Tauhid Nur Azhar

Pare, Beyas, Sangu

Sekitar 1 minggu sebelum memasuki bulan Ramadhan, Kak Dita, senior dan mentor saya di fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung, me-WA: “Kang mau beras? ” Tentu saja sebagai makhluk omnivora yang masih menggemari hidangan berupa nasi pulen hangat dengan aroma pandan ditemani dengan goreng Peda berminyak jelantah yang dikucuri jeruk nipis serta disuap bersama beuleum peuteuy, alias pete bakar; tawaran ini sungguh suatu hal yang teramat sulit untuk ditolak.

Kata Mbak Dita yang cantik, baik, hati, sholehah, ceria, psikolog idaman keluarga (ini semua harus saya tuliskan, karena beliau sudah kirim beras dalam jumlah sangat banyak), yang sayangnya telah keburu dipersunting oleh ksatria rupawan keturunan wangsa Rajasa yang dulu berkuasa di daerah Tumapel, Malang, Raden Windu Yuga; beras itu adalah hasil panen dari salah seorang pekerja domestik di rumahnya yang aseli Cianjur.

Walah, gawat ini. Beras Cianjur Kepala yang terkenal dengan kepulenannya (tekstur dan kelembutan serta tingkat kelengketannya), agak mirip beras ketan yang mengandung amilopektin yang lebih tinggi dibandingkan dengan beras biasa. Amilopektin adalah jenis pati yang memberikan sifat lengket pada beras saat dimasak. Plus aromanya saat di akeul atau diliwet sambil mem bubuy hayam di perapian berbahan bakar kayu jambu batu, amatlah sangat menggoda.

`Tapi darimana sebenarnya budaya pemenuhan kalori wangsa Nusantara ini yang bergantung pada Oryza sativa ?`

Beras merupakan sumber karbohidrat kompleks (80% berat kering), yang dapat menyediakan energi cepat. Kandungan proteinnya tidak terlalu tinggi (7-8%) namun kaya asam amino esensial tertentu seperti lisin.

Lisin berperan dalam proses produksi karnitin, senyawa yang membantu tubuh mengubah lemak menjadi energi. Lisin membantu meningkatkan penyerapan kalsium, yang penting untuk kesehatan tulang dan gigi. Lisin juga berperan dalam pembentukan kolagen, protein yang membentuk tulang rawan dan jaringan ikat. Selain itu Lisin juga berperan dalam produksi antibodi, hormon, dan enzim yang penting untuk fungsi tubuh yang optimal.

Proses penggilingan padi menghilangkan lapisan bekatul yang mengandung vitamin B1 (tiamin), zat besi, dan serat, sehingga beras putih rentan menyebabkan defisiensi jika tidak dikombinasi dengan sayur atau lauk. Masyarakat tradisional Nusantara mengatasi ini dengan pola makan berbasis “complete meal”: `nasi + ikan/kedelai (protein) + urap atau pecel (serat dan mineral)`.

Beras yang masih mempertahankan bekatul, seperti beras merah dan coklat, kini mulai banyak dikonsumsi kembali sebagai alternatif pemenuhan karbohidrat yang lebih sehat.

Secara umum, dari sudut pandang biologi, beras berasal dari tanaman padi yang dikenal sebagai spesies rerumputan bernama Oryza sativa. Adapun taksonomi Oryza sativa adalah sebagai berikut:

– Kingdom: Plantae
– Kelas: Liliopsida
– Ordo: Poales
– Famili: Poaceae
– Genus: Oryza
– Spesies: O. sativa

Di Nusantara, sekurangnya ada dua subspesies padi yang dominan, yaitu :
1. Japonica: Berbiji pendek, lengket, cocok untuk dataran tinggi (contoh: padi Bali).
2. Indica: Biji panjang, tidak lengket, adaptif di dataran rendah (contoh: padi IR64).

Sementara varietas lokal seperti Rojolele (Jawa) atau Pandan Wangi (Cianjur) menunjukkan adanya keragaman genetik akibat adaptasi ekologis dan seleksi tradisional yang merupakan bagian dari kearifan lokal berbagai suku agraris di Nusantara.

