi jabatan sebagai pemimpin Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII).

Bersama dengan Mohammad Husni Thamrin, dan Amir Sjarifoeddin, Tjokrosoejoso membentuk Gabungan Politik Indonesia, sebuah front persatuan yang terdiri dari semua partai politik, kelompok, dan organisasi sosial yang menganjurkan kemerdekaan Hindia Belanda. Selama masa pendudukan Jepang, Abikoesno Tjokrosoejoso menjadi tokoh kunci dalam Masyumi, dan menjadi anggota Chuo Sangi-In.

Pada 30 Agustus 1952, Abikoesno Tjokrosoejoso bersama dengan Wahid Hasyim dan Sirajuddin Abbas mendirikan Liga Muslimin Indonesia. Maka boleh dikatakan Menteri PU pertama adalah tokoh bangsa yang punya kontribusi besar dalam proses kemerdekaan Indonesia.

Menteri PU legendaris lainnya adalah Ir . H. Djuanda Kartawidjaja yang dilahirkan di Tasikmalaya, 14 Januari 191. Djuanda merupakan anak pertama pasangan Raden Kartawidjaja dan Nyi Monat. Ayahnya adalah seorang guru di Hollandsch Inlansdsch School (HIS). Pendidikan dasarnya diselesaikan di HIS dan kemudian pindah ke Europesche Lagere School (ELS) yang ditamatkannya pada 1924. Selanjutnya Djuanda dimasukkan ke sekolah menengah khusus orang Eropa yaitu Hoogere Burgerschool te Bandoeng (HBS Bandung, sekarang ditempati SMA Negeri 3 Bandung) dan lulus tahun 1929. Pada tahun yang sama Djuanda masuk ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS) sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB), beliau mengambil jurusan teknik pengairan dan jalan (Wegen en Waterbouwkunde) dan lulus tahun 1933 dengan gelar Civil Ingineur. Semasa mudanya Djuanda hanya aktif dalam organisasi non politik yaitu Paguyuban Pasundan dan anggota Muhammadiyah, serta pernah menjadi pimpinan sekolah Muhammadiyah. Karier selanjutnya dijalaninya sebagai pegawai Departemen Pekerjaan Umum provinsi Jawa Barat, Hindia Belanda sejak tahun 1939.

Dalam perjalanan kariernya di pemerintahan, Ir Djuanda telah menduduki berbagai jabatan penting seperti Perdana Menteri dan Menteri Pertama. Salah satu capaian luar biasa beliau adalah saat beliau mendeklarasikan konsep baru wilayah laut Indonesia, yang kemudian dikenal sebagai Deklarasi Djuanda. Deklarasi Djuanda dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 pada saat Djuanada menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia. Melalui deklarasi itu, Djuanda Kartawidjaja menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.

Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda itu, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai, ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.

Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat penentangan hebat dari beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Akibat pemberlakuan Undang-Undang yang berlandaskan pada deklarasi Djuanda tersebut, luas wilayah Republik Indonesia menjadi 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² yang diklaim dengan pengecualian Irian Jaya yang waktu itu belum diakui secara internasional.

Berdasarkan perhitungan 196 garis batas lurus (straight baselines) dari titik pulau terluar (kecuali Irian Jaya), terciptalah garis maya batas mengelilingi RI sepanjang 8.069,8 mil laut. Dan setelah melalui perjuangan yang panjang, deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya deklarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. (Wikipedia)

Sementara sosok yang ping sering menjadi Menteri PU adalah Herling Laoh yang merupakan sahabat Bung Karno, semenjak duduk di bangku kuliah TH Bandung. Herling Laoh lahir di Tompaso Minahasa pada tanggal 23 Agustus 1902. Healing Laoh yang anak tukang emas asal Sonder kelahiran Tompaso ini meraih gelar insinyur sipil pada bulan Mei 1928 dari Technische Hoogeschool te Bandoeng, yang sekarang dikenal sebagai ITB. Healing adalah sahabat Bung Karno sejak mahasiswa. Setamat kuliah ia merintis profesi kontraktor sarana dan prasarana di kalangan pribumi Indonesia dan pernah menjadi kontraktor pembangunan Pelabuhan Samudera Bitung. Selain itu dia adalah salah satu penggagas POR Maesa.

