
Di kantor NXG Institute saya berjumpa dengan seorang mahasiswa magang dari Universitas Muhammadiyah Karanganyar yang bernama Mas Alfu Rahmat. Jebolan pesantren Hidayatullah Solo Baru ini orangnya teramat santun dan pribadinya sedemikian menyenangkan. Beliau banyak membantu saya dalam memproduksi beberapa kegiatan edukasi, termasuk materi untuk Ramadhan dan live stream saat Zoom meeting suatu acara yang sangat penting.
Terus terang Mas Alfu membuat saya agak terkejut pada saat beliau memberitahu bahwa ia mengendarai motor Honda Supra modifnya untuk pergi pulang Karanganyar – Bandung. Kaget sekaligus tertarik sih sebenarnya, karena jalur selatan Jawa yang dikenal sebagai pansela, jalur pantai selatan, paras cantiknya telah banyak diunggah oleh para influencer perjalanan di sosial media.
Terlebih saya tahu beberapa spot kuliner sedap di sepanjang perjalanan itu, mulai dari wilayah Tasik-Cikoneng, Ciamis-Cigembor, Banjar Patroman-Majingklak, sampai aneka penganan dengan citarasa tak terlupakan di sepanjang jalur Kebumen sampai Kulon Progo.
Saya jadi ngiler pengen mbonceng sih sebenernya, apalagi terbayang masakan belut cabe ijo yang dijajakan di sekitar Sidareja-Gandrungmangu. Tak hanya itu saja di jalur selatan ini juga banyak situs geologi yang merupakan media belajar ilmu kebumian yang sangat baik, Karangsambung tentu saja salah satunya.
Situs Karangsambung, yang kini menjadi Geopark Karangsambung-Karangbolong, adalah kawasan geologi yang menyimpan rekaman jejak-jejak proses paleosubduksi berupa tumbukan lempeng samudra dan benua hingga terangkatlah dasar samudra menjadi daratan dengan formasi Melange, maka situs ini menjadi tempat pembelajaran ilmu kebumian yang unik sekali.
Di kawasan ini terdapat berbagai jenis batuan, termasuk batuan beku (basal, granit, gabro, andesit, diaba, dan dasit), batuan sedimen (rijang, konglomerat, batu pasir, gamping merah, dan kalkarenit), serta batuan metamorf (kuarsit, serpenit, sekis mika, filit, karmer, dan gnels).
Karangsambung merupakan saksi bisu dari proses pembentukan Pulau Jawa, yang dimulai dari dasar laut dan pertemuan lempeng benua dan samudra. Proses subduksi (pergerakan lempeng bumi) selama ratusan juta tahun menyebabkan batuan purba di dasar laut terangkat ke permukaan. Singkapan batuan di Karangsambung memberikan gambaran evolusi lempeng tektonik dan proses geologi yang terjadi di wilayah tersebut.
Di Karangsambung terdapat batuan metamorf derajat rendah yang dikenal sebagai filit, yang terbentuk pada suhu sekitar 150 derajat Celcius. mengandung mineral mika, yang dikenal sebagai Batuan Sekis Mika dan dianggap sebagai “tanah dasar Pulau Jawa”.
Kawasan yang kini menjadi geopark ini menyimpan kisah tentang batuan tertua di Jawa, dasar samudera yang terangkat, dan tumbukan purba lempeng Samudera Hindia-Australia dengan lempeng benua Eurasia pada zaman Kapur sekitar 119 juta tahun lalu, serta pembentukan karst Gombong Selatan.
> Zaman Kapur, atau Periode Kapur (Cretaceous Period), merupakan salah satu dari tiga periode dalam era Mesozoikum, yang berlangsung antara sekitar 145 juta hingga 66 juta tahun yang lalu. Zaman ini adalah periode terpanjang dari era Mesozoikum, yang dimulai setelah Periode Jura dan berakhir dengan salah satu peristiwa kepunahan massal terbesar dalam sejarah Bumi. Nama “Kapur” diambil dari istilah Latin creta, yang berarti kapur, merujuk pada endapan batu kapur yang ditemukan di banyak wilayah, terutama di Eropa. (_Wikipedia_)
Sejujurnya saya suka sekali menjelajahi pulau Jawa di sisi mana saja; selatan, tengah, juga utara. Pas benar kemarin saya sambil menunggu kegiatan berbuka puasa yang dilanjutkan taraweh di masjid Baitul Mukmin Jl. Purwokerto no 1 Antapani, sempat berbincang serius dengan seorang antropolog muda jebolan Unpad yang tengah menunggui kedai kopinya di Balubur Town Square. Namanya Zahir, dan ia berwawasan luas, bijak, dan pandai menempatkan diri dalam berbincang dengan orang yang lebih tua. Suatu skill yang jarang dijumpai di era masa kini.
