Wasiat Mbah Maridjan Pasca Erupsi Merapi Yang Terbukti
Satu dasawarsa telah berlalu, semenjak kepergian Mas Penewu Surakso Hargo atau yang lebih akrab dengan sapaan Mbah Maridjan. Beliau adalah salah satu sosok abdi dalem Keraton Kasultanan Yogakarta Hadiningrat yang mendapat amanah sebagai Juru Kunci Merapi. Pria yang lahir pada masa Kolonial Hindia Belanda ini diberikan amanah oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX sejak tahun 1982, setelah 12 tahun sebelumnya dipercaya sebagai Wakil Juru Kunci Merapi.
Pada saat terjadi erupsi Gunung Merapi tahun 2006, Mbah Maridjan menjadi semakin dikenal karena keberaniannya. Beliau bersikeras untuk tetap tinggal ketika pemerintah melakukan evakuasi masyarakat sekitar Gunung Merapi. Beberapa saat setelah keadaan dinyatakan aman, tim JogjaArchive.com berkesempatan melakukan wawancara ekslusif dengan Mbah Maridjan.
Bertempat di Srimanganti, beliau mengungkapkan alasan tidak bersedia turun gunung ketika erupsi terjadi, yaitu menjalankan amanah yang didapat dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Mbah Maridjan meyakini bahwa seorang abdi dalem mempunyai kewajiban untuk taat terhadap aturan Keraton. Dan salah satu tugas beliau sebagai Juru Kunci Merapi adalah merawat tempat-tempat khusus untuk kepentingan spiritual di kawasan Gunung Merapi bagaimanapun keadaannya. Namun pada kesempatan yang sama, Mbah Maridjan juga menekankan bahwa siapapun yang tidak punya tugas terkait Gunung Merapi harus menaati aturan pemerintah untuk mengungsi ke tempat yang dinilai lebih aman.
Pantangan Merapi
Mbah Maridjan meyakini bahwa erupsi tidak akan merusak jika manusia berlaku bijak dan menjaga apa yang menjadi pantangan Gunung Merapi. Salah satunya adalah penambangan pasir besar-besaran menggunakan alat berat. Penambangan pasir boleh dilakukan tanpa menggunakan backhoe jika tak ingin Merapi “marah”, terutama di kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta. Terjadinya awan panas saat erupsi diyakininya karena ada oknum masyarakat yang menambang pasir secara berlebihan.
Land Rover Tour Merapi. Wisata seru dan menantang di gunung api teraktif di dunia
Tradisi Ruwat Mata Air Merapi. Menjaga mata air ala masyarakat Merapi
Secara administratif, Gunung Merapi sendiri terbagi ke dalam 4 kabupaten yaitu Sleman, Klaten, Boyolali, dan Magelang. Mbah Maridjan berpesan kepada 4 kepala daerah tersebut untuk melarang penggunaan backhoe dalam proses penambangan pasir di kawasan Merapi. Hal ini karena eksploitasi pasir secara berlebihan dapat merusak lingkungan.
“kui umpamane bupati papat iki mau : Sleman, Klaten, Boyolali, Magelang, papat kui, kui ning nek anggere backhoe kui ora gelem mburat sak teruse, bakal diparingi (pasir) nganggo awan panas. Dawuhe Eyang Merapi!”
“Seumpama keempat Bupati ini : Sleman, Klaten, Boyolali, dan Magelang tidak mau mengusir backhoe selamanya, maka akan diberi (pasir) tapi dengan awan panas. Itu perintah Eyang Merapi!”
4 tahun kemudian, tanggal 26 Oktober 2010 atau tepat 10 tahun yang lalu, Gunung Merapi kembali erupsi. Merapi mengeluarkan jutaan meter kubik material vulkanis, puluhan desa hangus terbakar oleh awan panas setinggi 1.5 kilometer, dan sedikitnya 353 orang meninggal termasuk Sang Juru Kunci Merapi. Beliau ditemukan meninggal dalam keadaan sujud di dalam rumahnya. Selamat jalan Mbah!
Simak video dari Jogja Archive berikut ini Wasiat Mbah Maridjan