Herling yang mewakili Partai Nasional Indonesia telah menjabat Menteri PU berkali-kali; seperti di Kabinet Sjahrir II diman Healing dipercaya sebagai Menteri Muda Pekerjaan Umum. Lalu di Kabinet Sjahrir III sebagai Wakil Menteri Pekerjaan Umum. Sedangkan di Kabinet Amir Syarifuddin I, Herling diamanahi jabatan sebagai Menteri Muda Pekerjaan Umum dan kemudian sebagai Menteri Pekerjaan Umum menggantikan Mohammad Enoch yang mengundurkan diri.

Pada jilid berikutnya, di Kabinet Amir Syarifuddin II, Herling diamanahi sebagai Menteri Pekerjaan Umum. Lanjut sampai saat pergantian kabinet menjadi
Kabinet Hatta I, Herling tetap dipercaya sebagai Menteri Pekerjaan Umum menggantikan Ir. Djuanda. Di
Kabinet Hatta II, Herling kembali ditunjuk sebagai Menteri Perhubungan dan Menteri Pekerjaan Umum. Sementara di Kabinet RIS, Herling dipercaya sebagai Menteri Perhubungan, Tenaga dan Pekerjaan Umum.

Perubahan jaman adalah bagian dari keniscayaan evolusi semesta yang terus berjalan. Demikian pula konsep keinsinyuran dalam berbagai bidang, termasuk di ranah public works. Pemanfaatan AI dalam ranah Smart Road (seperti Road Damage Detection), Smart Irrigation, dan Smart Natural Disaster Management bukanlah terobosan yang hadir tiba-tiba, melainkan kelanjutan dari budaya inovasi panjang di Kementerian Pekerjaan Umum, sebuah lembaga dengan sejarah yang mengakar dalam tradisi keinsinyuran dan dedikasi melayani masyarakat.

Sebagai contoh, inovasi pendeteksian kerusakan jalan berbasis AI (seperti YOLO-based Road Damage Detection) yang dikembangkan di Direktorat Bintek Jalan dan Jembatan Bina Marga misalnya, diharapkan akan dapat mengurangi faktor kesalahan manusia serta menyusutkan waktu identifikasi kerusakan yang mengefisienkan fungsi perawatan dan pemeliharaan infrastruktur (dalam hal ini jalan dan jembatan) (Handayani & Widodo, 2019). Hasil pemindaian otomatis yang akurat memungkinkan perbaikan jalan secara real-time, meningkatkan keamanan dan kenyamanan berkendara (Chen & Wang, 2021).

Sementara di aspek tata kelola dan rekayasa sumber daya air untuk irigasi lahan tanaman pangan, optimasi utilisasi sensor IoT dan algoritma AI dapat memantau kondisi lahan, cuaca, dan ketersediaan air secara real-time, sehingga penyaluran air irigasi bisa dilakukan secara presisi, melalui sistem otomasi dan perancangan infrastrukur presisi yang telah mengakomodir semua faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas kinerja strukturnya.

Penerapan Smart Irrigation tidak hanya dapat meningkatkan produktivitas pertanian, tetapi juga mengefisienkan penggunaan sumber daya air yang kian terbatas (FAO, 2019). Teknologi AI dan big data analytics juga dapat digunakan untuk memprediksi bencana alam (banjir, longsor, gempa) berdasarkan pola histori dan sensor geofisika. Sistem early warning yang lebih canggih membantu meminimalkan korban jiwa dan kerugian akibat bencana (UNDRR, 2020).

Konsep smart building atau bangunan cerdas dengan memanfaatkan sensor dan AI dapat mengoptimalkan penggunaan energi, mengontrol kualitas udara, serta meminimalisir risiko kebakaran (Zhou et al., 2018). Pengelolaan sumber daya air berbasis AI juga terbukti dapat (misalnya untuk pemantauan debit sungai dan danau) membantu menekan risiko banjir dan kelangkaan air (Situs Kementerian PUPR, 2023).