Oryza sativa sendiri diprakirakan mulai didomestikasi sekitar 9.000–10.000 tahun lalu di lembah Sungai Yangtze, Cina, dari nenek moyangnya yang merupakan rumput liar dari spesies Oryza rufipogon. Proses domestikasi melibatkan seleksi biji yang tidak mudah rontok (non-shattering), ukuran biji lebih besar, dan adaptasi terhadap lahan basah.

Dari lembah Yangtze, padi menyebar ke Asia Tenggara melalui migrasi bangsa Austronesia sekitar 4.000–3.000 tahun lalu. Mereka membawa teknik bercocok tanam padi serta benih ke Filipina, Vietnam, dan tentu saja Nusantara melalui jalur maritim. Bukti arkeologis di Situs Gua Sireh (Sarawak) dan situs Buni (Jawa Barat) menunjukkan jejak budidaya padi di Nusantara sudah berlangsung sejak sekitar 2.000 SM.

Kedatangan padi di Nusantara beriringan dengan perkembangan sistem sosial-agraris. Masyarakat Austronesia memperkenalkan sistem sawah (irigasi teratur) dan ladang (tebas-bakar), yang menjadi basis kerajaan awal seperti Tarumanagara dan Mataram Kuno.

Padi tidak hanya sebagai makanan, tetapi juga simbol kosmologis. Dewi Sri,bdewi kesuburan dalam kepercayaan Jawa-Bali, merefleksikan sakralitas padi. Ritual seperti Seren Taun atau Mapag Sri, di budaya Sunda/Jawa Barat, menjadi bukti integrasi padi dalam konsep spiritualitas di masyarakat adat.

Sistem subak di Bali, sebentuk kearifan lokal yang mengatur distribusi air untuk sawah, bahkan telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya sejak tahun 2012.

Dari sawah subak berteras di Bali hingga ritual adat Minangkabau, padi telah membentuk lanskap fisik dan kultural Nusantara. Di tengah tantangan modern seperti alih fungsi lahan dan perubahan iklim, pelestarian varietas lokal dan praktik pertanian berkelanjutan menjadi kunci mempertahankan warisan Oryza sativa sebagai jiwa gastronomi Nusantara. Hanya bersisa 1 pertanyaan, mengapa Padi selalu membutuhkan kehadiran air? Jika ini memang suatu fatsun kesemestaan, berarti sawah dan padi memang representasi “dunia tengah” yang menjembatani semesta makro kosmos dan elemen mikro kosmos seperti manusia, hewan, tumbuhan, juga mikroba.

`Lalu air sebagai elemen pokok dari eksistensi bumi sebagai habitat paling ideal bagi manusia berasal dari mana?`

Air di Bumi menurut pendapat para ilmuwan dan peneliti lintas disiplin, adalah hasil dari kombinasi akresi materi antariksa (terutama asteroid karbon) dan aktivitas geologis internal. Di mana proses ini mencerminkan dinamika Tata Surya muda, di mana Bumi “mengimpor” air dari benda langit yang terbentuk di wilayah dingin, sambil melepaskan air yang terperangkap di dalam mantelnya. Tanpa kolaborasi antara proses kosmik dan geologis ini, lautan dan kehidupan tidak akan pernah terwujud. Demikian juga padi dan sawah bukan?

Bumi sendiri, dari hasil penelitian berkelanjutan, terbentuk sekitar 4,54 miliar tahun lalu dari akresi materi di piringan protoplanet yang mengelilingi Matahari muda. Pada fase awal, suhu permukaan Bumi sangat tinggi akibat tumbukan planetesimal dan peluruhan radioaktif. Kondisi ini membuat molekul air (H₂O) yang mungkin terbentuk bersama materi pembentuk Bumi langsung menguap dan terlepas ke antariksa. Dengan demikian, Bumi muda pada awalnya merupakan planet yang kering dan tandus.