Perbincangan dengan Zahir diawali dengan perkenalan dan sebagaimana jamaknya manusia, saling bertanya tentang asal-usul. Walhasil kami berbincang tentang migrasi Homo sapiens dalam peristiwa out of Africa, daerah aliran sungai Molengraff yang menjadi laut Jawa, sampai Aki Tirem, Ratu Shima, Sanjaya, Pramodhawardhani, Mpu Sindok, dan Airlangga serta konfliknya dengan kerajaan Wora Wari yang terletak di Ngloram dan rekam jejak tsunami purba di selatan Jawa.
Intinya dalam kisah yang kami bahas kemarin sore itu kami mencoba memetakan pola migrasi, sirkulasi kekuasaan, dan genealogi orang Jawa, Sunda, serta Sumatera yang juga terdeteksi beririsan dengan pola migrasi orang-orang dari Asia Selatan. Dimana semua memang dapat terjadi karena keberadaan wilayah yang dahulunya dikenal sebagai Paparan Sunda. Di mana kawasan laut Jawa adalah bagiannya.
Luas permukaan Laut Jawa menempati wilayah Indonesia sekitar 7%. Di dalam Laut Jawa terdapat lembah-lembah sungai yang kemudian tergenang oleh air laut. Lembah-lembah bawah laut ini terbentuk akibat penenggelaman daratan. (Suwito dan Susanti, 2017) Maka tak heran dasar laut Jawa itu terdiri dari lapisan aluvial, karena sampai di era akhir Holosen masih berupa dataran subur. Bahkan mungkin merupakan pusat peradaban agraris yang kini terbenam, mengingat beberapa artefak dan situs megalitik banyak ditemukan di daerah pegunungan Jawa yang mungkin saja di masa terdahulu adalah daerah pinggiran dengan elevasi tinggi pada masanya.
Sekitar 2,5 juta tahun yang lalu, Bumi mengalami zaman es. Pada periode ini, wilayah yang ditempati oleh laut Jawa masih berupa daratan yang menjadi bagian dari daratan Asia dan disebut Paparan Sunda. Wilayah Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Bali masih menyatu. Laut Jawa terbentuk sekitar 12 ribu tahun yang lalu. Wilayah Asia Tenggara sebelum itu masih berupa paparan luas yang terhubung dengan benua Asia.
Pada akhir Zaman Es yang berkisar antara 20 ribu hingga 10 ribu tahun yang lalu, Bumi mengalami peningkatan suhu rata-rata sehingga terjadi kenaikan permukaan laut. Paparan Sunda kemudian mulai tertutupi oleh lautan. Salah satu laut yang terbentuk ialah Laut Jawa. Terbentuknya Laut Jawa karena tergenangnya dataran rendah oleh air laut, sehingga Laut Jawa termasuk jenis laut transgresi. Setelah berakhirnya Zaman Es, Laut Jawa telah memisahkan Pulau Jawa dan Pulau Bali dengan bagian selatan dari Kalimantan.
Dari hasil belajar di Museum Geologi Bandung yang berlokasi di dekat Gedung Sate, saya sedikit paham bahwa dinamika rupa muka bumi bukan sebatas 2,5 juta tahun saja, melainkan jauh lebih tua dari itu, bahkan di museum yang super keren itu saya sempat mencatat time line pembentukan alam semesta, termasuk di dalamnya bumi, tata surya, sampai galaksi yang menjadi bagian terintegrasi dari sistem kesemestaan.
Dari data di Museum Geologi Bandung yang saya catat, saya jadi tahu bahwa alam semesta kita bermula sekitar 13,8 miliar tahun lalu dalam peristiwa Big Bang, di mana seluruh ruang, waktu, dan materi tercipta dari singularitas yang panas dan padat.
Pada fase awal (10⁻³⁶ hingga 10⁻³² detik), inflasi kosmik menyebabkan ekspansi eksponensial yang menghaluskan ketidakseragaman struktur. Setelah pendinginan bertahap, kuark dan gluon membentuk proton dan neutron, lalu nukleosintesis Big Bang menghasilkan hidrogen, helium, dan sedikit lithium dalam 20 menit pertama.