Dari beberapa uraian tersebut, terlihat jelas bahwa smart infrastructure menjadi jawaban atas tuntutan zaman modern, ketika pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan perubahan iklim menekan kapasitas infrastruktur konvensional. Teknologi dapat membantu mewujudkan infrastruktur publik yang tangguh, berkelanjutan, dan berorientasi pada pelayanan masyarakat luas adalah semangat dasar yang terus bertransformasi sejak zaman Openbare Werken hingga kini.

Transformasi infrastruktur publik dengan penerapan teknologi AI, termasuk di dalamnya Smart Road, Smart Irrigation System, Smart Natural Disaster Management and Mitigation, serta Smart Building, Environment, and Water Resources, dapat membawa angin segar bagi peradaban kita. Teknologi ini tak hanya mempermudah kerja di lapangan, tetapi juga mengubah paradigma kita dalam mengelola dan membangun infrastruktur yang berkelanjutan.

Karena pemantik ide ini adalah Mas Yudha, Kangmas saya yang sebentar lagi akan purna tugas sebagai Direktur Bina Teknik Jalan dan Jembatan Ditjen Bina Marga, maka saya akan mencoba mengelaborasi berbagai inovasi berbasis AI di bidang beliau ya; jalan dan jejembata Perkembangan kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence/AI) dalam bidang infrastruktur menghadirkan solusi inovatif untuk mengatasi berbagai tantangan, termasuk deteksi kerusakan pada jalan.

Mengingat luasnya jaringan jalan di Indonesia, metode konvensional yang mengandalkan inspeksi manual sering kali memakan waktu lama, berbiaya tinggi, dan rentan terhadap kesalahan manusia (human error). Oleh karena itu, penerapan AI, terutama melalui teknik computer vision dan deep learning menjadi kian relevan untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi.

Pada kesempatan kali ini saya akan mencoba until mengembangkan uraian yang telah ada terkait Road Damage Detection (RDD) berbasis AI dengan menambahkan landasan teoritis, pemilihan model AI, serta potensi pengembangan pada sektor pekerjaan umum lainnya. Diharapkan kajian ini dapat menjadi referensi praktis sekaligus teoretis bagi pihak yang ingin mengadopsi atau mengembangkan solusi serupa.

Computer Vision berfokus pada bagaimana komputer “melihat” dan memahami# obyek dalam gambar atau video. Penerapan computer vision pada industri konstruksi dan infrastruktur sangat luas, mulai dari pemantauan kondisi jalan hingga pemindaian struktur bangunan (Szeliski, 2010). Sedangkan Deep learning adalah cabang pembelajaran mesin (machine learning) yang menggunakan arsitektur jaringan saraf tiruan (neural networks) bertumpuk (deep neural networks). Dengan memanfaatkan proses “belajar” fitur secara otomatis dari data, deep learning telah terbukti efektif untuk tugas-tugas seperti klasifikasi, segmentasi, dan deteksi objek (LeCun et al., 2015).

Dalam konteks pendeteksian kerusakan jalan, objek yang dicari adalah retakan, lubang, dan bentuk kerusakan lainnya. Berbeda dengan image classification yang hanya mengklasifikasi satu gambar utuh, object detection juga memprediksi posisi objek tersebut dalam bentuk bounding box (Zou et al., 2019). Data berupa foto atau video dari permukaan jalan dikumpulkan menggunakan perangkat kamera, drone/UAV, atau kendaraan yang dilengkapi sensor. Keanekaragaman data (seperti berbagai kondisi pencahayaan, sudut pengambilan gambar, dan jenis permukaan jalan) meningkatkan ketangguhan model dalam mengenali kerusakan.

Proses preprocessing dilakukan secara bertahap dimulai dengan normalisasi yang mengubah rentang piksel agar seragam. Diikuti oleh proses cropping yang menghilangkan bagian-bagian gambar yang tidak relevan, misalnya tepi foto berlebihan. Selanjutnya diikuti oleh proses augmentasi data, di mana pada beberapa kasus, dilakukan augmentasi seperti flip, rotasi, atau penambahan noise untuk memperkaya variasi dan mencegah overfittingn(Shorten & Khoshgoftaar, 2019).