Air mulai “diimpor” ke Bumi melalui dua sumber utama: komet dan asteroid. Di mana Komet, yang terdiri dari es, debu, dan senyawa organik, berasal dari wilayah dingin di tepi Tata Surya (Sabuk Kuiper dan Awan Oort). Selama Periode Bombardir Berat Akhir (Late Heavy Bombardment, ~4,1–3,8 miliar tahun lalu), komet-komet ini menghujani Bumi dan planet kebumian lainnya. Namun, analisis isotop deuterium (D/H ratio) pada komet seperti 67P/Churyumov-Gerasimenko (diteliti misi Rosetta) menunjukkan bahwa komposisi air komet tidak sepenuhnya cocok dengan air di Bumi. Hal ini mengindikasikan bahwa komet bukan sumber utama air Bumi, meski mungkin berkontribusi sebagian.

Sumber air yang lebih signifikan adalah asteroid jenis karbonaceous chondrite dari Sabuk Asteroid luar. Asteroid ini kaya akan mineral terhidrasi (seperti lempung dan serpentin) yang mengandung air terikat secara kimiawi. Analisis isotop D/H ratio pada meteorit karbonaceous chondrite (misal, tipe CI dan CM) menunjukkan kecocokan dengan air laut Bumi. Maka diprakirakan, 60–80% air Bumi berasal dari asteroid jenis ini yang jatuh selama fase pembentukan Tata Surya dan Periode Bombardir Berat Akhir/Late Heavy Bombardment.

Selain sumber eksternal, air juga diduga berasal dari dalam Bumi melalui proses degasifikasi mantel. Di mana mineral di mantel Bumi, seperti olivinbdan piroksen, mengandung air dalam bentuk ion hidroksil (OH⁻) yang terperangkap selama akresi planet. Saat Bumi mendingin dan aktivitas vulkanik meningkat, air ini dilepaskan ke permukaan melalui letusan gunung api dalam bentuk uap. Proses ini membentuk atmosfer sekunder dan memicu kondensasi uap menjadi hujan, yang mengisi cekungan permukaan Bumi menjadi lautan purba. Bukti dari kristal zirkon berusia 4,4 miliar tahun (ditemukan di Australia Barat) menunjukkan bahwa air cair sudah ada di permukaan Bumi hanya 160 juta tahun setelah pembentukannya. Ini mengindikasikan bahwa proses degasifikasi dan akumulasi air dari asteroid telah terjadi sangat awal.

Pada sekitar 3,8 miliar tahun lalu, setelah periode bombardir berat berakhir, air dari asteroid dan degasifikasi mantel telah terkumpul dalam jumlah besar. Suhu Bumi yang mulai stabil memungkinkan uap air mengembun menjadi hujan selama ribuan tahun, membentuk lautan pertama. Bukti geokimia dari batuan sedimen di Greenland (formasi Isua) menunjukkan keberayaan molekul air dan siklus hidrologi yang aktif pada 3,7 miliar tahun lalu.

Beberapa cendekiawan astronomi mengajukan hipotesa tentang peran partikel bermuatan dari angin Matahari muda yang bereaksi dengan oksigen di debu kosmik, dapat menghasilkan air yang kemudian terakresi ke Bumi. Namun, hipotesis ini masih terus diperdebatkan.

Di sisi lain molekul organik dari meteorit (seperti asam amino) mungkin ikut terbawa air dan menjadi pemicu awal kehidupan di lautan purba. Eksplorasi Asteroid yang antara lain dilakukan melalui misi Hayabusa2 (JAXA) dan OSIRIS-RExb(NASA), mengungkap bahwa asteroid Ryugu dan Bennu mengandung mineral terhidrasi, yang memperkuat teori asal air di bumi memang kemungkinan besar berasal dari asteroid.

Pada akhirnya marilah kita renungkan bersama; kehadiran air, asam amino, lalu tumbuhan berklorofil dan bermuara pada budaya bersawah, tampaknya mencerminkan suatu budaya biologi kompleks yang memiliki pola interaksi terstruktur serta amat terencana bukan ? Hingga dapat kita simpulkan bahwa kehadiran padi sebagai sumber kalori bagi manusia bukanlah “sepotong kebetulan” yang hadir secara spontan, melainkan sebuah perwujudan dari sebuah gagasan besar yang menjadi dasar terciptanya Bumi dan segenap elemen serta makhluk yang terdapat di dalamnya bukan ?

🙏🏿🙏🏿🙏🏿

Kamu suka? Yuk bagikan tulisan ini.

Similar Posts