Pada 380.000 tahun setelah Big Bang, suhu turun hingga 3.000 K, memungkinkan elektron dan proton bergabung membentuk atom netral (rekombinasi). Fase ini mengakhiri “zaman kegelapan” (cosmic dark ages), di mana semesta diselimuti kabut gas hidrogen tanpa sumber cahaya.
Setelah rekombinasi, fluktuasi kuantum pada masa inflasi berkembang menjadi variasi kepadatan materi gelap (dark matter), yang gravitasinya menarik materi baryonik (gas hidrogen-helium). Simulasi Lambda-Cold Dark Matter (ΛCDM) menunjukkan bahwa halo materi gelap dengan massa ~10⁶–10⁸ M☉ (massa matahari) mulai terbentuk sekitar 100 juta tahun setelah Big Bang.
Di dalamnya, gas terkondensasi hingga memicu pembentukan bintang-bintang Populasi III; bintang masif (hingga 300 M☉) yang terdiri hanya dari hidrogen dan helium. Cahaya ultraviolet dari bintang-bintang ini mengionisasi gas di sekitarnya (reionisasi), mengakhiri zaman kegelapan sekitar 1 miliar tahun pasca- Big Bang.
Sementara data dari teleskop James Webb (JWST) mengungkap galaksi awal seperti GLASS-z13 (z ≈ 13,4; terbentuk 300 juta tahun setelah Big Bang) dan JADES-GS-z14-0 (z ≈ 14,3; 290 juta tahun pasca-Big Bang). Galaksi ini memiliki laju pembentukan bintang 10–20 kali lebih tinggi dari Bima Sakti modern, menunjukkan dinamika pembentukan yang intens.
Gas yang terionisasi dan angin bintang dari supernova Populasi III menyebarkan elemen berat (logam) ke medium antar bintang, memicu pembentukan bintang Populasi II yang lebih “kaya metal”. Halo materi gelap terus bertumbuh melalui hierarki merger, membentuk struktur filamen kosmik dan void. Galaksi spiral seperti Bima Sakti diperkirakan terbentuk melalui akresi gas yang berputar (preservasi momentum sudut), sementara galaksi elips terbentuk dari tabrakan galaksi yang menghancurkan struktur cakram.
Data spektroskopi dari Teleskop Hubble menunjukkan bahwa galaksi elips masif telah ada sejak z ≈ 2 (10 miliar tahun lalu), sementara galaksi spiral mendominasi era kosmik lebih muda. Simulasi IllustrisTNG mengonfirmasi bahwa medan magnet, umpan balik supernova, dan aktivitas inti galaksi (AGN) berperan dalam mengatur pertumbuhan galaksi.
Bima Sakti atau Milky Way, rumah kosmik kita, diprakirakan berusia 13,6 miliar tahun. Inti galaksi (bulge) terbentuk pertama kali melalui merger galaksi kerdil, diikuti oleh akresi gas yang membentuk cakram tipis dan tebal. Bukti dari satelit Gaia mengungkapkan riwayat merger dengan galaksi Gaia-Enceladus (~10 miliar tahun lalu) dan kanibalisasi Sagittarius Dwarf. Lubang hitam supermasif Sagittarius A (4,3 juta M☉) di pusat galaksi mungkin terbentuk dari akresi materi dan merger lubang hitam purba.
Ada data unik yang pernah saya dapatkan tentang masa depan galaksi kita, diprakirakan dari perhitungan trajektori berbagai objek langit beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya, dalam 4,5 miliar tahun, Bima Sakti akan bertabrakan dengan Andromeda (M31), membentuk galaksi elips “Milkdromeda”. Sementara itu, JWST dan teleskop masa depan seperti Nancy Grace Roman akan mengeksplorasi era reionisasi (z ≈ 6–15) untuk mengungkap mekanisme pembentukan galaksi pertama. Pertanyaan-pertanyaan tentang peran neutrino bermassa, sifat materi gelap/dark matter, dan asimetri baryonik masih menjadi teka-teki utama sampai saat ini, karena memang banyak hal di luar sana yang kita belum memiliki metoda untuk mengobservasinya secara efektif.
Hasil belajar di Museum Geologi Bandung yang asyik pisan peraga dan informasi yang ada di dalamnya, pada gilirannya membawa saya sampai ke fase pembentukan bumi. Dimana Bumi bermula dari awan molekuler raksasa yang runtuh akibat gangguan gravitasi (mungkin dari supernova terdekat). Pusat awan membentuk Matahari muda, sementara materi di sekitarnya membentuk cakram protoplanet. Di dalam cakram ini, partikel debu dan gas saling bertumbukan, membentuk planetesimal (objek berukuran kilometer) melalui proses akresi. Planetesimal yang bertahan tumbuh menjadi protoplanet, termasuk Bumi purba.
