SUKUN
Beberapa hari lalu saat berjalan kaki dari arah KPAD Gegerkalong menuju Setrasari mall, tepat di belokan jalan Sukahaji, saya hampir saja tertimpa sebuah buah Sukun masak yang jatuh dari pohon. Buah Sukun itu jatuh sekitar 1 meter di depan saya, dan langsung ambyar di aspal saking matangnya. Dari tubuhnya yang terburai dan perlaya di pinggir jalan raya itu, saya terpesona melihat daging semoknya yang kuning berkilau dan mempesona.
Bersamaan dengan itu memori perseptual saya mulai membayangkan hidangan Sukun rebus yang pernah saya nikmati di sebuah pantai di salah satu kepulauan tereksotis Indonesia. Hanya ditemani gula aren cair dan parutan kelapa, Sukun sore itu ingatannya membekas sampai puluhan tahun.
Saya yang masih penasaran dengan sukun jatuh itu, berjalan mendekati dengan maksud ingin lebih mencermati. Walhasil sekali lagi memori saya tertonjok realita, aroma buah ini sungguh menggoda. Bau yang agak mirip nangka karena sama-sama keluarga Artocarpus, tepatnya kalau Sukun Artocarpus altilis, kalau Nangka Artocarpus heterophyllus, tapi jauh lebih lembut, subtil, dan ada sensasi seperti menyentuh awan yang menggantung di langit pagi, dan yang pasti mewartakan rasa gurih yang mendadak membuat lambung saya yang belum terisi sejak semalam terasa perih.
Tak hanya lambung yang terasa perih, tapi juga mata. Karena Sukun ambyar ini juga membuka kenangan akan Uda Donny, tepatnya Letnan Jenderal Purnawirawan Donny Monardo, mantan Danjen Kopassus, Pangdam Pattimura dan Siliwangi, Sekjen Wantannas, serta Kepala BNPB yang legendaris. Tokoh yang satu ini adalah tentara yang amat cinta lingkungan. Moto beliau yang sangat terkenal di program Citarum Harum adalah: Kita Jaga Alam~Alam Jaga Kita.
Torehan prestasinya luar biasa, saat menjadi komandan Brigade Infantri Kostrad di Kariango Sulawesi Selatan banyak lahan telah beliau hijaukan, saat menjabat Pangdam Pattimura beliau memperkenalkan konsep emas hijau, biru, dan putih. Emas hijau terasosiasi dengan program penanaman tanaman produktif untuk kebestarian lingkungan, ketahanan pangan, dan ekonomi keluarga; emas biru untuk budidaya sumber daya perikanan di Teluk Ambon secara berkesinambungan, sedangkan emas putih adalah kerukunan sosial yang dapat tercapai jika masyarakat sejahtera dan punya tingkat kepedulian antara sesama yang tinggi. Sejalan dengan prinsip hidup orang Sunda: silih asih, asah, dan asuh. Kalau di Maluku konsep ini dikenal sebagai Sasi dan Siwalima. Bersama melestarikan dan menjaga lingkungan, dalam semangat persatuan, kemanusiaan, keadilan sosial, dan cinta damai.
Di akhir hayatnya, Uda Donny yang diamanahi menjadi Komisaris Utama Mind.id, menggulirkan program CSR MIND.id yang merupakan perusahaan holding pengusahaan mineral dan batubara, dalam bentuk penanaman massal Sukun.
Karena Uda Donny meyakini manfaat tanaman endemik Polinesia yang terletak di lautan Teduh yang beriklim tropis ini, amat beragam dan punya nilai strategis dalam konteks ketahanan pangan, kesehatan (diversifikasi sumber asupan karbohidrat rendah gula atau berindeks glikemik rendah), serta dapat menjadi vegetasi penjaga fungsi ekosistem yang sangat baik; mencegah erosi, abrasi, juga dapat menghasilkan oksigen berkonsentrasi tinggi. Sukun juga tahan banting dan dapat hidup di berbagai elevasi dan model ekosistem tropis, seperti di kawasan pesisir pantai, sampai di pegunungan berelevasi sekitar 1500 mdpl.
Pohon Sukun termasuk dalam keluarga Moraceae, yang juga menaungi genera lain seperti Ficus (ara) dan Artocarpus (nangka, cempedak). Secara taksonomi, sukun memiliki hierarki sebagai berikut:
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Rosales
Famili: Moraceae
Genus: Artocarpus
Spesies: Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg
(Zerega, 2004; Simpson, 2010).
Setelah saya mencermati Sukun ambyar di pinggir jalan Sukahaji itu, maka saya mencoba mengamati pula pohonnya, saya menemukan sebatang pohon sukun berusia puluhan tahun. Tingginya mungkin telah mencapai sekitar 25 meter, dengan batang besar lurus berdiameter sekitar 150 cm. Beberapa akar banir/tunjang menjalar rendah, sebagian menyembul di pinggir aspal jalan, memberikan kesan kokoh sekaligus eksotis. Tajuknya menyebar selebar lima meter, membentuk kanopi lapang yang meneduhkan sekitarnya.
Daunnya besar, panjangnya dapat mencapai 60 cm, dengan lebar sekitar 45 cm. Bentuknya oval memanjang, tepi daun bercangap menyirip, dan ujungnya meruncing. Saya mengambil selembar yang berukuran lebar dan telah jatuh serta mengering, untuk kipas di saat panas. Permukaan atas daun di pohon berwarna hijau tua mengilap, sedangkan permukaan bawahnya sedikit berbulu dan kasar (Tjitrosoepomo, 2005).