Indikator kerusakan jalan yang dapat menjadi acuan dalam proses identifikasi oleh model AI, antara lain adalah; Retak (Cracks) yang dapat berupa retak memanjang, retak melingkar, hingga retakan kulit buaya (alligator cracks). Lalu Lubang (Potholes) atau area cekung yang muncul akibat degradasi aspal. kemudian Distorsi Permukaan (Rutting/Depresi) di mana roda kendaraan yang sering melintas menciptakan jalur cekung.

Pemilihan indikator kerusakan biasanya mengacu pada metode standar seperti Pavement Condition Indexb(PCI), sehingga hasil deteksi bisa diintegrasikan dengan penilaian PCI untuk keperluan planning dan programming pemeliharaan jalan.

Model AI yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi dan kualitas jalan antara lain adalah You Only Look Once (YOLO). YOLO (You Only Look Once) merupakan salah satu pendekatan populer dalam object detection. Kelebihannya adalah kecepatan dan efisiensi komputasi. YOLO menganggap deteksi sebagai regresi tunggal langsung, yakni satu jaringan saraf konvolusi (Convolutional Neural Network/CNN) memprediksi bounding box dan kelas objek secara bersamaan (Redmon & Farhadi, 2017). Kelebihan YOLO adalah proses deteksinya real-time (fps tinggi), dan arsitektur modelnya relatif ringkas, hingga cocok untuk penerapan di perangkat dengan sumber daya terbatas (edge devices). Kekurangan dari YOLO antara lain,akurasi bisa menurun untuk objek kecil atau jika latar belakang kompleks. Perlu penyesuaian (fine-tuning) parameter agar optimal pada domain spesifik (kerusakan jalan).

Pendekatan model AI lainnya adalah Faster R-CNN dan RetinaNet. Meskipun YOLO memiliki kecepatan deteksi tinggi, beberapa pendekatan lain seperti Faster R-CNN (Ren et al., 2015) yang menggunakan Region Proposal Network (RPN) untuk menemukan area potensial objek, dapat dikembangkan untuk model evaluasi jalan yang lebih presisi. Meski akurasi FR-CNN tinggi, tetapi biasanya memiliki throughput yang lebih rendah dibandingkan YOLO.

Sedangkan RetinaNet (Lin et al., 2017), menerapkan focal loss untuk mengatasi ketidakseimbangan kelas (class imbalance). Cocok untuk mendeteksi kerusakan jalan yang mungkin memiliki kelas “minoritas” (misalnya, retakan tertentu yang jarang muncul).

Dapat dilakukan pula Strategic Fine-Tuning yang memanfaatkan bobot awal (pretrained weights) dari dataset umum, seperti COCO atau ImageNet, lalu melakukan penyesuaian pada final layers untuk mendeteksi retakan atau lubang. Mengganti ukuran input layer sesuai resolusi gambar jalan. Menyesuaikan jumlah anchors atau prior boxes_ untuk mendeteksi objek yang lebih kecil (retakan halus).

Setiap inovasi teknologi tentu membutuhkan proses validasi yang matang sebelum benar-benar dilepas ke dunia nyata. Bayangkan sebuah tim IT di Subdirektorat Data dan Pengembangan Sistem Informasi Jalan dan Jembatan sedang berkutat dengan ratusan ribu gambar jalan yang diambil dari berbagai sudut Indonesia. Mereka lalu menerapkan mean Average Precision (mAP) untuk memastikan bahwa model pendeteksi retakan dan lubang ini bekerja dengan benar.

Selain itu, ada pula tantangan konsistensi dan robustness. Kerusakan jalan di daerah perkotaan dengan permukaan aspal halus, tentu berbeda dengan kerusakan di jalan pedesaan atau pegunungan. Perbedaan cuaca dari hujan lebat hingga terik mataharidan variasi pencahayaan juga turut memengaruhi kemampuan model dalam mendeteksi kerusakan. Maka, tim pengembang harus menguji model di berbagai skenario, memastikan model tetap bandel dan akurat kapan pun dan di mana pun.