Bumi mulai terbentuk sebagai gumpalan materi panas dari tabrakan planetesimal pads sekitar 4,54 milyar tahun lalu. Dalam waktu 10–20 juta tahun, gravitasi menarik materi besi dan silikat, memicu diferensiasi. Dimana Inti besi-nikel tenggelam ke pusat Bumi akibat densitas tinggi. Terbentuk mantel silikat atau lapisan tengah yang kaya magnesium dan besi. Sedangkan kerak primitif terbentuk sebagai lapisan terluar yang mendingin cepat.
> Pada fase ini, Bumi adalah bola magma dengan suhu permukaan mencapai 1.200°C. Atmosfer awal terdiri dari hidrogen, helium, dan uap vulkanik, tetapi hilang akibat angin Matahari muda.
Sekitar 4,5 milyar tahun lalu Sebuah protoplanet seukuran Mars bernama Theia bertabrakan dengan Bumi purba. Tabrakan ini melemparkan materi mantel Bumi dan Theia ke orbit. Materi tersebut menggumpal membentuk Bulan dalam waktu ~100 tahun, dan menghasilkan momentum sudut yang stabil pada Bumi serta mempengaruhi rotasi dan iklim. Bulan di fase awal mengorbit sangat dekat (1/10 jarak sekarang), menyebabkan pasang surut ekstrem di magma Bumi.
Pada periode 4,1 sampai dengan 3,8 milyar tahun lalu Bumi dan planet kebumian lainnya dibombardir oleh sisa-sisa planetesimal, komet, dan asteroid. Periode ini yang membawa air dan senyawa organik ke Bumi (sumber dari asteroid karbon), serta menciptakan cekungan besar (seperti Lautan Procellarum di Bulan). Proses bombardir benda langit ini juga memicu aktivitas vulkanisme masif dan pelepasan gas dari mantel.
Setelah bombardir mereda, Bumi mendingin. Uap air dari aktivitas vulkanik dan komet mengembun menjadi hujan selama jutaan tahun, membentuk lautan purba. Bukti tertuanya adalah Kristal zirkon di Australia Barat (4,4 miliar tahun) yang menunjukkan jejak air cair. Juga ada batuan sedimen di Greenland (Formasi Isua, 3,7 miliar tahun) yang merekam siklus hidrologi awal.
Atmosfer sekunderbterbentuk dari degasifikasi vulkanik (CO₂, N₂, H₂O, SO₂) dan fotosintesis awal. Kondisi ini diikuti oleh kemunculan mikroorganisme di sekitar 3,5 miliar tahun lalu di laut, dengan memanfaatkan reaksi kimia atau cahaya Matahari. Sedangkan pada fase yang dikenal sebagai Great Oxidation Event (2,4–2,0 miliar tahun lalu), bakteri fotosintetik mulai mengubah atmosfer dengan menghasilkan oksigen, hingga memicu kepunahan organisme anaerob.
Pergerakan lempeng tektonik dimulai sekitar 3 miliar tahun lalu, membentuk benua dan gunung api. Pembentukan superbenua dimulai dari Rodinia (1,1 miliar tahun lalu), Pannotia (600 juta tahun lalu), dan Pangaea (335 juta tahun lalu). Selain itu terjadi juga ledakan Kambrium pada 541 juta tahun lalu, hingga terjadi diversifikasi kehidupan kompleks akibat peningkatan oksigen dan perubahan iklim.
> Berakhirnya zaman es yang diawali 2,5-2,- juta tahun lalu pada sekitar 11.700 tahun lalulah yang sampai saat ini meninggalka warisan berupa rupa muka bumi yang kita kenal.
Bumi yang dijelajahi oleh Mas Alfu Rahmat dengan motor Honda Suprabnya, juga yang saya jalani dengan mlaku timik-timik di sepanjang jalanan kawasan Bandung Utara, bumi tempat kita semua semalam bersujud saat taraweh, dan bumi yang juga di permukaannya terjadi banjir karena luapan kali Bekasi yang dulu sudah diantisipasi dengan kanal Candrabaga dan Gomati. Bumi tempat kita dilahirkan dan sampai saat ini masih terus membersamai 🙏🏾🙏🏾
Sido melu Mas Alfu ra’ ya ?