Pohon sukun bersifat berumah satu (monoecious). Bunga jantan berbentuk bulir memanjang yang menggantung, sedangkan bunga betina membentuk struktur bulat agak silindris. Pembuahan umumnya terjadi secara partenokarpi, sehingga buah yang dihasilkan tidak berbiji.
Dari catatan para peneliti terdahulu, diketahui bahwa sukun berasal dari wilayah Melanesia, Mikronesia, dan Polinesia (Ragone, 1997). Namun, kini populasinya tersebar luas di berbagai daerah tropis, termasuk Indonesia, Malaysia, India, Sri Lanka, hingga Afrika.
Pohon Sukun tumbuh optimal di dataran rendah kawasan tropis di bawah ketinggian 600 mdpl, namun mampu bertahan hingga 1500 mdpl. Suhu yang disukainya berkisar antara 20–30°C, bahkan bisa beradaptasi hingga 40°C. Curah hujan 2000–3000 mm per tahun menjadi kebutuhan utamanya. Meskipun menyukai tanah subur kaya bahan organik, sukun dapat tumbuh di tanah aluvial, berkapur, hingga tanah berawa (Zerega, 2004).
Akar pohon sukun yang lebar dan kuat berperan penting dalam membantu mengikat tanah, sehingga meminimalkan risiko longsor di daerah perbukitan. Sistem perakaran sukun mampu menyerap air dalam jumlah besar, menahan limpasan air permukaan, dan menyimpan cadangan air untuk musim kering.
Sedangkan kanopi pohon Sukun yang cukup lapang memberikan habitat bagi burung, kelelawar penyerbuk, dan serangga yang ikut berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem.
Buahnya merupakan buah majemuk dengan diameter bervariasi antara 10 hingga 30 cm. Kulitnya hijau kekuningan, memiliki pola segi empat atau segi enam. Daging buahnya berwarna putih kekuningan dan kaya akan karbohidrat. Hasil penelitian kandungan nutrisi buah Sukun menunjukkan bahwa per 100 gram buah mengandung antara lain,
Energi: 103 kkal
Karbohidrat:” 27 g
Protein: 1,1 g
Serat Pangan: 4,9 g (variabel tergantung varietas)
Kalium (K): 490 mg
Vitamin C: 29 mg (setara 48% kebutuhan harian)
(Ragone, 1997).
Kandungan karbohidrat Sukun yang tinggi menjadikan sukun dapat menjadi alternatif makanan pengganti nasi atau umbi-umbian, sejalan dengan program diversifikasi pangan dan asupan pati berglikemik indeks rendah yang sehat.
Kandungan ion Kalium nya yang tinggi juga dapat membantu menyeimbangkan cairan tubuh dan menurunkan risiko hipertensi. Sementara kandungan Vitamin C esensial yang cukup tinggi di buah Sukun dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Demikian pula kandungan serat pangan buah Sukun, dapat membantu memperpanjang rasa kenyang serta mendukung fungsi pencernaan serta dapat memodulasi profil lemak darah melalui interaksinya dengan garam empedu.
Daging buah sukun dapat dipanggang, dikukus, digoreng, atau diolah menjadi berbagai jenis kue dan penganan tradisional. Tepung sukun yang dihasilkan melalui proses pengeringan dan penepungan, telah dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif yang bebas gluten.
Kayu sukun memiliki tekstur ringan namun cukup kuat. Sering dimanfaatkan untuk peralatan rumah tangga dan bahkan konstruksi ringan. Kulit batangnya juga dapat diolah menjadi serat pakaian, sebuah praktik tradisional yang masih dipertahankan di beberapa wilayah Polinesia. Daun sukun sering dijadikan pakan ternak. Sementara itu, getahnya dimanfaatkan secara tradisional untuk memperbaiki jala dan perahu nelayan.
Secara umum, sukun dapat dibudidaya dengan mudah dan diperbanyak melalui tunas akar, tunas batang, atau cangkok/okulasi. Di Indonesia, musim berbunga sukun umumnya terjadi pada bulan Agustus, disusul musim berbuah sekitar bulan September. Di beberapa daerah, pohon sukun bahkan dapat berbuah dua kali dalam setahun, yakni pada Januari–Februari dan Juli–Agustus. Keberagaman jadwal panen ini menjadikan sukun sumber pangan yang stabil sepanjang tahun (Zerega, 2004).
Setelah puas mengamati pohon Sukun dan buah Sukun ambyar di ujung jalan Sukahaji itu, sayapun bergegas melanjutkan perjalanan, karena teringat adanya janji temu yang harus saya penuhi. Tetapi sepanjang jalan menuju lokasi temu itu, pikiran saya tak lepas dari mencari-cari dan membongkar ingatan, dimanakah kiranya gerangan saya bisa mendapatkan Sukun di tukang gorengan?
Bahan Bacaan Persukunan
1. Ragone, D. (1997). Breadfruit: Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg. Promoting the conservation and use of underutilized and neglected crops. 10. IPGRI.
2. Simpson, M. G. (2010). Plant Systematics (2nd ed.). Academic Press.
3. Tjitrosoepomo, G. (2005). Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.
4. Zerega, N. J. C. (2004). Cultivation and domestication of breadfruit (Artocarpus, Moraceae): Genetic characterization using microsatellites and AFLPs. Genetic Resources and Crop Evolution, 51(6), 589–604.