Setelah yakin model dapat mengenali kerusakan jalan di berbagai kondisi, giliran proses fine-tuning yang menjadi sorotan. Ibarat seorang pemusik yang menyetem ulang gitar agar nada terdengar sempurna, para programer AI perlu menyesuaikan learning rate, batch size, dan momentum jaringan syaraf tiruan agar kinerja model semakin konvergen.

Tak hanya itu, ada pula data augmentation. Dengan teknik ini, tim pengembang dapat menggandakan variasi data tanpa perlu benar-benar turun ke lapangan untuk mengumpulkan foto baru. Misalnya, gambar jalan dirotasi, dicerminkan (flip), atau ditambahkan sedikit noise, sehingga model belajar dari beragam pola retakan. Hasilnya? Model menjadi lebih “pintar” dan punya kemampuan generalization yang lebih kuat di dunia nyata.

Setelah model siap, pertanyaan berikutnya adalah: di mana model ini “ditempatkan”? Terdapat beberapa pilihan platform, masing-masing dengan keunggulan tersendiri. Sistem berbasis cloud menawarkan skalabilitas tinggi dan kemudahan integrasi dengan data center. Jika suatu hari jumlah data meningkat secara drastis, tim AI cukup menambah kapasitas komputasi di cloud.

Bayangkan jika tim Mas Yudha memasang kamera dan mini komputer (misalnya, NVIDIA Jetson) di kendaraan patroli jalan. Dengan perangkat ringkas semacam ini, deteksi kerusakan bisa dilakukan secara real-time tanpa harus mengirim data berukuran besar ke server pusat. Konsep ini akan ditindaklanjuti juga dengan penerapan konsep server on-premise. Beberapa instansi mungkin memprioritaskan privasi data dan low latency. Dalam hal ini, server lokal menjadi pilihan terbaik, terutama bila jaringan internet tidak selalu stabil di lokasi terpencil.

Model AI yang sudah canggih pun tidak akan berguna jika tidak diintegrasikan ke sistem operasional sehari-hari. Oleh karena itu, langkah berikutnya adalah perlu proses lengembangan API model deteksi yang dijadikan endpoint untuk menerima gambar dan mengembalikan hasil deteksi. Bayangkan petugas lapangan atau UGV (unmanned ground vehicle) memotret jalan berlubang, lalu API memproses gambar tersebut dan langsung memberikan output berupa prakiraan tingkat kerusakannya. Tim pengambil keputusan membutuhkan data dalam bentuk visual dan praktis dari dashboard yang menampilkan peta digital, laporan kerusakan, dan lokasi GPS untuk memudahkan proses pemeliharaan. Hingga begitu sistem mendeteksi kerusakan, notifikasi otomatis dapat dikirim ke tim pemeliharaan jalan setempat. Kecepatan respon pun bisa meningkat drastis.

Inovasi berbasis teknologi AI di atas hanyalah salah satu bagian kecil dari pemanfaatan AI di bidang pekerjaan umum, karena pada hakikatnya AI dapat pula mengoptimasi proses perencanaan konstruksi agar fit dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan pengguna, dapat membantu perhitungan investasi dan sustainability dari konstruksi infrastruktur, sampai prediksi usia konstruksi, keselamatan infrastruktur, dan nilai ekonomi serta multiplier effect dari proses pembangunan infrastruktur.

Maka besar harapan, dengan optimasi pemanfaatan teknologi seperti AI, Kementerian PU di masa depan akan dapat menjadi semakin efektif dalam memfasilitasi berbagai kebutuhan dasar infrastruktur publik yang punya peran sangat signifikan dalam upaya mengoptimasi kesejahteraan dan kemakmuran bangsa tercinta. 🙏🏾🙏🏾🇲🇨

Kamu suka? Yuk bagikan tulisan ini.

Similar Posts